Berita Nasional
Pengamat IPB tak Setuju Cukai Rokok Naik, karena Petani Tembakau dan Buruh Rokok Tertekan
Pengamat ekonomi pertanian IPB Prima Gandhi meminta pemerintah berpikir ulang untuk menaikkan cukai rokok, karena berdampak luas.
TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA - Rencana pemerintah menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada 2022 bikin petani tembakau dan pekerja di industri rokok was-was, karena ekonomi masih sulit di tengah pandemi.
Pengamat Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Prima Gandhi mengatakan, kenaikan tarif CHT selama ini menghantui pabrikan dan memberikan tekanan bagi petani tembakau dan buruh rokok.
Baca juga: Dinkes Kota Tangerang Ungkap Puluhan Napi di Lapas Kelas I Tangerang Alami Trauma Akibat Kebakaran
Kemudian, perlambatan ekonomi akibat pandemi juga telah meningkatkan jumlah pengangguran karena adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Kerugian ya pasti tenaga kerja dan bahan baku. Kalau bahan baku ke petani, ke tenaga kerja ya kenanya ke para buruh,” ujarnya, Jumat (17/9/2021).
Dia menjelaskan, dalam industri hasil tembakau, ketika terjadi penurunan produksi akibat permintaan berkurang, banyak pihak menjadi korban.
“Cukai naik, pasti yang ditekan perusahaan adalah tembaka dari petani. Cukai naik, perusahaan harus menjaga produksinya agar tidak tinggi biayanya, petani jadi korbannya, belum lagi korban keadaan alam seperti musim hujan yang panjang,” kata Prima.
Baca juga: Wali Kota Bekasi Imbau Tempat Pelayanan Publik Terapkan Aplikasi Peduli Lindungi, Ini Tujuannya
Karena itu, dia berharap pemerintah dapat lebih memperhatikan nasib petani tembakau dan cengkih dengan memberikan pelonggaran kebijakan cukai.
Prima menambahkan, kebijakan pemerintah terhadap Industri Hasil Tembakau (IHT) selama ini seringkali berat sebelah akibat kenaikan tarif CHT secara progresif tiap tahun.
“Nasib petani tidak akan sejahtera kalau hasil tembakaunya tidak laku akibat kenaikan tarif,” pungkasnya.
Sementara itu, pemerintah justru kembali memperpanjang diskon pajak atau Pajak Penjualan Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) 100 persen untuk kendaraan bermotor sampai akhir 2021.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, pandemi Covid-19 masih menjadi tantangan besar bagi dunia dan Indonesia.
Baca juga: Rahmat Effendi Imbau Warga Bekasi Segera Vaksinasi Covid-19 Agar Mencapai Herd Immunity
Setelah menghadapi gelombang akibat varian Delta, saat ini Indonesia telah berhasil menurunkan kembali kasus Covid-19 secara signifikan.
“Perpanjangan insentif dilakukan untuk menstimulasi konsumsi masyarakat kelas menengah seiring dengan perkembangan positif penanganan pandemi Covid-19, sehingga diharapkan terus dimanfaatkan,” ujarnya.
Dalam PMK baru yaitu PMK 120/PMK 010/2021, besaran insentif diskon PPnBM kendaraan bermotor yang semula diberikan dari Maret hingga Agustus 2021 diperpanjang menjadi hingga Desember 2021.
Insentif yang diperpanjang meliputi, satu diantaranya PPnBM DTP 100 persen untuk segmen kendaraan bermotor penumpang dengan kapasitas mesin sampai dengan 1.500 cc.
Baca juga: Miliki Ganja Satu Kilogram, Sander Maharaja Mengaku Dapat dari Napi di Lapas
Lalu, PPnBM DTP 50 persen untuk kendaraan bermotor penumpang 4x2 dengan kapasitas mesin di bawah 1.500 cc sampai 2.500 cc, serta PPnBM DTP 25 persen untuk kendaraan bermotor penumpang 4x4 dengan kapasitas mesin di bawah 1.500 cc sampai 2.500 cc.
"Kelebihan PPnBM dan atau PPN atas pembelian kendaraan bermotor pada bulan September 2021 akan dikembalikan atau refund oleh pengusaha kena pajak yang melakukan pemungutan," pungkas Febrio. (Tribunnews/Yanuar Riezqi Yovanda)