Kekerasan terhadap anak

Waspada, Mayoritas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak Berada di Lingkungan Dekat Korban

Kepercayaan satu sama lain antara orangtua dengan anak adalah salah satu upaya mencegah anak menjadi korban kekerasan seksual.

Penulis: Muhammad Azzam | Editor: AC Pinkan Ulaan
Istimewa
Sebagian besar pelaku kekerasan seksual terhadap anak adalah orang di lingkungan korban. Keterangan foto: Ilustrasi 

TRIBUNBEKASI.COM, KARAWANG -- Kewaspadaan orangtua dalam melindungi anaknya tak boleh kendur sedikitpun.

Pasalnya, kebanyakan pelaku kekerasan seksual anak adalah orang yang cukup dekat dengan si anak.

Hal ini berlaku umum termasuk di Karawang sebagaimana ditunjukkan data yang dikumpulkan Unit Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Karawang.

Kepala Unit Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Karawang, Wulan, menuturkan pada Jumat (7/1/2022) bahwa sebagian besar kasus kekerasan seksual terhadap anak terjadi di lingkungan tempat tinggal.

Bahkan pelaku kerap kali merupakan orang dekat.

"Maka harus berhati-hati para orangtua, tokoh masyarakat, dan tokoh lingkungan setempat," katanyaa.

Dia mengambil contoh kasus yang menimpa seorang anak berinisial M (11), yang mendapatkan pelecehan seksual dari E (50), tetangganya, sejak korban berusia 9 tahun.

"Pelaku ini yang kebetulan tempat tinggalnya di depan rumah korban," ujar Wulan.

Tren menurun

Sementara itu Kepala Bidang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Perempuan dan Anak DP3A Karawang, Hesti Rahayu, menyampaikan data angka kasus kekerasan seksual anak di Karawang dalam 2 tahun terakhir.

Sepanjang tahun 2020 kasus kekerasan seksual terhadap anak di wilayah Karawang sebanyak 45 kasus, dan di tahun 2021 turun menjadi 28 kasus.

Dia menyebut dari semua kasus itu hampir sebagian besar sudah berhasil diungkap. Namun ada beberapa kasus yang prosesnya masih berjalan.

"Insyaallah di tahun ini berhasil diungkap," katanya.

Gencar

Dia mengklaim, tren penurunan kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur karena adanya Satgas P2TP2A di tingkat kecamatan.

Ditambah lagi program forum anak yang sangat membantu dalam mencegah kasus kekerasan seksual terhadap anak.

"Kalau kami melihat data perbandingan dalam kurun waktu 2020 sampai 2021, upaya pencegahan yang kami lakukan secara masif cukup berhasil dalam menekan kasus," ujar Hesti.

Selain itu, kata Hesti, penurunan kasus terjadi karena adanya program sosialisasi pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual ke setiap sekolah dan tokoh masyarakat.

Kemudian juga koordinasi lintas sektoral terhadap instansi penegak hukum seperti Polres Karawang, yang sangat berpengaruh dalam menekan angka kekerasan seksual terhadap anak.

"Program itu dapat mendorong peran seluruh lapisan masyarakat dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur," katanya.

Dia menambahkan, penurunan kasus juga terjadi karena saat ini masyarakat memiliki keberanian melaporkan kasus pencabulan.

"Tentu ini sangat membantu kami dalam upaya penanggulangan kasusnya, untuk terus memberantas pelaku kejahatan seksual terhadap anak," kata Hesti.

Berdampak buruk

Dia juga menjelaskan, dampak kekerasan seksual terhadap korban sangat besar dan selalu negatif.

"Anak menjadi pribadi yang tertutup dan tidak percaya diri, timbul perasaan bersalah, stres, bahkan depresi. Lalu timbul ketakutan atau fobia tertentu, mengidap gangguan traumatik pasca kejadian, susah makan dan tidur, mendapat mimpi buruk, mudah merasa takut, dan cemas berlebihan," katanya.

"Orangtua juga harus mengawasi dengan baik anak-anak dan menjalin komunikasi secara intens, dan dekat dengan anak-anaknya," tandasnya.

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved