Berita Kriminal
Tiba di Polda Metro Jaya, Pimpinan Tertinggi Khilafatul Muslimin Langsung Ditahan
Penyidik Polda Metro Jaya menjerat tersangka Abdul Qadir Baraja sebagai pimpinan organisasi Khilafatul Muslimin dengan pasal berlapis.
TRIBUNBEKASI.COM — Abdul Qadir Hasan Baraja, pemimpin tertinggi organisasi Khilafatul Muslimin, ditetapkan sebagai tersangka kasus pelanggaran undang-undang ormas.
Ia ditangkap di Markas Khilafatul Muslimin Bandar Lampung Selasa (7/6/2022) pagi tadi dan setibanya di Polda Metro Jaya, langsung ditahan di rutan Polda Metro Jaya.
"Sudah ditetapkan tersangka dan langsung ditahan di Rutan Polda Metro Jaya," ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan, Selasa (7/6/2022).
Selanjutnya, penyidik akan memeriksa kondisi kesehatan Abdul Qadir Hasan Baraja usai melakukan perjalanan darat dari Lampung.
Setelah itu, Abdul Qadir Hasan Baraja bakal ditahan di Rutan Polda Metro Jaya selama proses penyidikan.
Ancaman Penjara 20 Tahun
Penyidik Polda Metro Jaya menjerat tersangka Abdul Qadir Hasan Baraja sebagai pimpinan organisasi Khilafatul Muslimin dengan pasal berlapis.
Abdul Qadir Hasan Baraja dijerat Pasal 59 Ayat 4 juncto Pasal 82 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat (Ormas).
Tak hanya itu, Abdul Qadir Hasan Baraja juga disangkakan Pasal 14 Ayat 1 dan 2, dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
"Di mana ancaman yang dikenakan minimal 5 tahun penjara dan paling lama 20 tahun penjara," kata Zulpan.
Diberitakan sebelumnya, Khilafatul Muslimin mendadak jadi sorotan usai konvoi pesepeda motor dengan poster bertuliskan kebangkitan khilafah dan bendera dengan aksara Arab, pada Minggu (29/5/2022).
"Ya ada kaitannya itu kan pak kapolda juga sudah bentuk tim khusus juga untuk mengusut hal itu," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan saat dihubungi, Selasa (7/6/2022).
Dari data yang ada, Abdul Qadir Hasan Baraja ternyata merupakan eks narapidana terorisme. Dia pernah ditahan sebanyak dua kali terkait kasus yang sama.
Pertama kasus terorisme dilakukan pada Januari 1979 terkait teror Warman. Kedua, dia ditahan atas kasus bom di Jawa Timur dan Borobudur pada awal tahun 1985.
"Secara historis, pendiri gerakan ini sangat dekat dengan kelompok radikal seperti NII (Negara Islam Indonesia), MMI (Majelis Mujahidin Indonesia) dan memiliki rekam jejak dalam kasus terorisme," kata Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen R Ahmad Nurwakhid dalam keterangannya, Selasa (31/5/2022) lalu. (Tribunnews.com/Fandi Permana)