Berita Bekasi

Pemkab Bekasi Monitoring Penjualan Sirop Obat untuk Anak

Pj Bupati Bekasi Dani Ramdan telah membentuk taspos (satgas) untuk memantau apotek dan toko-toko swalayan yang menjual obat-obatan.

Penulis: Rangga Baskoro | Editor: AC Pinkan Ulaan
TribunBekasi.com/Rangga Baskoro
Pj Bupati Bekasi Dani Ramdan telah membentuk taspos (satgas) di Dinas Kesehatan bersama Urusan Kesehatan Polres Metro Bekasi, untuk melakukan pemantauan atau monitoring ke apotek dan toko-toko swalayan yang menjual obat-obatan. Keterangan foto: (ilustrasi) 

TRIBUNBEKASI.COM, CIKARANG BARAT -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi akan melakukan monitoring ke apotek dan swalayan, untuk memastikan tak ada lagi penjualan sirop obat atau obat cair.

Hal ini termakti=ub dalan Surat Edara Pj Bupati Bekasi Dani Ramdan, terkait dengan imbauan Kementerian Kesehatan agar tak lagi memberikan sirop obat kepada anak-anak, selama penyelidikan penyebab gagal ginjal akut pada anak masih berlangsung.

Ditambah pula temuan BPOM atas 5 produk sirop obat yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG)

Pj Bupati Bekasi Dani Ramdan mengatakan, monitoring dilakukan setelah setelah ada Surat Edaran dari Kementerian Kesehatan tentang sejumlah sirop obat anak yang untuk sementara dilarang dikonsumsi.

Menarik dari pasar

Selain mengeluarkan Surat Edaran, Pemkab Bekasi juga telah membentuk tim untuk memonitoring dan melakukan penarikan sirop obat yang dilarang diedarkan itu, jika ditemukan ada yang memperjualbelikan obat-obatan tersebut.

"Kami sudah membentuk taspos (satgas) di Dinas Kesehatan bersama Urusan Kesehatan Polres Metro Bekasi, untuk melakukan pemantauan atau monitoring ke apotek dan toko-toko swalayan yang menjual obat-obatan tersebut. Dari Kemenkes itu memang ada beberapa sirop obat yang tidak diperbolehkan. Jadi kami mengimbau ditarik dulu dari penjualan," kata Dani Ramdan pada Selasa (25/10).

Edukasi

Sebegai bentuk edukasi ke masyarakat, Dani menambahkan, Pemkab Bekasi telah meminta apotek memberikan informasi penyebab tidak menjual sirop obat yang dilarang itu.

Selain itu, Dani Ramdan meminta para kepala desa untuk menyosialisasikan larangan konsumsi sirop obat kepada masyarakat di wilayah masing-masing.

"Masyarakat kami imbau untuk tidak mengonsumsi obat-obatan tersebut sampai ada pengumuman lebih lanjut dari Pemerintah," tuturnya.

Selain itu, masyarakat juga dianjurkan kembali kepada kearifan lokal dengan mengkonsumsi obat herbal, serta diminta mengindari mengonsumsi obat-obatan yang dijual bebas di pasaran atau tanpa resep dokter.

"Lebih baik manfaatkan kearifan lokal, obat-obatan herbal. Kalau masih bisa tangani untuk anak-anak gunakan itu (obat herbal). Tetapi kalau harus minum obat sebaiknya harus dengan resep dokter, jangan beli obat di warung," kata Dani.

Produk yang tercemar

Sebagai informasi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan 5 produk obat sirop yang memiliki kandungan etilene glikol (EG) melebihi ambang batas.

Sebagaimana dilansir laman BPOM, institusi ini melakukan uji sampling terhadap 39 bets dari 26 sirop obat sampai 19 Oktober 2022.

Dalam pengujian itu ditemukan 5 produk sirop obat yang memiliki kandungan EG lemebihi ambang batas yang ditetapkan.

Kelima produk itu dalah sebagai berikut:

- Termorex sirop (obat demam), produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.

- Flurin DMP sirop (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml.

- Unibebi Cough sirop (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @ 60 ml.

- Unibebi Demam sirop (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @ 60 ml.

- Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @ 15 ml.

Ditarik dan dimusnahkan

Dengan hasil temuan itu, BPOM telah memerintahkan industri farmasi pemilik izin edar sirop obat itu untuk menarik sirop obat tersebut dari peredaran di seluruh Indonesia.

Penarikan dilakukan dari seluruh outlet, seperti pedagang besar farmasi, instalasi farmasi pemerintah, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan.

Industri farmasi terkait juga diperintahkan memusnahkan seluruh bets produk yang tercemar EG itu.

Pemeriksaan rutin

Pihak BPOM menjelaskan bahwa pengujian itu diakukan bukan hanya terkait melonjaknya kasus gangguan ginjal akut pada anak, melainkan bagian dari tugas BPOM dalam pengawasan secara komprehensif pre- dan post-market (sebelum dan sesudah peredaran) terhadap produk obat yang beredar di Indonesia.

Kegiatan itu dilakukan dengan melakukan penelusuran berbasis risiko, sampling, dan pengujian sampel secara bertahap terhadap produk obat sirop yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG

Menurut BPOM temuan hasil uji cemaran EG di 5 produk itu belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirop obat tersebut memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut.

Faktor risiko

Menurut BPOM, selain penggunaan obat, masih ada beberapa faktor risiko penyebab kejadian gagal ginjal akut.

Kondisi infeksi virus, bakteri Leptospira, dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pasca Covid-19 juga dapat memiliki risiko kejadian gagal ginjal akut.

Bahan tambahan

Kandungan cemaran EG dan dietilen glikol (DEG) dalam sirop obat, menurut BPOM bisa jadi berasal dari 4 bahan tambahan, yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol, yang bukan merupakan bahan yang berbahaya atau dilarang digunakan dalam pembuatan sirop obat.

Sesuai Farmakope dan standar baku nasional yang diakui, ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.

Habitus mengonsumsi obat

Untuk menghindari semakin banyak anak yang terkena penyakit ini, pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia membagikan beberapa langkah kehati-hatian yang bisa dilakukan para orangtua.

Sebagaimana dilansir laman BPOM, pihak otoritas pengawas obat dan makanan ini mengajak masyarakat untuk menggunakan obat secara aman dengan selalu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

- Menggunakan obat secara sesuai dan tidak melebihi aturan pakai;

- Membaca dengan seksama peringatan yang tercantum dalam kemasan;

- Tidak menggunakan sisa obat sirop yang sudah terbuka dan disimpan lama;

- Melakukan konsultasi kepada dokter, apoteker, atau tenaga kesehatan lainnya apabila gejala sakit tidak berkurang setelah 3 hari mengonsumsi obat bebas dan obat bebas terbatas, dalam upaya pengobatan sendiri (swamedikasi);

- Melaporkan kepada tenaga kesehatan secara lengkap obat yang digunakan selama swamedikasi;

- Melaporkan efek samping obat kepada tenaga kesehatan terdekat, atau melalui aplikasi layanan BPOM Mobile dan e-MESO Mobile.

Konsumen cerdas

BPOM juga mengimbau masyarakat untuk waspada dengan menjadi konsumen cerdas. Caranya selalu memperhatikan hal berikut saat berbelanja obat:

- Membeli dan memperoleh obat hanya di sarana resmi, yaitu apotek, toko obat, puskesmas, atau rumah sakit terdekat.

- Membeli obat secara online dapat dilakukan hanya di apotek yang telah memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF).

- BPOM secara berkesinambungan melaksanakan patroli siber (cyber patrol) pada platform situs, media sosial, dan e-commerce untuk menelusuri dan mencegah peredaran obat ilegal.

- Menerapkan Cek KLIK, yaitu Cek Kemasan dalam kondisi baik, Cek Label , Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan obat. (*)

Sumber: Tribun bekasi
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved