Berita Nasional

Kemenparekraf Bantu Akses untuk Tingkatkan Ekonomi Desa Wisata Malangga

Persoalan yang kerap ditemui pelaku ekonomi kreatif adalah akses pemasaran,promosi, permodalan dan juga akses bahan baku.

Editor: Ichwan Chasani
Istimewa
Deputi Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf Vinsensius Jemadu saat menyambangi Desa Wisata Malangga, di Kabupaten Toli Toli, Sulawesi Tengah, belum lama ini. 

TRIBUNBEKASI.COM — Desa Wisata Malangga, Kabupaten Toli Toli, Sulawesi Tengah, masuk ke dalam 50 desa wisata terbaik Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022.

Rombongan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyambangi desa tersebut, belum lama ini.

Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno berhalangan hadir, dan diwakili oleh Deputi Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf Vinsensius Jemadu.

Desa wisata tersebut telah melalui uji standar penilaian tim juri yang terdiri dari tujuh kategori. Mereka akan mendapatkan pembinaan dan pendampingan dari BCA melalui program Mitra Bakti BCA.

Rombongan Kemenparekraf tiba di titik drop off disambut semarak oleh masyarakat setempat.

LIVE LOCAL EXPERIENCE: DANAU CIPEUCANG BEKASI, JADI DESTINASI WISATA SEKALIGUS TEMPAT RESAPAN AIR

Mereka kemudian diiringi oleh Tarian Maragai sebagai sebuah bentuk penghormatan kepada tamu yang datang. 

Vinsensius Jemadu mengatakan, persoalan yang kerap ditemui pelaku ekonomi kreatif adalah akses pemasaran,promosi, permodalan dan juga akses bahan baku.

”Kita akan manfaatkan semua media yang kita miliki untuk membantu pariwisata yang ada di Toli-toli,” ungkap Vinsensius Jemadu dalam pernyataan resminya.

Baca juga: Barang Tertinggal Jadi Petunjuk Polisi Tangkap Pelaku Pembobol Brankas di Perusahaan Karawang

Baca juga: Komnas HAM Tegaskan Penegakan Hukum dalam Tragedi Kanjuruhan Harus Sampai Level Paling Tinggi

Tidak hanya itu, Vinsesius memastikan  Kemenparekraf akan membantu masalah packaging yang sering menjadi kelemahan produk ekonomi kreatif rumahan, yang banyak ditemukan di Toli Toli.

”Di Kemenparekraf ada satu bidang yang mempunyai program bedah desain. Mereka akan terjun ke daerah yang memiliki produk e craft luar biasa tapi kemasan masih minim, kita akan buat lebih kekinian,” jelasnya.

Sedangkan untuk promosi, kata Vinsesius, Kemenparekraf berupaya produk ekonomi kreatif on boarding e commerce dan platform online.

“Ini salah satu langkah pemerintah untuk go digital,” tandasnya.

Potensi wisata Desa Malangga memiliki keunikan pada atap rumah mereka yang dikenal dengan istilah rumah “Langko”.

Baca juga: Pengangkutan Longsor di TPA Burangkeng Dikerjakan Beriringan dengan Pelayanan Pembuangan Sampah

Baca juga: Bobol Brankas Berisi Rp 92 Juta Buat Nikah dan Beli Motor, Warga Pemalang Dibekuk Polisi Karawang

Masyarakat lokal membuat atap rumah mereka dapat dibuka dan ditutup untuk menjemur hasil bumi seperti cengkeh agar langsung mendapat paparan sinar matahari. Selain itu, masyarakatnya juga terkenal akan produk gula merah yang masih mereka proses secara tradisional. 

Upacara adat panen dan tradisi sumpit masih terlaksana setiap tahun.

Selain itu, keindahan alam di desa ini juga menjadi hal menarik wisatawan datang berkunjung ke desa Malangga.

Terdapat jalur sungai di tengah desa sering menjadi tempat wisata permandian dan tidak jauh dari pusat desa terdapat air terjun Malane.

Air Terjun Malane dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat selama kurang lebih 10 menit dari pusat desa dan dilanjutkan berjalan kaki kurang lebih 10 menit untuk tiba di pusat air terjun.

Baca juga: Pergoki Aksi Pencurian Motor Seorang Pemuda di Jatiasih Bekasi Malah Kena Bacok

Baca juga: Mantan Kasat Reskrim Sebut Ferdy Sambo Pukul Tembok dan Mau Nangis, Ceritakan Istrinya Dilecehkan

Keindahan alam dan segarnya aliran air menjadikan daya tarik wisata alam ini menjadi spot favorit masyarakat untuk berakhir pekan.

Rumah Langko adalah bentuk hunian mayoritas penduduk setempat.

Mata pencaharian penduduknya adalah sebagai petani cengkeh, cokelat, dan kelapa. Sedangkan soal kekayaan seni dan budaya, desa tersebut memiliki Tarian Moduai.

Itu merupakan tari simbolisasi penyambutan tamu yang berkunjung ke Kabupaten Tolitoli.

Konon, pada zaman kerajaan di Kabupaten Toli Toli, tarian ini sering digunakan untuk menyambut para tamu-tamu kerajaan yang berkunjung ke Kabupaten Toli Toli.

Kemudian ada Maragai, tarian etnis masyarakat etnis Tolitoli yang pada masa itu dilaksanakan untuk menyambut para raja dan tamu kerajaan.

Gerakan dasar pada tarian ini adalah gerakan silat, sehingga yang melakukan tarian ini laki-laki.

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved