Berita Bekasi

Sepanjang 2024, Ada 215 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Bekasi, Paling Banyak KDRT

Dia menjelaskan, DP3A terus melakukan sejumlah langkah guna menekan angka kasus kekerasan pada perempuan dan anak

Penulis: Muhammad Azzam | Editor: Dedy
Tribunnews.com
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan --- Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi mencatat ada sebanyak 215 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai korbannya sepanjang tahun 2024. (FOTO ILUSTRASI 

TRIBUNBEKASI.COM, BEKASI ----- Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi mencatat ada sebanyak 215 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai korbannya sepanjang tahun 2024.

Kepala Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) DP3A Kabupaten Bekasi Fahrul Fauzi menjelaskan, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai korban tersebut merupakan data yang ada di DP3A sejak Januari hingga September 2024.

Fahrul merinci dari total 215 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai korban tercatat kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) paling tinggi sebanyak 40 kasus, disusul dan kasus pelecehan seksual tertinggi kedua yaitu sebanyak 36 kasus.

Sisanya, ada kasus kekerasan fisik 25 kasus, kasus persetubuhan 16 kasus, Kekerasan berbasis gender online (KBGO) 15 kasus, bullying sebanyak 13 kasus, dan beberapa kasus lainnya seperti kekerasan psikis, dan TPPO.

BERITA VIDEO : POLISI UNGKAP MODUS AYAH DAN ANAK PEMILIK PONPES CABULI SANTRIWATI DI BEKASI

"Dengan korban itu anak-anak ada 129 orang, dan perempuan 86 orang," katanya.

Dia menjelaskan, DP3A terus melakukan sejumlah langkah guna menekan angka kasus kekerasan pada perempuan dan anak. Baik itu kekerasan fisik maupun pelecahan seksual.

Langkah itu dengan melakukan sosialisasi ke sejumlah sekolah maupun lingkungan masyarakat.

"Kita rutin sosialisasi baik di media sosial, atau datang ke sekolah-sekolah maupun ke masyarakatnya langsung," katanya.

Baca juga: Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan Cukup Tinggi, Pemkab Bekasi Bakal Hadirkan Sekolah Kompol

Fahrul juga menyebut, pihaknya memiliki tim kuasa hukum guna melakukan pendampingannya ketika ada kasus melibatkan anak dan perempuan.

DP3A juga memiliki tim psikolog guna melakukan pendampingan psikis korban dari anak dan perempuan.

"Kami punya ahli psikolog dan tim, guna trauma healing para korban," katanya.

Lima santriwati trauma berat

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi menerjunkan ahli psikolog untuk mendampingi santriwati korban pencabulan di Pondok Pesantren (Ponpes) di Kecamatan Karangbahagia.

Pendampingan psikolog untuk memulihkan kepercayaan diri serta menghilangkan trauma yang dialami para korban pencabulan.

Kepala Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi Fahrul Fauzi mengatakan, saat ini lima korban pencabulan ada yang mengalami trauma berat dan sebagian ringan.

Menurutnya, mayoritas korban pencabulan adalah warga di sekitar lokasi pondok pesantren atau tempat pengajian para korban mengaji.

"Berdasarkan hasil pendampingan ini ada yang mengalami trauma berat dan ringan. Mayoritas korban warga sekitar pengajian Desa Karangmukti dan Karangsatu," kata Fahrul pada Selasa (8/10/2024).

Guna melakukan pendampingan psikologis, UPTD DP3A Kabupaten Bekasi menurunkan tim ahli psikolog klinis dan tim konselor psikolog, yang terbagi menjadi dua tim terdiri dari satu orang ahli psikolog, dan lima orang pendamping sosial atau konselor psikolog.

BERITA VIDEO : SANTRIWATI TAK TAHAN MENGAKU SERING DIBERI NASI BASI

"Kalau ahlinya sendiri kita ada satu orang, cuma para pendampingnya kita ada lima orang timnya. Ada tim konselor psikolog dan lain-lainnya. Jadi total tim yang turun itu satu koordinator tenaga ahli dari UI didampingi oleh para konselor dari UPTD DP3A 5 orang," ujar Fahrul.

Selain pendampingan psikologis, kata Fahrul pihaknya juga melakukan pendampingan hukum terhadap para korban.

Menurutnya, bila sudah masuk proses hukum di kejaksaan para korban akan mendapatkan pendampingan advokasi hukum.

Lebih lanjut, Fahrul menjabarkan bahwa para korban pencabulam tersebut mendapatkan perlakuan tak senonoh dari para pelaku itu sejak tahun 2021 hingga 2022.

"Hasilnya itu akan kita sampaikan ke Polres yang akan menguatkan bukti. Kalau di Undang-undang TPKS dijelaskan alat bukti itu selain pengakuan korban, dan visum ada juga surat keterangan ahli baik oleh psikolog klinis, psikiater atau kedokteran jiwa," tuturnya.

Korban pencabulan santriwati di Pondok Pesantren (Ponpes) di Kecamatan Karangbahagia Kabupaten Bekasi terus bertambah.

Dalam kasus yang melibatkan tersangka bapak S (52) dan anaknya MHS (29) awalnya korban sebanyak tiga orang, sekarang ini menjadi lima orang.

"Iya korban terus bertambah, setelah kedua pelaku ditangkap satu hari itu ada pengakuan korban baru dan kemarin juga ada korban laporan," kata Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi, Kompol Sang Ngurah Wiratama saat dikonfirmasi pada Sabtu (5/10/2024).

Wiratama menjelaskan pengungkapan ini merupakan hasil dari pemeriksaan dan trauma healing terhadap korban yang dilakukan secara intensif.

Untuk korban keempat merupakan warga Karawang. Dia mendapatkan pelecahan seksual hampir selama dua tahun saat usianya masih 13 tahun.

Kemudian korban lainnya mengalami tindakan bejat dari tersangka MHS dengan modus memanggilnya ke sebuah ruangan dengan alasan belum lancar mengaji. Saat itu korban dilecehkan, namun sempat melakukan perlawanan.

“MHS ini memanggil korban ke ruangannya dengan alasan bahwa si korban ini belum lancar dalam mengaji. Jadi dipanggil ke ruangan diajak berbicara hingga terjadi pelecehan,” ujarnya.

Berdasarkan keterangan korban, dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh tersangka MHS terjadi hanya sekali. Sebab, korban langsung berhenti mengikuti pengajian setelah kejadian tersebut.

“Yang bersangkutan (korban) sudah mendapatkan trauma healing kita datangi, bahkan kita juga melakukan pemeriksaan ke rumahnya," katanya.

Saat ini, sepuluh saksi sudah diperiksa oleh polisi guna mengungkap tabir dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oknum guru tersebut.

Dari hasil pemeriksaan, kedua tersangka mengaku baru mengetahui sama-sama melakukan pelecehan seksual terhadap para murid di tempat pengajiannya. Keduanya melakukan tindakan bejat itu karena adanya kesempatan.

“Makanya kami dalami kami tanya, mereka tuh sama-sama tidak tahu, mereka tahunya setelah kejadian. Oh ternyata bapak dan anak melakukan hal yang sama. Kira-kira seperti itu,” katanya.

Berkeliling ke rumah-rumah

Wira menceritakan bahwa sebelum tempat pengajian berfasilitas seperti pesantren ini dibangun, tersangka S sudah mengajar ngaji secara berkeliling ke rumah-rumah sejak 2020.

Kemudian ada yang meminta mengaji di rumah, lama-lama menjadi banyak.

"Terus lama-lama menginap dan jadilah tempat pengajian di rumah pelaku,” ucapnya

Saat ini, kelima korban sedang dalam proses trauma healing agar tidak takut untuk kembali belajar agama di tempat yang berbeda.

Sementara itu, tempat pengajian milik tersangka masih ditutup.

Tempat pengajiannya masih kita tutup, masih di police line. Dari Polsek masih mengawasi tempat tersebut.

Dari kejadian ini, Polres Metro Bekasi melakukan upaya penyuluhan dan sosialisasi ke tempat-tempat yang berkegiatan keagamaan.

"Tujuannya agar kejadian serupa tidak terulang di tempat yang berbeda," beber dia. (maz)

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp. 


 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved