Eksekusi Rumah

Menteri ATR Nusron Wahid Bela Warga Cluster Setia Mekar Bekasi, Sebut Pengosongan Lahan Tidak Sah!

Editor: Dedy
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DATANGI LAHAN SENGKETA --- Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid saat mendatangi lahan sengketa di Desa Setia Mekar, Tambun Selatan, Jumat (7/2/2025).

TRIBUNBEKASI.COM, BEKASI --- Eksekusi pengosongan lahan Cluster Setia Mekar Residence 2, di Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, berbuntut panjang.

Eksekusi pengosongan lahan seluas 3,6 hektar di Cluster Setia Mekar Residence 2 tersebut dinilai tidak sesuai prosedur. 

Penyataan itu disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, saat mendatangi lahan sengketa tempat eksekusi pengosongan lahan Cluster Setia Mekar Residence 2.

Nusron Wahid mengatakan, penghuni yang mendiami rumah di atas lahan 3,6 hektare tetap sah karena eksekusi yang dilakukan pengadilan tak sesuai prosedur.

"Jadi ini proses eksekusi yang prosedurnya kurang tepat. Saya menganggap ini (penghuni) masih sah," tegas Nusron saat mendatangi lahan sengketa tersebut, Jumat (7/2/2025), seperti dilansir Kompas.com

Terdapat tiga proses yang tak dijalankan oleh pengadilan dalam eksekusi pengosongan lahan di Cluster Setia Mekar di Tambun Selatan.

Baca juga: Penggugat Klaim Kasih 3 Opsi ke Warga Cluster Setia Mekar Tambun Sebelum Eksekusi Pengosongan Lahan

Pertama, sebelum dilakukan sita eksekusi, pihak pengadilan seharusnya mengajukan pembatalan sertifikat warga kepada Kantor BPN Kabupaten Bekasi.

Pengajuan ini merujuk amar putusan gugatan yang ternyata tidak ada perintah pengadilan kepada BPN untuk membatalkan sertifikat tanah.

Karena tidak adanya amar tersebut, pengadilan harus mengajukan pembatalan sertifikat terlebih dahulu kepada BPN sebelum sita eksekusi dilakukan.

"Di dalam amar putusannya itu tidak ada perintah dari pengadilan kepada BPN untuk membatalkan sertifikatnya. Harusnya ada perintah dulu," ungkap dia.

Kedua, pengadilan tetap berkewajiban bersurat kepada BPN untuk meminta bantuan pengukuran lahan yang akan dieksekusi.

Langkah ini diperlukan agar juru sita pengadilan mengetahui batas lahan yang akan dieksekusi.

Berawal dari Ulah "Biong" Tanah Ketiga, pengadilan juga wajib melayangkan surat pemberitahuan kepada BPN terkait pelaksanaan eksekusi.

Dari seluruh proses tersebut, tak ada satu pun tahapan yang dilalui oleh pengadilan ketika penggusuran dilakukan.

"Ini tiga-tiganya tidak dilalui dengan baik oleh pengadilan," imbuh dia.

Tergusur meski punya SHM

Informasi yang dihimpun, di atas lahan 3,6 hektar tersebut terdapat aset berupa tanah kosong hingga berdiri hunian Cluster Setia Mekar Residence 2 yang oleh Pengadilan Negeri Cikarang telah disita eksekusi pada 30 Januari 2025. 

Eksekusi ini membuat penghuni terusir, meski mereka memiliki Surat Hak Milik (SHM) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi.

Diketahui, Cluster Setia Mekar Residence 2 dengan luas tanah 3.100 meter persegi itu dimiliki seorang bernama Abdul Bari dengan bukti kepemilikan Surat Hak Milik (SHM) bernomor 705.

Cluster tersebut tengah menjadi sorotan setelah Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II mengeksekusi pengosongan lahan cluster pada 30 Januari 2025.

Eksekusi ini membuat penghuni rumah dan pemilik ruko tergusur meski mereka mempunyai SHM.

Eksekusi pengosongan lahan merujuk putusan Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997.

Putusan tersebut sebagaimana hasil gugatan yang diajukan Mimi Jamilah, ahli waris Abdul Hamid, selaku pemilik kedua tanah induk yang dibeli dari tangan Djuju Saribanon Dolly pada 1976.

Dalam perjalanannya, SHM 325 dengan luas lahan 3,6 hektare berganti-ganti kepemilikan.

Awalnya, lahan dimiliki Djuju, kemudian dijual ke Abdul Hamid. Oleh Abdul Hamid, lahan dijual ke Kayat.

Oleh Kayat dipecah menjadi empat bidang, yakni SHM 704, 705, 706, dan 707.

Selanjutnya, Kayat melepas dengan SHM 704 dan 705 ke Toenggoel Paraon Siagian.

Sedangkan SHM 706 dan 706 dijual acak oleh Kayat. Setelah berulang kali berganti nama pemilik, Mimi kemudian menggugat semua pemilik.

Dari gugatan ini diketahui bahwa transaksi jual beli lahan antara Djuju dan Abdul Hamid bermasalah. Djuju membatalkan sepihak jual beli lahan setelah Abdul Hamid gagal membayar keseluruhan nilai lahan.

Gugatan yang diajukan Mimi bermodalkan Akta Jual Beli (AJB) antara Djuju dan Abdul Hamid.

Singkatnya, pada 2019, Toenggoel menjual lahan SHM 705 ke Bari setelah mengetahui pihak Mimi mengajukan eksekusi pengosongan lahan pada 2018.

Dari pembelian lahan ini, nama pemilik SHM 705 berganti, dari Toenggoel menjadi atas nama Bari.

Dari pembelian ini, kelak berdiri Cluster Setia Mekar Residence 2. Selain cluster, juga terdapat tiga bidang tanah lain yang dieksekusi, antara lain SHM 704, 706, dan 707.

(Sumber : Kompas.com)

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Nusron Sebut Penggusuran Cluster di Tambun Bekasi Tak Sesuai Prosedur