TRIBUNBEKASI.COM, BEKASI --- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Barat juga telah turun ke lokasi Kali Cilemahabang sekitar tiga pekan lalu dan mengambil sampel untuk uji laboratorium.
Juru Bicara DLH Kabupaten Bekasi, Dedy Kurniawan pada Minggu (10/8/2025) menyebutkan, hingga saat ini hasil uji laboratorium terhadap air Kali Cilemahabang yang dilakukan DLH Provinsi Jawa Barat belum diterima oleh DLH Kabupaten Bekasi.
“Saat mereka ke lapangan, kami mendampingi. Tapi sejauh ini belum ada tembusan hasil lab. Kami juga masih menunggu arahan dari DLH Provinsi,” kata Dedy Kurniawan.
Ia menyebutkan bahwa kasus pencemaran Kali Cilemahabang bukan hal baru. Sejak 2020 hingga 2021, kejadian serupa terus berulang.
Pihaknya menduga penurunan kualitas air kali tersebut dipicu oleh limbah rumah tangga yang dibuang tanpa pengolahan, terutama dari sektor perumahan dan UMKM.
“Ini baru dugaan sementara. Hampir sebulan setengah terakhir kita sudah memasuki musim kemarau, sehingga debit air di Kali Cilemahabang menurun drastis. Dampaknya, air menjadi lebih pekat dan padat,” ujar Dedy.
Baca juga: Minim Alat Bukti, Dinas LH Kabupaten Bekasi Kesulitan Tangkap Pelaku Buang Oli ke Kali Cilemahabang
Ia menjelaskan bahwa hulu Kali Cilemahabang berasal dari beberapa situ di perbatasan Kabupaten Bekasi dan Bogor, mengalir melalui Kecamatan Cibarusah hingga Cikarang Utara. Di sepanjang aliran tersebut terdapat banyak permukiman dan kawasan industri.
“Permasalahannya, dari ratusan saluran air yang berasal dari perumahan dan UMKM, hampir tidak ada yang melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Ini berbeda dengan sektor industri yang masih dalam pengawasan rutin kami,” jelasnya.
Limbah rumah tangga, terutama dari aktivitas dapur seperti bekas cucian dan sisa makanan, berkontribusi besar terhadap pencemaran.
“Detergen, sabun, minyak semua itu menghasilkan lemak yang mengendap di dasar sungai. Ketika air mengalir deras dan melewati titik turbulensi seperti pintu air, endapan ini teraduk dan menghasilkan busa,” tambahnya.
DLH Kabupaten Bekasi mengaku sudah berulang kali mencoba mencari solusi, termasuk memberi rekomendasi pembuatan IPAL mini untuk perumahan. Namun, keterbatasan lahan membuat usulan tersebut sulit direalisasikan.
“Rekomendasi sudah ada, bahkan desain IPAL mini sudah dibuat. Tapi kendala utama tetap pada sulitnya mencari lokasi pembangunan IPAL di area permukiman padat,” ungkap Dedy.
Minta ketegasan Dedi Mulyadi
Warga Kampung Tirta Agung, Desa Waluya, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi menanti ketegasan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi atas kondisi Kali Cilemahabang yang kerap alami pencemaran.
Terbaru pada pertengahan Juli 2025, Kali Cilemahabang kembali tercemar. Selain airnya selalu menghitam, juga mengeluarkan busa dan bau menyengat.
Kondisi emakin memprihatinkan akibat pencemaran yang terus berulang. Air sungai yang dulunya jernih kini berubah menjadi hitam, berbusa, dan mengeluarkan bau tak sedap.
Bahkan menurut warga, bau menyengat itu bisa tercium hingga ke permukiman yang jauh dari aliran kali.
“Udah sering kayak gini, paling kalau hujan turun aja airnya agak bening. Tapi kalau enggak hujan, ya hitam terus, malah lebih parah. Semoga Kang Dedi Mulyadi bisa tangani," kata Oles (55), warga setempat.
BERITA VIDEO : AIR KALI CILEMAHABANG MENGHITAM LAGI
Menurut Oles, pencemaran kali bukan persoalan baru. Warga sudah berulang kali menyampaikan keluhan ke pihak terkait, bahkan sempat melakukan aksi unjuk rasa di lokasi. Namun sampai saat ini belum ada respons yang berarti.
“Sudah sering disuarakan, malah sempat demo juga. Tapi ya apa boleh buat, enggak ada tanggapan. Mungkin kalau yang ngomong orang penting baru ditanggapi. Kita mah cuma warga biasa,” katanya.
Warga mengaku pasrah, meskipun dalam hati masih menyimpan harapan agar sungai bisa kembali bersih seperti dulu.
Oles mengenang masa ketika Kali Cilemahabang masih menjadi sumber kehidupan warga.
“Dulu mah asri, airnya jernih, banyak ikan. Kita bisa cari makan dari kali. Sekarang, boro-boro cari makan, mandi aja susah. Airnya bau dan kotor,” ujar Oles.
Pencemaran juga berdampak pada kesehatan masyarakat sekitar. Ia menyebutkan, warga kerap mengalami gangguan kulit seperti gatal-gatal akibat air yang tercemar.
“Iya, ngaruh ke badan. Airnya kotor, sampah banyak, jadi sering gatal-gatal,” tuturnya. (maz)