Berita Karawang
BPS Karawang Sebut 25 Desa Miskin Ekstrem, Plt Sekretaris Dinsos: Itu Bukan Data dari Kami
Danilaga mengutarakan, memang ada perbedaan data kemiskinan antara BPS dan Dinas Sosial melalui DTKS
Penulis: Muhammad Azzam | Editor: Dedy
TRIBUNBEKASI.COM, KARAWANG --- Badan Pusat Statistik (BPS) Karawang menyebut pihaknya tidak merinci soal kemiskinan ekstrem yang disebutkan ada di 25 desa.
Sebab, pihaknya hanya merinci data makro saja tidak sampai ke data mikro.
Menanggapi hal itu, Plt. Sekretaris Dinas Sosial Karawang Danilaga mengatakan pihaknya tidak pernah mengeluarkan pernyataan penduduk dengan kemiskinan ekstrem ada di 25 desa.
"Data tersebut diambil dari TKPKD (Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah). Tiap kabupaten kota ada tim itu. TKPKD itu yang menetapkan kaitan dengan kemiskinan ekstrem. Datanya diambil dari data kemiskinan dan komponen-komponen lainnya," katanya, pada Selasa (5/10/2021).
Baca juga: Angka Kemiskinan di Kabupaten Karawang Meningkat 8,26 Persen Selama Pandemi Corona
Baca juga: Asal Muasal Istilah Kemiskinan Ekstrem, Berikut Ini Penjelasan Lengkap Kepala BPS Kabupaten Karawang
Meski demikian, ia tidak menampik kalau Dinas Sosial Karawang jadi bagian dari TKPKD. Termasuk juga menyuplai data ke tim tersebut.
"Bukan Dinsos sendiri. Bappeda yang lebih dominan. Kami ada tim," imbuh dia.
Danilaga mengutarakan, memang ada perbedaan data kemiskinan antara BPS dan Dinas Sosial melalui DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial).
"Data awal di DTKS itu sumbernya dari Kementerian Sosial. Data dari Kementerian Sosial itu sumbernya dari data BPS per tahun 2015. Data itu oleh kami setiap tahun diverval (verifikasi dan validasi). Makanya data berubah-ubah dan terdapat perbedaan," sambungnya.
Menurutnya, perbedaan juga berasal dari kriteria rumah tangga miskin. Dalam hal ini, BPS punya 14 kriteria, sedangkan Dinas Sosial Karawang punya 11 kriteria. 11 kriteria ini berasal dari 14 kriteria yang ditetapkan BPS. Termasuk di antaranya jumlah penghasilan per individu per tahun, dan kepemilikan aset.
Selisih data antara Dinas Sosial dan BPS memang tidak terlalu jauh. Danilaga tidak menyebutkan berapa jumlah pastinya, ia hanya menyebut data penduduk miskin di Dinas Sosial lebih tinggi dari data milik BPS.
Dinas Sosial mengakui, DTKS tidak selalu valid. Alasannya, verifikasi dan validasi yang dilakukan oleh operator desa di tingkat desa, kelurahan, dan kecamatan tidak serentak.
"Memang verifikasi dan validasi sudah menjadi paket yang harus dilakukan desa dan kelurahan. Mereka yang melakukan perbaikan data itu. Namun tergantung keaktifan mereka. Ada yang secara realtime melakukan perubahan, ada yang tidak. Ada yang aktif, ada yang kurang aktif, itu yang mempengaruhi kondisi data secara keseluruhan," paparnya.
Kepala BPS Karawang, Budi Cahyono menjelaskan data akhir yang dirilis itu merupakan data dari Pemerintah Pusat, dalam hal ini BPS Pusat.
BPS Karawang hanya melakukan pendataan serta sampling soal data kemiskinan di wilayah Karawang.
"Jadi tugas kami di Karawang, hanya melakukan pendataan dan survei secara sampling di Karawang. Hasil itu kami serahkan ke Provinsi diteruskan ke pusat, jadi hasil akhir itu dari pusat," kata Budi, saat ditemui awak media di Kantor BPS Karawang, pada Senin (4/10/2021).
Budi mengungkapkan pihaknya melakukan sampling random terhadap 10.040 warga Karawang. Data warga itu berdasarkan dari data sampel buat sensus (DSBS).
Pihaknya melakukan pendataan mengenai pendapatan warga Karawang, per bulan hingga per hari.
"Dari hasil sampling itu kita serahkan ke BPS Provinsi dan diteruskan ke Pusat. Dari situ muncul data kemiskinan per provinsi dan kabupaten," imbuh dia.
Adapun kemiskinan ekstream itu diukur menggunakan 'absolute poverty measure' yang konsisten antar negara dan antar waktu.
Miskin ekstream didefinisikan sebagai kondisi dimana kesejahteraan masyarakat berada di bawah garis kemiskinan ekstream- setara dengan USD 1,9 PPP (pendapatan per kapita) atau Rp 11.941,1.
Skema perhitungan itu berdasarkan dari Word Bank atau Bank Dunia. Dari situ didapatkan tingkat kemiskinan ekstream tahun 2021 sebesar 4 persen di tingkat nasional.
"Untuk data akhir itu pemerintah pusat atau BPS Pusat," ucapnya.
Berdasarkan data BPS kemiskinan ekstream di Provinsi Jawa Barat paling tertinggi dengan 1.785,6 atau 3,6 persen dari total jumlah penduduk.
Kemudian Provinsi Jawa Timur sebanyak 1.747,0 atau 4,4 persen dan Jawa Tengah 1.527,6 atau 4,4 persen dari total jumlah penduduk.
"Terbesar di tiga daerah itu walaupun secara persentase kecil tapi kan jumlah penduduknya banyak," imbuh dia.
Budi menegaskan pihaknya hanya mengeluarkan data secara makro saja. Untuk data mikro hingga disebutkan secara rinci 25 desa masuk kemiskinan ekstrem bukan dari BPS.
"Kami data makro, bukan dari kami yang 25 desa itu. Untuk mikro itu mungkin peranan statistik sektoral. Seperti dinas-dinas atau instansi lain," kata dia.