Kasus Dugaan Suap Pajak, Kuasa Hukum Angin Prayitno Aji Mengaku Ada Fakta Diputarbalikkan, Apa Itu?

Angin Prayitno Aji menjalani sidang kasus dugaan suap pengurusan nilai pajak sejumlah perusahaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Penulis: Panji Baskhara | Editor: Panji Baskhara
Tribunnews.com/Irwan Rismawan
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak (2016-2019), Angin Prayitno Aji mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan, Selasa (4/5/2021). Angin Prayitno Aji bersama Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak, Dadan Ramdani diduga menerima suap untuk merekayasa jumlah pajak dari sejumlah perusahaan di antaranya PT Jhonlin Baratama (JB) Tanah Bumbu Kalimantan Selatan (milik Haji Isam), PT Gunung Madu Plantations (GMP) Lampung, dan Bank Panin Indonesia (BPI), terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. 

"Jika Penuntut Umum menganggap penukaran uang sebesar Rp 3,049 miliar jadi 227.100 dolar AS sebagai bagian dari tindak pidana yang dituduhkan,"

"Maka berarti Penuntut Umum mengingkari Dakwaan dan Tuntutannya sendiri dan secara implisit mengakui dakwaannya tidak terbukti," jelas Syaefullah.

Angin Prayitno juga mengatakan jaksa tetap gagal membuktikan adanya suap dari Veronika Lindawati Bank Panin.

Jaksa diketahui persoalkan kedatangan Veronika pada 15 Oktober 2018 dan mengaitkannya dengan initial finding Rp 900 miliar yang dinegosiasikan.

Kubu Angin Prayitno Aji menduga jaksa ingin menyatakan kedatangan Veronika sebelumnya pada 24 Juli 2018 guna menegosiasikan nilai pajak dari Rp900 miliar ke Rp300 miliar.

Tapi menurut Syaefullah, dugaan penuntut umum tak logis karena Veronika seharusnya mendatangi DJP sebelum nilai pajak ditetapkan dalam SPHP agar angka tersebut berubah.

"Tetapi fakta hukum membuktikan bahwa Veronika Lindawati mendatangi DJP pada tanggal 24 Juli 2018, sehari setelah SPHP ditetapkan pada tanggal 23 Juli 2018."

"Nilai pajak dalam SPHP sebesar Rp. 303 miliar bahkan bertambah menjadi Rp 307 miliar pada saat SKP terbit," katanya.

"Di sinilah logical fallacy Penuntut Umum dalam mengurai perkara ini. Dalam Repliknya, Penuntut Umum sama sekali tidak membahas pertemuan tanggal 24 Juli 2018," sambung Syaefullah.

Atas penjabaran duplik ini, kubu Angin Prayitno minta majelis hakim menolak replik jaksa karena hanya didasarkan pada asumsi dan imajinasi semata.

Majelis hakim juga diminta menjatuhkan putusan dengan menyatakan Angin Prayitno tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana Pasal 11 dan Pasal 12 huruf A UU Tipikor.

"Membebaskan terdakwa I Angin Prayitno Aji dari segala dakwaan atau setidak-tidaknya melepaskan dari segala tuntutan hukum," pungkas Syaefullah.

Jaksa KPK Dakwa 2 Mantan Pegawai Pajak Terima Suap Rp15 M dan 4 Juta Dolar Singapura

Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa dua mantan tim pemeriksa pajak pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Antara lain Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak, yang diketahui menerima suap sebesar Rp15 miliar dan 4 juta dolar Singapura.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved