Berita Bekasi
Baru Umur 11 Tahun, Bocah Babelan ini Bobotnya 115 Kilogram
Untuk mengalihkan perhatiannya yang kala itu ketagihan susu, orangtuanya memberikan berbagai macam jajanan kepada Rafka Adiputra.
Penulis: Rangga Baskoro | Editor: Ichwan Chasani
TRIBUNBEKASI.COM, BABELAN — Rafka Adiputra, seorang anak asal Kampung Blendung, Desa Kedung Pengawas, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.
Meski usianya saat ini baru 11 tahun, namun berat badan Rafka Adiputra telah mencapai 115 kilogram.
Ibu Rafia, Punih (50) mengatakan saat dilahirkan, anaknya telah memiliki berat 4,2 kilogram. Seiring berjalanan waktu, pertumbuhan Rafka malah mengalami penyusutan.
"Pas awal lahir beratnya 4,2 kilogram. Usia tiga bulan turun, malah jadi 1,5 kilogram, terus saya kontrol ke puskesmas," kata Putih saat dikonfirmasi, Jumat (11/3/2022).
Petugas Puskesmas kemudian memberikan susu kepada Punih dengan maksud menaikkan berat badan Rafka Adiputra yang dinilai kekurangan gizi.
Baca juga: Selesai Operasi di RS Polri Kramat Jati Bocah Penderita Tumor di Kaki Asal Rembang Jalani Kemoterapi
Setelah mengonsumsi susu pemberian petugas Puskesmas, berat badan Rafka Adiputra mengalami kenaikan yang signifikan.
"Setelah susunya diminum, umur dua tahun jadi 12 kilogram. Terus saya berhentiin susunya karena sudah normal berar badannya," ujarnya.
Namun setelah Punih menghentikan anaknya mengonsumsi susu, nafsu makan Rafka Adiputra justru semakin meningkat.
Untuk mengalihkan perhatiannya yang kala itu ketagihan susu, orangtuanya memberikan berbagai macam jajanan kepada Rafka Adiputra.
Ayah Rafka Adiputra , Samin (49) mengungkapkan keinginan Rafka Adiputra mengunyah makanan sangat sulit untuk tak dipenuhi.
• Dicekoki Minuman Keras, Bocah Perempuan Berusia Tujuh Tahun Dirudapaksa di Lokasi Proyek Perumahan
Apabila tak dituruti, Rafka Adiputra kecil kerap menangis sehingga ia terpaksa menuruti kemauannya.
"Ya kalau enggak dibeliin jajanan nangis. Apa aja dimakan, kebanyakan jajanan," kata Samin.
Ada pun jenis makanan yang dimakan Rafka Adiputra saat itu mulai dari mie instan, es, camilan serta makanan ringan lainnya. Hal itu dilakukannya berulang-ulang dalam sehari.
"Hobi jajan, yang dikonsumsi yaitu mie, es dan ciki, cemilan, makan mie bisa lima kali, lebih banyak es. Enggak berhenti-berhenti, lagi tidur juga makan aja maunya, sambil merem sambil ngunyah," ujarnya.
Hingga kini, berat badannya pun telah mencapai 115 kilogram. Hal tersebut menyebabkan Rafka Adiputra kesulitan menjalani aktivitas sehari-hari.
• Badai Puting Beliung Merusak Rumah Warga di Babelan, Mastuti Menjerit Takut Anaknya Terbawa Angin
"Ya karena badannya gede, jadi susah gerak-gerak. Jadi keseringan selonjoran aja," kata Samin.
Akar Penyakit Lain
Diberiakan sebelumnya, di zaman modern ini ternyata penyakit tidak hanya disebabkan kuman, virus, atau bakteri, sebab gaya hidup pun bisa menimbulkan penyakit. Salah satunya adalah obesitas.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sebagaimana dilansir oleh laman resmi kementerian itu, menyebutkan bahwa bbesitas adalah suatu kelainan atau penyakit.
Penyakit ini ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh yang berlebihan.
Alasan kuat Kementerian Kesehatan memasukkan obesitas sebagai penyakit adalah, kondisi ini menjadi akar dari munculnya penyakit-penyakit lain.
Penyebab obesitas
Bahkan obesitas bisa terjadi kepada anak, dan akibatnya anak tersebut rentan terhadap berbagai penyakit yang sulit dikelola.
Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak.
Gejala obesitas
Perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Winra Pratita M Ked (Ped) SpA mengatakan, gejala klinis pada anak obesitas dilihat dari wajah membulat, pipi tembem, dagu rangkap, di leher tampak pendek, terdapat acanthosis nigricans (bercak kehitaman di belakang leher).
Kemudian di dadanya terlihat membusung dengan payudara membesar dan napas berbunyi (mengi). Di bagian perut terlihat membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat.
"Pada ekstremitas sering juga tungkai berbentuk X akibat kenaikan berat badan yang sangat berlebihan dalam waktu yang singkat. Kemudian gerakan panggul terbatas, dan pada sistem reproduksi laki-laki penis tampak kecil," katanya pada konferensi pers secara virtual di Jakarta, Rabu (2/3).
Namun untuk kesimpulan lebih tepatnya diperlukan pemeriksaan antropometri, mencakup berat badan, panjang badan atau tinggi badan, dan indeks massa tubuh.
Komplikasi
Selain gejala klinis, obesitas di anak bisa menyebabkan komplikasi mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Dari kepala, sang anak kemungkinan cepat depresi, dan percaya diri rendah akibat obesitas.
Kemudian di bagian paru-paru, anak kemungkinan bisa mengalami asma atau sleep apnea pada saat tidur. Sleep apnea merupakan gangguan tidur yang menyebabkan pernapasan seseorang berhenti sementara selama beberapa kali. Hal ini bisa ditandai dengan mengorok saat tidur.
Di bagian jantung kemungkinan bisa terjadi kelainan jantung, atau kolesterolnya tinggi, atau bisa juga peningkatan tekanan darah.
Sementara di bagian hati terjadi perlemakan, dan di perut anak bisa mengalami gerd.
Selanjutnya di pankreas bisa berisiko diabetes tipe 2, dan lutut bisa terjadi artritis atau nyeri pada sendi.
"Dan bisa juga kakinya bengkok akibat penimbunan berat badan yang sangat masif dalam waktu yang sangat singkat. Tak hanya itu, bagian reproduksinya biasanya kalau anak perempuan bisa jadi menstruasinya tidak teratur atau mungkin lebih cepat daripada kawan-kawannya. Itu yang harus kita hindari," kata dr Winra.
Pencegahan obesitas
Untuk pencegahannya, lanjut dr Winra, bisa dimulai sejak dini, yakni memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi 0-12 bulan secara eksklusif selama 6 bulan.
Kemudian setelah usia 6 bulan anak diberikan MPASI dengan cara yang benar.
Orangtua didorong untuk menawarkan makanan baru secara berulang, untuk menghindari minuman manis.
Pada bayi 12-24 bulan ibu harus mencegah anak dari minuman manis, hindari konsumsi jus dan kental manis yang berlebihan.
Setiap anggota keluarga harus dibiasakan makan bersama di meja makan, kemudian televisi dimatikan selama proses makan.
"'Yang harus diperhatikan, orangtua tidak boleh membatasi jumlah makan tapi memastikan bahwa makanan yang tersedia sehat serta disertai buah dan sayuran. Makanan selingan hanya diberikan sebanyak 2 kali, dan hanya menawarkan air putih bila haus bukan minuman manis," ucap dr. Winra
Baca juga: Ayah Ibu, Obesitas kini Digolongkan sebagai Penyakit dan Bisa Menimpa Anak Lho, Begini Pencegahannya
Selanjutnya, anak tidak boleh diberikan makanan berkalori tinggi sebagai camilan, anak juga harus mempunyai kesempatan aktif secara fisik untuk bermain di luar rumah.
Orangtua juga harus membatasi anak nonton TV, dengan tidak meletakkan televisi di kamar tidur anak.
Selain itu, orangtua juga harus menjadi model percontohan untuk selektif dalam menentukan makanan yang dikonsumsi oleh anak.
"Hargai selera makan anak, jadi anak harus diberi makanan sesuai rasa lapar dan rasa kenyang anak. Tidak memaksakan harus habis satu porsi," tandas dr Winra. (TribunBekasi.com/Rangga Baskoro/AC Pingkan Ulaan/Kementerian Kesehatan)