Berita Nasional
Larangan Ekspor Minyak Sawit Mentah di Indonesia Bikin Pasar Minyak Nabati Dunia Mendadak Bergejolak
Mendadak pasar minyak nabati dunia bergejolak setelah pemerintah Indonesia umumkan larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) ke luar negeri.
TRIBUNBEKASI.COM - Mendadak pasar minyak nabati dunia bergejolak.
Gejolak pasar minyak nabati dunia ini terjadi setelah pemerintah Indonesia umumkan larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) ke luar negeri.
Larangan ekspor minyak goreng dan bahan baku ini terjadi di tengah tingginya harga CPO di pasar internasional.
Harga CPO di pasar internasional telah mencapai rekor harga tertinggi tahun ini.
Baca juga: Larangan Ekspor Minyak Goreng dan Bahan Baku, Ekonom CELIOS: Diprotes Calon Pembeli Luar Negeri
Baca juga: Kebijakan Larangan Ekspor Minyak Goreng dan Bahan Baku, Tiga Negara Ini Ternyata Terkena Dampaknya
Baca juga: Larangan Ekspor Minyak Goreng dan Bahan Baku, Anggota Komisi VI DPR RI: Saya Kira Perlu Diapresiasi
Keputusan Indonesia melarang ekspor CPO memicu kekhawatiran importir utama minyak kelapa sawit dunia.
Minyak kelapa sawit ialah minyak nabati paling banyak digunakan di dunia, termasuk pembuatan produk makanan seperti biskuit, cokelat, pembuatan margarin, hingga deterjen.
Minyak kelapa sawit juga dikenal sebagai minyak nabati paling banyak diproduksi, dikonsumsi dan diperdagangkan di pasar global.
Minyak kelapa sawit telah menyumbang sekitar 40 persen, dari pasokan empat minyak nabati paling populer.
Yaitu minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak canola dan minyak biji bunga matahari.
Berikut ini rincian mengenai pasar minyak nabati dunia menurut Reuters:
Minyak Kelapa Sawit
Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) mengungkapkan sekitar 77 juta ton minyak sawit diharapkan akan diproduksi tahun ini.
Indonesia sendiri merupakan produsen, eksportir dan konsumen utama minyak kelapa sawit, yang telah menyumbang sekitar 60 persen dari total pasokan.
Pemasok kedua minyak kelapa sawit terbesar yaitu Malaysia, telah menyumbang sekitar 25 persen dari pangsa pasar global.
Sementara itu, India adalah importir utama minyak kelapa sawit. Importir utama lainnya yaitu China, Pakistan, Bangladesh, Mesir dan Kenya.
Menurut data USDA, minyak sawit menyumbang sekitar 40 persen dari konsumsi minyak nabati di India.
Impor minyak sawit di India diperkirakan akan turun tahun ini, menyusul kebijakan perdagangan Indonesia yang akan batasi ekspor minyak kelapa sawit, yang disebabkan harga minyak nabati yang tinggi dan faktor lainnya.
Produk minyak sawit global pada tahun 2020 dan 2021 merosot, akibat menurunnya jumlah tenaga kerja migran di perkebunan di seluruh Asia Tenggara.
Sebelumnya, Indonesia telah batasi ekspor minyak nabati, sejak akhir Januari hingga pertengahan Maret untuk mencoba mengendalikan harga minyak goreng domestik.
Minyak Nabati Lainnya
Sementara itu, minyak kedelai adalah minyak nabati kedua yang paling banyak diproduksi.
Sekitar 59 juta ton minyak kedelai diharapkan dapat diproduksi tahun ini.
China merupakan produsen terbesar minyak kedelai, dengan memproduksi sekitar 15,95 juta ton minyak kedelai.
Kemudian disusul Amerika dengan 11,9 juta ton minyak kedelai, Brasil 9 juta ton minyak kedelai, dan Argentina sebanyak 7,9 juta ton.
Harga minyak kedelai global juga dilaporkan telah melambung ke rekor tertinggi, di tengah kekhawatiran atas keputusan Indonesia untuk melarang ekspor minyak kelapa sawit.
Argentina sebagai pengekspor kedelai utama, diprediksi tahun ini akan alami penurunan ekspor minyak kedelai, menyusul akhir musim tanam kedelai yang buruk.
Negara ini sempat menghentikan penjualan minyak kedelai ke luar negeri pada pertengahan Maret lalu.
Penghentian dilakukan sebelum akhirnya menaikan tarif pajak ekspor minyak kedelai menjadi 33 persen.
Upaya ini diyakini dapat menekan inflasi domestik.
Menurut USDA, Brasil dan Amerika Serikat adalah eksportir terbesar berikutnya.
Diperkirakan lebih banyak pabrik penghancur kedelai akan dibuka di tahun-tahun mendatang di AS.
Hal itu akibat meningkatnya permintaan untuk menggunakan minyak kedelai untuk bahan bakar hayati (biofuel).
Namun kemungkinan AS tidak dapat meningkatkan kapasitas dan memenuhi permintaan minyak kedelai untuk waktu dekat.
Untuk minyak nabati lainnya, minyak canola, USDA perkirakan tahun ini akan diproduksi 29 juta ton, terutama di wilayah Eropa, Kanada dan China.
Tahun lalu, kekeringan memangkas panen canola di Kanada.
Sedangkan Eropa juga dihadapkan pada masalah kerusakan tanaman, yang buat pasokan minyak canola untuk tahun ini berkurang.
Asosiasi Pengolah Biji Minyak Kanada akui, tahun lalu Kanada mengekspor sekitar 75 persen dari minyak canola.
Dimana minyak cola yang digunakan dalam makanan dan bahan bakar.
Kemudian diikuti Amerika Serikat sebesar 62 persen, dan 25 persen diisi oleh minyak canola dari China.
Sementara itu, dua negara yang saat ini sedang terlibat konflik yaitu Rusia dan Ukraina, telah menyumbang sekitar 55 persen dari produksi minyak biji matahari global, dan memenuhi sekitar 76 persen dari ekspor dunia.
Sayangnya sejak invasi Rusia ke Ukraina terjadi, pengiriman minyak biji matahari dari wilayah itu telah merosot dan produksi minyak biji matahari di Ukraina tahun ini diprediksi akan terganggu.
Importir utama minyak biji matahari, yaitu China, India dan Eropa, dikabarkan mulai berebut untuk menemukan minyak alternatif, yang dapat menggantikan pasokan yang hilang dari dua negara tersebut.
Lebih dari 90 persen minyak biji bunga matahari impor India, berasal dari Ukraina dan Rusia.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Pasar Minyak Nabati Dunia Bergejolak Setelah Indonesia Larang Ekspor CPO"