Tragedi Kanjuruhan
Para Pemain Arema FC Trauma Berat, Tak Bisa Tidur, dan Menyalahkan Diri Sendiri
Para pemain Arema FC mengalami trauma akibat kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, dan menyalahkan diri sendiri.
TRIBUNBEKASI.COM, MALANG -- Para pemain Arema FC belum bisa melupakan kengerian yang mereka alami saat kerusuhan di Stadion Kanjuruhan terjadi, Sabtu (1/10).
Sebagaimana dilansir Surya Malang, suasana mencekam dan menakutkan Tragedi Kanjuruhan itu masih menghantui para pemain Singo Edan, julukan bagi skuad Arema FC.
Maklum, mereka berada di tengah-tengah tempat kejadian, dan bisa dibilang mereka adalah sasaran kemarahan para suporter setelah kekalahan 2-3 dari Persebaya Surabaya.
Apalagi ada sejumlah pemain yang menyaksikan para korban tewas di hadapan mereka, sehingga tak sedikit pemain trauma dan tak bisa tidur, serta menyalahkan diri sendiri.
Surya Malang merangkum kisah trauma para penggawa Singo Edan tersebut:
1. Kisah Kiper Arema FC Gotong Aremania dari tribun
Teguh Amiruddin, Kiper Arema FC, bercerita betapa mengerikannya peristiwa malam itu.
Dia dan rekan-rekannya pemain Arema ikut membantu menggotong para korban dari tribun, sehingga mau tak mau menyaksikan Aremania mengembuskan napas terakhir.
Malam itu pertandingan antara Arema Vs Persebaya selesai sekitar pukul 22.10 WIB.
Teguh Amiruddin mengungkapkan, sorak-sorai penonton seketika berubah jadi jerit tangis. Tubuh-tubuh suporter tergeletak dan berjejer.
Tenaga kesehatan khusus mulai kewalahan menangani korban yang jumlahnya terus bertambah.
Melihat hal itu, para pemain Arema FC, termasuk Teguh Amiruddin membuka pintu ruang ganti pemain sebagai tempat evakuasi, sebab sudah kehabisan tempat yang bisa digunakan akibat terlalu banyak korban.
"Akhirnya pemain sepakat membuka pintu pemain. Apalagi saat melihat keluar ruangan, sudah terlihat banyak korban berjejer," ungkap Teguh Amiruddin via telepon pada Kompas.com, Senin (3/10).
Melihat pemandangan di depan mata, perasaan para pemain Arema FC, termasuk Teguh Amiruddin menjadi kalut.
Teguh Amiruddin melihat Aremania menggotong seorang korban di tribun dan langsung turun tangan membantu.
"Saat itu saya dan dua pemain keluar ruangan, melihat Aremania menggotong korban dari tribun. Kami bergabung (menggotong) dan saya minta untuk langsung dimasukkan ke ruang ganti," ujarnya.
Teguh Amiruddin menyatakan tidak mengenal orang yang tubuhnya dia angkat, sebab tak ada satu pun petunjuk identitas.
Namun yang pasti, kata Teguh, pada saat digotong mulut korban masih bergetar.
"Tapi saat kami letakkan di lantai berselang beberapa menit, sudah tidak ada lagi getaran mulutnya. Setelah kami cek urat nadi di leher dan tangannya sudah tidak lagi berdetak. Kakinya pun berubah menjadi dingin," ujar Teguh Amiruddin lirih.
Teguh Amiruddin mengatakan, kurang lebih ada 10 korban yang dievakuasi ke ruang ganti pemain.
Namun dari 10 orang tersebut, empat di antaranya meninggal dunia.
"Akhirnya setelah beberapa waktu, korban-korban itu kemudian dievakuasi oleh jajaran kepolisian ke rumah sakit," katanya.
Menurut Teguh Amiruddin, saat itu dia bersama pemain yang lain masih tertahan di ruang ganti hingga pukul 04.00.
Hal itu karena manajemen menginstruksikan pemain jangan pulang terlebih dahulu dengan alasan keamanan.
"Karena kan situasi tidak kondusif saat itu. Banyak Aremania dan korban yang dievakuasi di ruang utama stadion, yang berada tepat di depan ruang ganti kami," ujar dia.
2. Para pemain Arema FC menyesal kalah
Laras Carissa, istri dari Muhammad Rafli gelandang serang Arema FC, mengungkapkan di media sosialnya bahwa para pemain Arema menyesal kalah dalam pertandingan kontra Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10) malam.
Setidaknya Muhammad Rafli mengalami perasaan tersebut.
Sebagai informasi, pertandingan Arema vs Persebaya tersebut berakhir dengan skor 2-3.
Kekalahan itu lantas membuat sejumlah suporter kecewa dan memutuskan masuk ke lapangan setelah pertandingan berakhir. Dari situ situasinya kian memanas sehingga Tragedi Kanjuruhan ini terjadi.
Melalui akun Instagram pribadinya, Laras Carissa mengungkapkan kondisi Rafli dan pemain Arema FC lainnya.
"Di saat semua memperdebatkan siapa yang salah, ada pemain yang diam-diam merasa bersalah," tulis Laras Carissa di instagram pribadinya
Dia mengungkapkan para pemain Arema FC terus terngiang-ngiang dengan kekalahan itu, dan berandai-andai memenangi laga itu, sehingga Tragedi Kanjuruhan tidak terjadi dan para Aremania yang tewas masih berada bersama keluarganya.
"Kalau saja kemarin kami menang, pasti hal ini tidak terjadi dan tidak akan ada korban jiwa. Pernyataan yang terus terulang di otak kami," tulis Laras Carissa menyampaikan penyesalan suaminya.
"Ada sejumlah pemain yang tidak bisa tidur, tidak nafsu makan, terus terusan menangis, dan tidak bisa beraktivitas karena perasaan bersalah yang menghantui," tulis Laras lagi
"Menyaksikan puluhan hingga ratusan korban jiwa bergelatakan di stadion pasti sangat traumatis. Beberapa dari kami pun ikut bantu evakuasi, tetapi rasa bersalah dari kami tidak berhenti membumbui pikiran hingga perasaan hancur lebur."
"Tidak ada yang mengharapkan kekalahan, namun lagi dan lagi tidak ada sepak bola seharga nyawa manusia. Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya, semoga korban tenang di sisi Allah, dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan," tulis Laras Carissa.
Artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com dengan judul "Tak Hanya Suporter, Kengerian Tragedi Arema Juga Dirasa Pemain: Ikut Gotong Korban Tewas dan Trauma".