Bencana alam
Gempa Bumi Cianjur: Apih Masih Trauma karena Lihat Rumah Tetangga Terangkat dan Terjungkal
Apihbadi (62) warga Kampung Cisarua, Desa Sarampad, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, masih trauma akibat gempa bumi Cianjur
Penulis: Hironimus Rama | Editor: AC Pinkan Ulaan
TRIBUNNBEKASI.COM, CIANJUR - Gempa bumi berkekuatan M5,6 yang terjadi pada Senin (21/11) siang di wilayah Kabupaten Cianjur, meninggalkan trauma mendalam bagi masyarakat Cianjur
Badri (62) duduk diam di depan rumahnya di Kampung Cisarua, Desa Sarampad, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur pada Sabtu (26/11).
Wajah pria yang juga dikenal sebagai Apihbadi ini tampak murung dan sedih.
Tatapannya kosong melihat reruntuhan bangunan di depan rumahnya, yang rusak akibat gempa bumi pada Senin lalu itu.
Kepada Hironimus Rama, reporter Warta Kota, pria yang biasa disapa Apih ini bercerita kejadian pada hari itu, yang membuat dirinya terguncang sampai saat ini.
Seperti kiamat
"Saya lagi berbaring karena sakit, badan agak meriang. Tiba-tiba datang bencana, gempa menggoyang rumah kami," kata Apih..
Spontan dia pun lari keluar rumah, dan hampir terjungkal karena menabrak tembok, akibat panik saat berusaha menyelamatkan diri.
"Goyangan gempa hanya beberapa detik tetapi sangat kuat. Semua perabotan di rumah jatuh. Saya merasa seperti kiamat saja," ujarnya.
Setelah selamat sampai di halaman rumah, Apih menyelamatkan istrinya yang terkena material bangunan yang jatuh dari dapur rumahnya.
Apih lalu berkumpul bersama istri, anak dan cucunya di halaman depan rumah.
Gedung pesantren rubuh
Sesaat kemudian dia melihat bangunan dua lantai Pesantren Almubarok yang berada di depan rumahnya rubuh.
"Ada santriwati yang minta tolong, lalu saya pergi menyelamatkan satu santriwati yang pingsan di pesantren tersebut," ucapnya.
Semua santriwati di pesantren tersebut, kata Apih, selamat dari bangunan yang ambruk itu.
"Alhamdulilah, mungkin karena karunia Allah semua santriwati selamat. Tidak ada yang cacat, hanya ada satu yang pingsan, kaget kali ya," katanya.

Rumah terjungkal
Belum hilang rasa keterkejutan melihat pesantren ambruk, Apih melihat pemandangan lebih dramatis lagi.
Dia menyaksikan rumah tetangganya yang berada di sebelah Pesantren Almubarok terangkat fondasinya, sehingga bangunan dua lantai itu pun miring ke belakang tanpa ada kerusakan berarti.
"Saya jadi tegang, saya shock. Apa ini benar atau mimpi? Saya lihat rumah kok terangkat ke atas," tuturnya.
Hingga saat ini Apih mengaku masih merasa shock dan trauma.
"Saya tidak bisa tidur dan tidak bisa makan. Baju juga belum diganti. Saya bahkan tidak berani masuk rumah, walaupun dekat posko pengungsian," ungkapnya.
Sebagai informasi, saat ini Apih mengungsi ke tenda pengungsian dan belum berani kembali ke rumah.
Semua barang-barang perabot rumahnya hancur.
"Saya masih trauma, tetapi alhamdulilah masih selamat," tambahnya.
Bantuan Pemerintah
Sejak mengungsi pada hari Senin itu, dia mengatakan semua barang kebutuhan di Posko Pengungsian tercukupi, baik makanan, pakaian, selimut, dan kebutuhan lainnya.
"Di posko pengungsian kita bisa berkumpul bersama sambil menghibur diri, dan melakukan wasilah kenapa bisa sampai begini," ujarnya.
Dia berharap ada bantuan Pemerintah untuk memperbaiki rumahnya yang rusak sedang.
"Kalau ada bantuan Pemerintah, alhamdulilah. Semoga bisa perbaik rumah dan tetap tinggal di sini. Tetapi cucu saya tidak mau lagi tinggal di sini, dia masih trauma," tandas Apih.
Bangun tenda sendiri
Ribuan warga di Desa Sarampad, Kecamatan Cugenang mengungsi ke tenda darurat akibat gempa 5,6 magnitudo yang menghantam Kabupaten Cianjur pada Senin (21/11/2022).
Para pengungsi ini tersebar di 136 posko pengungsian yang berada di Kampung Cisarua, Kampung Salakawung, Kampung Sarampad, Kampung Sukawarna dan Kampung Jamaras.
Selain takut gempa susulan, para pengungsi tinggal di tenda darurat karena kondisi rumah mereka yang rusak karena guncangan gempa bumi.
Kepala Desa Sarampad, Dudu Abdurajab, mengatakan, sekitar 50 persen rumah di Desa Samarad mengalami rusak berat.
"Kerusakan terparah ada di Kampung Sarampad, sekitar 80 persen rumah warga rusak berat. Sementara di Kampung Cisarua 40 persen rusak berat dan Kampung Salakawung 40 persen yang rusak berat," kata Dudu di Sarampad, Sabtu (25/11/2022).
Meskipun 136 posko pengungsian telah berdiri di Desa Sarampad, namun masih banyak warga yang mengeluhkan kurangnya tenda untuk tempat tinggal sementara.
Bahkan banyak warga yang membangun tenda sendiri di bekas reruntuhan atau pun di daerah persawahan.
Salah satunya Nyang (62), warga Kampung Sarampad.
Saat ditemui Hironimus Rama, reporter Warta Kota, pada Sabtu (26/11/2022) sore, Nyang sedang sibuk membuat tenda sederhana di bagian depan reruntuhan rumahnya yang rata dengan tanah.
Dia mengaku tidak kerasan tinggal di tenda pengungsian Posko 5 Desa Sarampad yang lokasinya tak jauh dari reruntuhan tempat tinggalnya.
"Beberapa hari ini kami sekeluarga mengungsi ke Posko 5. Tetapi saya tidak betah karena terlalu banyak orang," kata Nyang.
Meskipun sudah selesai membuat rangka tenda di depan reruntuhan rumahnya, Nyang mengaku belum memiliki terpal sebagai penutup bagian atasnya.
"Terpal belum ada, lagi dicari. Semoga besok ada yang menyumbangkan," tuturnya.
Butuh uang
Selain terpal, dia mengaku membutuhkan bahan makanan dan pakaian untuk keluarganya dan para pengungsi di Desa Sarampad.
"Kami masih membutuhkan makanan, pakaian dan uang," ucap Nyang.
Dia berharap Presiden Jokowi menepati janjinya untuk memberi sumbangan perbaikan rumah warga.
"Waktu kunjungan di Kecamatan Cugenang, Presiden Jokowi janjikan bantuan Rp 50 juta untuk rumah rusak berat, Rp 25 juta untuk rusak sedang dan Rp 10 juta rusak ringan. Kami berharap janji ini ditepati nanti," harap Nyang.
Baca berita Tribunbekasi.com lainnya di Google News