Wawancara Ekslusif
Strategi dan Kebijakan Universitas Indonesia Mantapkan Diri Menjadi Entrepreneurial University
Universitas Indonesia mantapkan diri menjadi entrepreneurial university. Ini strategi dan kebijakan yang dilakukan UI.
Penulis: Hironimus Rama | Editor: Dodi Hasanuddin
Dies Natalis Ke-73 Universitas Indonesia
TRIBUNBEKASI.COM, DEPOK - Strategi dan kebijakan Universitas Indonesia mantapkan diri menjadi entrepreneurial university.
Universitas Indonesia (UI) berupaya memantapkan diri sebagai advokator dalam penyelesaian masalah dan tantangan nasional maupun global, serta menjadi 5 besar perguruan tinggi di Asia Tenggara.
Pada Januari 2023, UI masuk dalam daftar Top 10 Perguruan Tinggi Terbaik se-Asia Tenggara berdasarkan The "Webometrics Ranking of World Universities" edisi Januari 2023.
UI pun mencapai peningkatan yang luar biasa di level dunia, yaitu melesat naik 26 peringkat dari tahun lalu (tahun 2022 berada di level 577).
Hal ini menjadi kado manis UI yang berulang tahun ke-73 pada 2 Februari 2023.
UI saat ini mengukuhkan diri sebagai Entrepreneurial University. Sebab, UI dapat memajukan sains, menemukan teknologi baru, dan menggerakkan pasar serta industri baru.
Tak hanya itu, UI juga menghasilkan inovasi yang disitasi oleh peneliti lain di dunia dan industri.
Nah, seperti apa kiprah UI untuk mengukuhkan diri sebagai entrepreneurial university?
Simak wawancara Warta Kota dengan Sekretaris Universitas Indonesia dr. Agustin Kusumayati, M.Sc., Ph.D.
Apa saja yang telah diwujudkan UI sehingga dapat menjadi entrepreneurial university?
Baik, semangat untuk menjadi entrepreneurial university ini salah satunya dipicu oleh situasi pandemi Covid-19. Saat itu keadaan serba susah, ekonomi terpukul, dan masyarakat juga terpukul.
Otomatis perhatian pemerintah tertuju kepada masyarakat sehingga alokasi anggaran untuk perguruan tinggi juga berkurang. Anggaran hanya diberikan hanya untuk pelayanan dasar saja agar bisa bertahan hidup, tidak untuk hal-hal lain seperti inovasi.
Sementara di sisi lain UI tetap harus berkembang dan menjaga reputasinya, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di kalangan global. Di situlah kita melihat bahwa Universitas Indonesia harus mampu lebih mandiri.
Selama ini UI sudah berupaya mandiri, tetapi dorongan untuk kemandirian ini sangat kuat saat pandemi Covid-19. Lalu, bagaimana caranya mandiri? Salah satunya cara dengan menjadi entrepreurial university.
Baca juga: Universitas Indonesia Terima Donasi Ambulans dari ILUNI FEUI 83. Apa Kata Rektor UI
Apa maksudnya entreprenerial university? Selain melakukan tugas utama tri dharma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, UI mengarahkan kegiatan-kegiatan tersebut agar bisa menghasilkan pendapatan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, termasuk para mahasiswa.
Pandemi Covid-19 juga mengajarkan bahwa kita masih kurang mandiri. Bikin masker saja tidak bisa, begitu pula ventilator.
Vaksin juga kita tidak punya. Kita mau beli vaksin, tetapi yang punya barang tidak mau jual karena dia mau memenuhi kebutuhan sendiri. Di situlah pelajaran besar bagi bangsa Indonesia bahwa kita harus mandiri.
Situasi ini memicu UI untuk terjun langsung membantu masyarakat sekaligus memantapkan keinginan sebagai entrepreneurial university. UI lalu membuat ventilator, swab stick, dan peralatan lainnya.
Untuk mengembangkan peralatan ini, UI tidak bisa sendiri. Kita mengerahkan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk industri yang memiliki idealisme yang sama untuk meningkatkan keberdayaan dan kemandirian Indonesia.
Kalau ditanya, inovasi apa yang telah menghasilakan non BOP (biaya operasional pendidikan) paling banyak? Swab stick. Itu yang paling banyak.
Ventilator juga kita buat dan produksi pertamanya dihibahkan ke pemerintah untuk penanganan Covid-19. Saat ini produknya sudah tersedia di pasar. Untuk produksinya, kita kerja sama dengan industri karena UI tidak punya pabrik.
Setelah itu, muncul produk-produk lainnya dari karya-karya penelitian yang sebelumnya memang sudah diarahkan untuk dihilirkan.
Sekarang sudah banyak hasil penelitian UI yang dihilirisasi. Ada produk herbal dari Fakultas Farmasi bersama Fakultas Teknik. Ini sudah menjadi sebuah usaha yang multidisiplin.
Fakultas Kedokteran juga memiliki banyak produk-produk yang berguna bagi masyarakat dan bisa dihilirkan.
Jadi kalau kita bicara entrepreneurial university, yang langsung terpikirkan adalah bagaimana universitas menghasilkan karya ilmiah, riset dan inovasi yang bisa dihilirkan atau diproduksi untuk kepentingan masyarakat sehingga UI bisa mendapatkan penghasilan.
Salah satu isu utama global saat ini adalah perubahan iklim. UI sudah menghasilkan karya terkait hal ini melalui produk bis listrik.
Bus listrik ini sudah dipakai saat pertemuan G-20 Summit di Bali tahun lalu dengan aman, lancar dan tidak pernah mogok.
Namun UI tidak hanya menghasilkan produk tangible, tetapi juga intangible. Produk-produk ini dihasilkan oleh fakultas ilmu sosial-humaniora. Mereka menghasilkan kajian-kajian yang bisa memberikan input bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan dan membuat program kerja.
Di rumpun ilmu kesehatan, ada juga fakultas yang menghasilkan karya intangible yaitu Fakultas Kesehatan Masyarakat yang memberikan imput untuk policy making. Jadi itu social entrepreneurship. Perguruan tinggi tidak boleh lepas dari unsur sosial.
Apa kunci sukses transformasi ke entrepreneurial university?
Pertama, tentu kita harus bekerja dalam tim. Banyak hasil penelitian yang sesuai kebutuhan masyarakat dan bisa dihilirkan.
Itu adalah kerja multidisiplin. Covent-20, ventilator buatan UI, diciptakan oleh Fakultas Teknik. Tetapi ketika diaplikasikan ke manusia, teman-teman dari Fakultas Kedokteran memberikan banyak peran.
Kunci kedua adalah kolaborasi, terutama dengan mitra di luar seperti pihak industri. Itu sebuah keharusan atau keniscayaan. Tanpa bermitra dengan pihak industri, kesempatan untuk hilirisasi produk menjadi lebih kecil.
UI kan tidak punya pabrik sehingga harus menggandengan teman-teman di luar yang punya sumber daya. Kalau tidak seperti itu hasil penelitian kita tidak laku karena tidak ada yang memproduksinya sehingga tidak bisa dinikmati masyarakat.
Saat ini situasi pandemi Covid-19 mulai mereda dan akan berubah menjadi endemi. Produk apa yang akan diluncurkan dari UI untuk suasana endemi seperti ini?
Tentunya produk yang sesuai kebutuhan masyarakat dan bisa menghasilkan royalti bagi UI. Apa yang dibutuhkan masyarakat? Tadi sudah saya singgung tentang isu perubahan iklim, bagaimana kita bisa tetap hidup sehat tanpa memberi beban berlebihan bagi bumi.
Untuk itu, kita melakukan penelitian terkait konversi energi. Selain bis listrik, kita juga mengembangkan penelitian terkait kereta listrik. Kita mengusahakan produk yang lebih efisien dan efektif dan terjangkau bagi masyarakat.
Produk lainnya adalah peralatan yang dibutuhkan masyarakat untuk hidup sehat seperti penjernih udara dan penjernih air.
Selama ini ada di Indonesia tetapi impor. Selama tidak ada masalah, kita biaa beli dari luar. Tetapi begitu ada masalah dan yang punya barang tidak mau jual, susah kita.
Selain itu, produk-produk herbal juga sangat dibutuhkan untuk mendukung kesehatan masyarakat dan menciptakan kenikmatan hidup.
Ada sabun, kosmetik dan hand lotion. Kita juga sudah buat dengan bahan dasar dari belimbing. Nama produknya Belimbing Island, yabg dihasilkan oleh Fakultas Farmasi bekerja sama industri.
Lalu bagaimana cara UI menanamkan jiwa entrepreneurship kepada para mahasiswa?
Kita memberikan mata kuliah terkait entrepreneurship di semua program studi. Kita berharap para mahasiswa bisa mengembangkan diri secara mandiri setelah lulus.
Selain itu, kita berterima kasih kepada pemerintah dengan kebijakan Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar.
Dengan peogram Merdeka Belajar, mahasiswa mendapat kesempatan magang di berbagai industri yang bisa mengasah jiqa entrepreneurshipnya. Magang bisa di perusahaan start up atau pun perusahaan besar dimana mereka bisa belajar bisnis. Jadi mahasiswa UI banyak yang belajar di sana.
Sekarang mahasiswa UI senang magang di perusahaan karena kegiatannya dihitung sebagai kredit.
Program studi dan tempat magang sudah punya kesepakatan mahasiswa harus belajar apa di sana dan nilainya masuk ke kampus sehingga mahasiswa tidak kehilangan waktu.
Apakah ada kesulitan menyosialisasikan produk-produk buatan UI kepada masyarakat mengingat mereka sudah terbiasa menggunakan produk dari luar?
Jelas ada, karena bagaimana pun hukum-hukum pasar berlaku. Walaupun itu produk buatan UI, mahasiswa tetap akan menilai bagaimana mutu dan harganya.
Tantangan kita adalah bagaimana memproduksi barang dengan kualitas bagus dan biaya produksi seefisien mungkin sehingga harga bersaing dengan produk dari luar negeri.
Tantangan lainnya terkait marketing. Ini harus dilakukan bersama industri.
Jadi jelas ada tantangan. Oleh karena itu, kita harus jeli untuk melihat apa yang dibutuhkan masyarakat supaya kita tidak memproduksi barang yang tidak dibutuhkan atau kompetitornya terlalu banyak. Karena itu, inovasi penting di situ.
Kita tidak bisa mengatakan satu inovasi lebih baik dari yang lainnya karena manfaatnya berbeda. Kalau dilihat dari segi manfaat bagi masyarakat dan menghasilkan royalti bagi UI, tadi sudah disebutkan swab stick.
Tetapi semua produk yang dihasilkan selama ini sih bagus. Kita tidak bisa membandingkan produk kosmetik Belimbing Island dengan air purifier (penjernih udara). Itu kan beda manfaatnya.
Terkait bus listrik yang sudah digunakan saat pertemuan G-20 Summit di Bali, bisa diceritakan lebih lanjut?
Inovasinya banyak, karena yang dilakukan UI itu mulai dari pembuatan mesin yang bisa menggunakan daya listrik hingga penggunaan komponen produk dalam negeri sebanyak mungkin.
Itu tantangan terbesarnya. Tantangan lebih lanjut terkait baterainya. Saat ini tengah dikembangkan penelitian-penelitian mengenai baterai ini.
Jadi pengembangan produk ini dimulai dari pembuatan mesin lalu ditempatkan di body yang pas lalu mengoperasikannya di jalan.
Sejauh ini tidak ada masalah dalam pengoperasian produk ini, termasuk saat G20 Summit di Bali.
Mungkin bisa disebutkan produk terbaru inovasi UI yang akan diluncurkan lagi?
Saya tisak menyebutkan secara spesifik ya. Tetapi saat ini kita sedang berproses untuk menghasilkan vaksin Covid-19. Penelitiannya sudah jalan, kerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan san Kebudayaan.
Vaksin yang kita kembangkan pun berbeda platformnya dengan vaksin yang ada selama ini. Beberapa vaksin yang beredar selama ini kan menggunakan virus yang sudah dilemahkan.
Beberapa produk lainnya menggunakan basis genetik DNA. Nah kita gunakan metode itu. Ternyata tantangannya jauh besar dari pada menggunakan virus yang dilemahkan.
Program ini sedang jalan dan mudah-mudahan dapat segera.
Inovasi lain yang sedang kita kembangkan di bidang kedokteran adalah stem cell untuk pengobatan. Stem cell ini bisa dihilirisasi untuk digunakan masyarakat.
Kemudian, inovasi lain yang sedang dikembangkan adalah teknologi digital. Teman-teman di Fasilkom (Fakultas Ilmu Komputer) sedang mengembangkan teknologi digital untuk mendukung banyak kegiatan masyarakat.
Misalnya, teknologi digital untuk kesehatan. Produk-produk ini akan kita luncurkan dan mudah-mudahan membanggakan UI.
Produk lainnya terkait konversi energi. Teman-teman di Fakultas Teknik sedang melakukan penelitian mengenai energi terbarukan untuk menggantikan energi fosil yang selama ini kita gunakan.
Jadi, itulah produk-produk yang sedang kita teliti dan kembangkan. Produk-produk ini Insyallah bermanfaat dan bisa menjawab kebutuhan masyarakat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.