Sejarah Jakarta
Sejarah Jakarta: Gereja Ayam di Jakarta Dibangun 1936, Gunakan Orgel dan Cawan Baptisan Kuno
Sejarah Jakarta, Gereja Ayam Menteng dibangun tahun 1936, masih gunakan Cawan Baptisan berusia 87 Tahun
Penulis: Desy Selviany | Editor: Lilis Setyaningsih
TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA ---- Bukan hanya Yogyakarta yang punya Gereja Ayam. Pada sejarah Jakarta, kota ini juga punya Gereja Ayam.
Gereja Ayam di Yogyakarta ini sempat jadi destinasi favorit wisatawan usai jadi lokasi syuting film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) 2.
Usia Gereja Ayam di Jakarta bahkan jauh lebih tua ketimbang Gereja Ayam di Yogyakarta. Pada sejarah Gereja Ayam di Jakarta sudah dibangun sejak era kolonialisme Belanda.
Namun, apabila di Yogyakarta peruntukannya untuk wisata, Gereja Ayam di Jakarta diperuntukan seutuhnya untuk ibadah.
Pada sejarah Gereja Ayam, gereja ini sebenarnya bernama Gereja Nassaukerk.
Nama Gereja Ayam disematkan lantaran ada patung seekor ayam di puncak menara.
Fungsi patung seekor ayam ialah petunjuk angin yang sekaligus merupakan ciri dari gereja ini sehingga orang menyebut gereja ini sebagai Gereja Ayam.
Patung ayam merupakan simbol dari pengakuan Rasul Petrus.
Umat Kristen diingatkan untuk terus waspada dan selalu introspeksi pada diri sendiri.
Pada sejarah Gereja Ayam, gereja yang terletak di Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat itu juga bernama Gereja Paulus, Gereja Nassau atau Nassaukerk.
Nama itu diberikan karena lokasinya ada di Orange Nassau Boulevard, kini Jalan Imam Bonjol.
Baca juga: Sejarah Jakarta: Rusunawa Marunda, Sempat Kosong Enam Tahun, kini Darurat Kekerasan Seksual
Gereja ini dibangun tahun 1936 ditandai dengan ibadah penahbisan pada Sabtu (6/6/1936) oleh Ketua Majelis Gereja Ds Lindeyer.
Saat dibangun, jemaat Kristen Protestan di Jakarta memiliki tiga gedung gereja, yakni de Portugese of Buitenkerk (Gereja Sion) di Jakarta Kota, de Nieuwe of Haan tjeskrek (Gereja Pniel) di Pasar Baru, dan de Willemskerk (Gereja Emmanuel/sekarang berganti nama menjadi Immanuel) di Pejambon.
Gereja ini dibangun tahun 1936 atau dua tahun sesudah pembangunan Gereja Katolik, Theresia, selesai, yakni tahun 1934.
Gereja Ayam juga dibangun sebagai simbol kritik kolonialisme di Indonesia. Kritik itu merujuk pada Gereja Immanuel, yang berada di kawasan Gambir, Jakarta Pusat.
Pada saat itu, jemaat Gereja Immanuel berasal dari kelompok bangsawan dan pegawai-pegawai pemerintah Hindia Belanda.
Sementara gereja ayam jemaatnya berasal dari kalangan rakyat biasa, seperti Melayu, Tamil, Tionghoa, dan yang lainnya.
Baca juga: Sejarah Jakarta: TPU Tegal Alur Saksi Bisu Pandemi Covid-19 di Jakarta
Bangunan gereja ini dirancang oleh Biro Arsitek ternama, yakni Algemeen Ingenieurs en Architecten (AIA) Bureau, yang bekerja sama dengan Firma Sitzen en Louzada.
Arsitek yang digunakan adalah Ir WE Burhoven Jaspers yang juga merancang gedung Hotel des Indes (1930) yang dibongkar tahun 1972.
Bangunan ini mengedepankan semboyan arsitek FJL Ghijsels, pendiri AIA, yakni Simplicity in the shortest path to beauty.
Gereja ini memiliki bangunan yang kompleks.
Bangunan gereja berada di sebelah utara dengan atap sirap yang terjal, ditudungi menara langsing bagaikan jari telunjuk yang menunjuk ke atas.
Arti simboliknya adalah ”Hendaklah orang memikirkan hal-hal yang di atas dan bukan pertama-tama hal-hal yang di bumi saja”.
Pada keempat sisi menara itu terdapat jam yang dapat terlihat dari jauh, termasuk dari Jalan Sudirman (Hotel Sahid Jaya).
Baca juga: Sejarah Jakarta: Patung Tugu Tani Sempat Dianggap Simbol Komunisme, Digagas Bung Karno
Saat ini Gereja Ayam Menteng juga menjadi bangunan cagar budaya peninggalan Belanda yang tetap dijaga kelestariannya.
Keberadaan GPIB Paulus yang beranggotakan sebanyak 800 keluarga yang tersebar di Menteng dan sekitarnya merepresentasikan persatuan, kerukunan, dan harmonisasi antarumat beragama.
Bangunan yang tua, Gereja Ayam Menteng juga memiliki sejumlah alat peribadatan yang cukup tua.
Dikutip dari Kompas.com, di Gereja Ayam terdapat sebuah orgel, alat musik yang terbuat dari pipa ukuran besar bisa mencapai tinggi 10 meter dan bekerja dengan bantuan tiupan angin, terpasang di balkon, di atas belakang mimbar.
Khusus di Gereja Protestan di Jakarta, alat musik seperti ini hanya bisa dijumpai di tiga tempat, yakni Gereja Sion (Kota), Immanuel (Pejambon), dan Paulus (Menteng).
Orgel itu juga kini masih digunakan untuk peribadatan di Gereja Ayam.
Pun di Gereja Ayam terdapat piala atau cawan baptisan peninggalan Belanda masih dipergunakan dalam penyelenggaraan sakramen baptisan.
Piala baptisan ini berulang kali dipinjam oleh Belanda dan Singapura untuk dipamerkan bersama benda-benda gereja peninggalan Belanda di negara tersebut.
Namun pihak gereja selalu menolaknya karena pertimbangan perlindungan dan keamanan dari barang bersejarah tersebut.
Adapun dua piala perjamuan peninggalan Belanda lainnya yang dimiliki gereja itu sudah hilang seusai pelaksanaan sakramen Perjamuan Kudus, sekitar setahun lalu.
Pada sejarah Gereja Ayam Menteng kini menjadi salah satu simbol toleransi Jakarta.
Gereja yang berada tepat di seberang Masjid Sunda Kelapa Menteng itu kerap berbagi lokasi parkir ketika natal.
Sejarah Jakarta, Pasar Barang Antik Menteng Pernah Didatangi Istri Presiden Prancis Brigitte Macron |
![]() |
---|
Sejarah Jakarta, Siapa Sangka, Taman Ismail Marzuki Dulu Kebun Binatang dan Lokasi Balap Anjing |
![]() |
---|
Sejarah Jakarta Fair, Digelar Pertama Kali Tahun 1968, Pernah Dikunjungi Presiden AS Richard Nixon |
![]() |
---|
Sejarah Jakarta, HUT ke-80 RI, Ada Festival Kampoeng Legenda di Ciputra, Hadirkan 40 Makanan Daerah |
![]() |
---|
Sejarah Jakarta, Si Manis Jembatan Ancol, Kisah Tragis Wanita Bernama Ariah Hingga Dikenal Mariam |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.