Wawancara Eksklusif

Ketua DPC PPP Kota Bekasi H Sholihin: Pernah Jadi Pedagang Minuman Air Mineral di Terminal

Kalau bersama keluarga, pagi kami olahraga bareng, terus sarapan. Biasanya sabtu minggu pagi

Penulis: Joko Supriyanto | Editor: Dedy
Warta Kota/Yulianto
Ketua DPC PPP Kota Bekasi Sholihin usai bertemu awak media dari TribunBekasi.com-Warta Kota Network di Kantor DPC PPP Kota Bekasi, Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (4/5/2023). Warta Kota/Yulianto 

TRIBUNBEKASI.COM, BEKASI --- Sebelum terjun ke politik praktis, Ketua DPC PPP Kota Bekasi H Sholihin ternyata pernah berdagang minuman di Terminal Induk Bekasi, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Sholihin sempat pula bekerja di pabrik kardus hingga pabrik pembuat sendok dan garpu.

Perjalanan hidupnya ini dikupas sewaktu Sholihin menjalani wawancara eksklusif bersama Tribun Bekasi (Warta Kota Network).

Seperti apa kisahnya? Berikut wawancara seri terakhir dengan pria yang akrab disapa Gus Shol yang kini menjadi anggota Komisi III DPRD Kota Bekasi:

WAWANCARA EKSKLUSIF KETUA DPC PPP KOTA BEKASI GUS SOL: DULUNYA PEDAGANG AIR MINERAL

Bisa Anda ceritakan awal mula terjun ke dunia politik?

Kalau zaman rasulullah (utusan Allah/nabi Muhammad SAW) itu, hijrah dari Makkah ke Madinah ya kan. Saya dari Jawa Timur ke Bekasi (Jawa Barat) di tahun 1996. Setelah lulus SMA, saya merantau karena ingin melanjutkan kuliah tapi orangtua tidak mampu. Mereka menyarankan saya merantau. Jika berhasil, bisa kuliah sendiri. Di Kota Bekasi, saya tinggal di Kampung Rawa Panjang, sebuah kampung kecil. Saya mencoba ikut teman karena kan di lingkungan saya itu banyak yang dari Garut, Tasikmalaya. Saya akhirnya belajar berdagang. Ketika itu saya dagang air mineral di Terminal Kota Bekasi. Ya yang penting waktu itu bisa buat makan. Keuntungan saat itu Rp 5000, sudah cukup untuk kebutuhan sehari. Abis Rp 5000 biasanya kami pulang, besok bekerja lagi. Saya berjualan air mineral hanya sebulan. Selanjutnya saya melamar di salah satu perusahaan di Cibitung, Kabupaten Bekasi, di pabrik kardus. Waktu itu saya di bagian produksi kardus namun itu juga tidak lama, hanya tiga bulan. Selanjutnya saya melamar pekerjaan lagi ke pabrik yang memproduksi garpu, sendok, dan itu juga tidak lama hanya sebulan.

Kenapa sering sekali berganti pekerjaan?

Ya karena saya di bagian yang menajamkan pisau. Kalau tidak konsentrasi bisa bahaya karena kan saya masih muda. Akhirnya saya ambil langkah, karena uang bisa dicari tapi fisik jangan lah. Berhentilah saya. Selanjutnya pada 1997 waktu itu pemilu, saya kerja di perusahaan kakak saya master steel di Pegangsaan, Jakarta Utara. Saya bekerja sebagai supplier cukup lama, hingga lima tahun. Nah dari sana saya dapat bekal, punya relasi. Saya punya uang, lalu coba menitipkan barang. Setelah tahun 2004, saya punya keberanian untuk membuat surat jalan. Alhamdulillah ada modal, dan saya berdagang tapi supplier tetap berjalan. Sampai sekarang bisnis itu masih ada.
Di tahun 2010, saya masuk ke politik. Saya diajak teman saya, pak Haji Jamal. Waktu itu (merapat) ke PPP. Saat itu saya masuk sebagai ketua ranting Sepanjang Jaya (Rawalumbu). Setelah dua tahun, saya diminta jadi pengurus DPC PPP Kota Bekasi. Mungkin saat itu partai melihat kinerja, lalu saya dipasang sebagai wakil ketua DPC PPP Kota Bekasi. Di tahun 2011, saya kuliah karena terjun ke politik saya harus tahu politik dong. Makanya saya kuliah di Unisma (Universitas Islam 45) jurusan ilmu politik. Lalu berjalan 2014, saya mencalonkan sebagai caleg DPRD Kota Bekasi. Saya sebagai pendatang baru, dipilih sebagai anggota DPRD Kota Bekasi, itu periode pertama saya, sampai sekarang.

BERITA VIDEO : PPP TARGETKAN 6 KURSI DI DPRD KOTA BEKASI 2024

Siapa tokoh yang menjadi acuan Anda ketika berpolitik?

Saya masuk ke politik zaman Gusdur (Abdurrahman Wahid). Gusdur itu PKB ya. Jadi saya melihat dan belajar politik (dari beliau). Ternyata politik itu mulia juga karena ujungnya membantu masyarakat. Yang menentukan negara kita itu dari politiknya. Makanya ayo warga Bekasi yang baik masuk ke politik, jangan apatis. Maju mundurnya negara ini dari politik, makanya harus diisi dengan orang yang baik, jangan sampai kebijakan tidak sesuai dengan masyarakat. Membantu masyarakat itu kan ada nilai ibadahnya, ibadah sosial ke masyarakat ada pahalanya. Kemudian terjun ke politik jangan cari kekayaan. Kalau cari kekayaan nanti ongkos politik besar. Tapi niatkan untuk membantu masyarakat.

Bagaimana Anda membagi waktu dengan keluarga ketika sudah terjun ke dunia politik?

Saya maksimalkannya di sabtu-minggu tapi kalau ada acara ya nanti disisihkan lah sebisanya. Keluarga pun memahami karena setiap terjun ke politik tentu banyak kegiatan. Karena begini, ketika turun ke politik kan harus berbicara dengan keluarga, pasti ada konsekuensi, artinya tetap diutamakan keluarga, jangan malah jadi beban. Kalau bersama keluarga, pagi kami olahraga bareng, terus sarapan. Biasanya sabtu minggu pagi. Setelah itu saya lanjutkan dengan kegiatan partai. Anak saya ada empat. Yang besar mau kuliah di UI (Universitas Indonesia). Nomor dua sedang di pesantren di Surabaya (Jawa Timur). Yang ketiga masih sekolah dan umur si bungsu baru sembilan bulan. Sedangkan istri fokus mengurus rumah tangga karena anak harus bersama orangtuanya. (jos/eko)

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved