Sejarah Jakarta
Sejarah Jakarta: Gedung Pancasila Berusia Lebih Dua Abad, Bekas Rumah Panglima Perang Belanda
Gedung Pancasila terletak di Jalan Taman Pejambon No. 6, Jakarta. Hingga kini, Gedung Pancasila masih berdiri kokoh meski usianya lebih dari dua abad
Penulis: Desy Selviany | Editor: Lilis Setyaningsih
TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA ------ Berusia lebih dari dua abad, Gedung Pancasila di Kementerian Luar Negeri memiliki banyak sejarah Jakarta.
Gedung Pancasila terletak di Jalan Taman Pejambon No. 6, Jakarta. Hingga kini, Gedung Pancasila masih berdiri kokoh meskipun usianya lebih dari dua abad.
Dikutip dari situs resmi Kemlu, Gedung Pancasila dulunya bernama Gedung Volksraad.
Saat ini Gedung Pancasila menjadi bagian dari kompleks bangunan Gedung Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Tidak ada catatan resmi mengenai kapan tepatnya Gedung Pancasila tersebut mulai dibangun.
Namun, dalam sejarah Gedung Pancasila, beberapa literatur menunjukkan bahwa pembangunannya dilaksanakan kira-kira pada tahun 1830.
Gedung tersebut awalnya dibangun sebagai rumah kediaman Panglima Angkatan Perang Kerajaan Belanda di Hindia Belanda, yang juga merangkap sebagai Letnan Gubernur Jenderal.
Gedung tersebut dibangun di kawasan Weltervreden.
Kawasan Weltevreden, yang awalnya merupakan sebidang tanah yang diakuisisi oleh Cornelis Chastelein pada 6 Maret 1697 di sisi timur bovenstad (Kota Atas) di daerah yang sekarang berada di timur Medan Merdeka.
Dalam sejarah Gedung Pancasila, gedung tersebut dirancang oleh arsitek Ir. J. Tromp. Narasi Huib.
Gedung Pancasila memiliki nuansa neo-klasik, mirip dengan gaya arsitektur yang berkembang di Perancis pada 1750an.
Pada bagian depan gedung, berdiri tiang-tiang besar yang kokoh. Warna cat gedung didominasi warna putih.
Terdapat Lampu-lampu gantung dan jendela tinggi mengelilingi seluruh dinding luar.
Gedung tersebut dibangun di atas sebuah taman yang indah yang kemudian dikenal dengan Taman Hertog
Nama ini berasal dari Hertog van Saksen Weimar yang menjabat sebagai Panglima dari tahun 1848-1851.
Nama tersebut kemudian berganti menjadi Taman Pejambon.
Di sekitar Pejambon dahulu juga terdapat sebuah kompleks militer.
Panglima berdiam di Taman Hertog sampai tahun 1916.
Baca juga: Sejarah Jakarta: Masjid Raya di Jakarta Rupanya Masjid KH Hasyim Asyari, Pernah Tampung Pasien Covid
Baca juga: Sejarah Jakarta: Gedung Kesenian Jakarta Dibangun Sejak 1821 Pernah Disebut Gedung Komedi
Pada tahun 1914-1917, Departemen Urusan Peperangan Hindia Belanda dipindahkan ke Bandung yang diikuti juga dengan kepindahan Panglima ke kota tersebut.
Usai tidak lagi menjadi rumah Panglima Angkatan Perang Kerajaan Belanda, gedung tersebut beralih fungsi menjadi tempat persidangan Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad).
Volksraad adalah sebuah dewan yang wewenangnya sangat terbatas.
Semula Dewan hanya diberi hak untuk memberi nasehat kepada pemerintah, tetapi pada tahun 1927 dewan rakyat tersebut diberi wewenang untuk membuat Undang-Undang bersama-sama dengan Gubernur Jenderal.
Gedung Volksraad kemudian diresmikan pada Mei 1918 oleh Gubernur Jenderal Limburg Stirum.
Terdapat catatan bahwa Volksraad pernah digunakan juga sebagai tempat pertemuan para anggota Dewan Pemerintahan Hindia Belanda (Raad van Indie).
Hal itu tercantum dalam katalog Pameran Peringatan Hari Ulang Tahun ke-300 Kota Batavia yang diselenggarakan di museum di Amsterdam pada bulan Juni dan Juli 1919.
Baca juga: Sejarah Jakarta: Menilik Kampung Pekojan dengan Masjid Jami An-Nawier yang Berdiri Sejak 1760
Baca juga: Sejarah Jakarta: Masjid Al Azhar Dibangun Sejak 1953, Kerap Disambangi Pejabat dan Artis
Kemudian di awal kemerdekaan Indonesia, di gedung ini para pemimpin bangsa telah mengambil keputusan sejarah yang sangat penting ketika pada Mei, Juni dan Juli 1945.
Secara sepakat para pemimpin bangsa menentukan dasar negara yang akan dijadikan landasan bagi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu Pancasila.
Di gedung tersebut, Soekarno menjelaskan konsep Pancasila, suatu konsep falsafah yang menjadi landasan Bangsa Indonesia, pada 1 Juni 1945.
Setelah periode kemerdekaan, pada awal 1950, gedung ini dialihkan kepada Departemen Luar Negeri, dan kemudian kepada Kementerian Luar Negeri.
Namanya diganti menjadi Gedung Pancasila pada 1 Juni 1964 diresmikan oleh Presiden Soeharto.
Bangunan ini ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya berdasarkan SK Menteri No: PM.13/PW.007/MKP/05 dan SK Gubernur No. 475 tahun 1993.
Dalam rangka memenuhi harapan bangsa Indonesia terhadap pemeliharaan dan perbaikan warisan budaya yang bersejarah, pemugaran terhadap Gedung Pancasila dilakukan oleh Departemen Luar Negeri pada tahun 1973 sampai 1975.
Pemugaran untuk bagian dalam gedung telah diusahakan sejauh mungkin mengembalikan coraknya yang asli, tanpa mengadakan perubahan-perubahan struktural.
Pengisian perabotan dan permadani disesuaikan dengan kebutuhan untuk masing-masing ruangan.
Saat ini Gedung Pancasila sekarang digunakan untuk acara dan upacara diplomatik resmi yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri dalam menyambut tamu negara.
Gedung ini dipakai untuk mendiskusikan perjanjian antar negara yang diselenggarakan antara menteri luar negeri Indonesia dan menteri luar negeri negara sahabat yang berkunjung ke Indonesia.
Gedung Pancasila menjadi tempat diselenggarakannya upacara peringatan Hari Lahir Pancasila ke-72 pada 1 Juni 2017, dengan Presiden Jokowi bertindak sebagai inspektur upacara.
Upacara peringatan ini merupakan yang pertama kalinya digelar setelah 71 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.
Sejarah Jakarta, Pasar Barang Antik Menteng Pernah Didatangi Istri Presiden Prancis Brigitte Macron |
![]() |
---|
Sejarah Jakarta, Siapa Sangka, Taman Ismail Marzuki Dulu Kebun Binatang dan Lokasi Balap Anjing |
![]() |
---|
Sejarah Jakarta Fair, Digelar Pertama Kali Tahun 1968, Pernah Dikunjungi Presiden AS Richard Nixon |
![]() |
---|
Sejarah Jakarta, HUT ke-80 RI, Ada Festival Kampoeng Legenda di Ciputra, Hadirkan 40 Makanan Daerah |
![]() |
---|
Sejarah Jakarta, Si Manis Jembatan Ancol, Kisah Tragis Wanita Bernama Ariah Hingga Dikenal Mariam |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.