Berita Kriminal

Pelaku Narkoba Dianiaya Hingga Tewas, Pimpinan Polda Metro Jaya Diminta Tanggung Jawab

Cara kekerasan untuk mengejar pengakuan tersangka merupakan cara primitif yang tidak layak dilakukan kepolisian modern.

Editor: Ichwan Chasani
Dok. kompas.tv
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto. 

TRIBUNBEKASI.COM — Aparat Kepolisian diminta berhenti menggunakan kekerasan untuk mengejar pengakuan tersangka, menyusul terbongkarnya kasus pelaku narkoba yang dianiaya hingga tewas oleh 9 anggota Polda Metro Jaya.

Bambang Rukminto, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) menyebut cara kekerasan untuk mengejar pengakuan tersangka merupakan cara primitif yang tidak layak dilakukan kepolisian modern.

"Mendapat pengakuan tersangka dengan cara kekerasan itu adalah cara-cara primitif yang sudah tidak dilakukan kepolisian modern," kata Bambang Rukminto saat dikonfirmasi, Minggu (30/7/2023).

Bambang Rukminto menjelaskan pimpinan Polri juga diminta untuk memperketat kontrol dan pengawasan agar benar-benar dilaksanakan secara konsisten dan tegas. 

"Ini juga meliputi sanksi bagi personel yang masih menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencari keterangan maupun pengakuan tersangka," jelasnya.

Baca juga: Hampir Tiga Bulan Menjadi Suami Dine Mutiara Aziz, Ini yang Dirasakan Sahrul Gunawan

Baca juga: Demi Misi Sosial, Cinta Laura Rela Naik Mobil 2 Jam ke Masohi dan Tidak Dibayar

Dijelaskan Bambang Rukminto, Perkap nomor 2 tahun 2022 tentang pengawasan melekat harus dilaksanakan, yakni, pimpinan 2 tingkat di atas pelaku juga harus dimintai pertanggungjawaban.

"Bahwa pimpinan 2 tingkat ke atas dari bawahan yang melakukan pelanggaran juga harus dimintai pertanggung jawaban karena lalai melakukan pengawasan yang menyebabkan meninggalnya tersangka," katanya.

Ia menambahkan pimpinan Polri juga diminta harus menanamkan mindset kepada seluruh anggota bahwa tersangka memiliki hak ingkar.

Artinya, kata dia, pengakuan tersangka memiliki kadar kualitas yang sangat kecil di pengadilan. 

"Secara materiil menghilangkan nyawa seseorang meskipun pada tersangka itu lebih berat dibanding daripada kejahatan lainnya. Semua itu adalah upaya mengubah kultur di kepolisian untuk lebih humanis dari semula yang masih eksesif, arogan yang penuh kekerasan," pungkasnya.

Baca juga: Sulit Meniru Cara Ketawa Ala Suzzanna, Luna Maya Sampai Minta Bantuan Pelatih Vokal Khusus

Baca juga: Bertemu di Forum Ini, Anies Sapa Ganjar dan Sebut Lawan Politik adalah Teman dalam Demokrasi

Sebelumnya, sembilan anggota Polda Metro Jaya yang melakukan penganiayaan ke terduga pelaku kasus narkoba berinisial DK (38) hingga tewas terancam mendapat sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan.

Diketahui dari sembilan anggota itu, delapan di antaranya sudah ditangkap.

Sementara, satu orang lainnya masih dicari keberadaanya.

"Dan telah menerapkan pasal 5, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri," kata Kabid Propam Polda Metro Kombes Nursyah Putra di Polda Metro Jaya, Jumat (28/7/2023).

"Dan juga Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 2023 tentang pemberian tidak dengan hormat terhadap seluruh pelanggar," sambungnya.

Baca juga: Bareskrim Bakal Jemput Paksa Panji Gumilang jika Tetap Mangkir pada Pemeriksaan 1 Agustus 2023 

Baca juga: Lokasi Layanan Samsat Keliling di Kota/Kabupaten Bekasi dan Karawang, Senin 31 Juli 2023 Besok

Halaman
123
Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved