Berita Nasional
Alissa Wahid, Putri Gus Dur, Kritik Pemerintah Soal Konflik Rempang, Rakyat Selalu Dipandang Rendah
Selama pemerintah memandang rakyat rendah dan lemah sehingga layak dikorbankan demi investasi maka kasus-kasus seperti Rempang akan terus berlanjut.
Penulis: Desy Selviany | Editor: Ichwan Chasani
TRIBUNBEKASI.COM — Alissa Wahid, salah satu putri mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid, mengkritisi pemerintahan era Presiden Joko Widodo terkait kasus konflik Rempang.
Alissa Wahid yang dikenal sebagai aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) itu membandingkan kasus konflik Rempang dengan sengketa tanah lainnya di Indonesia yang mengatasnamakan investasi dan pembangunan.
Alissa Wahid melontarkan kritikannya kepada pemerintah terkait kasus Rempang itu melalui akun twitternya, Minggu (24/9/2023), dan sudah mengizinkan untuk dikutip Wartakotalive.com, jejaring berita TribunBekasi.com
Alissa Wahid dalam unggahannya di media sosial tersebut, membeberkan sejumlah kasus pelanggaran HAM pada sengketa tanah di Indonesia yang terjadi di Indonesia dan pernah ditanganinya.
Misalnya saja yang baru-baru terjadi kasus di Pulau Rempang dan Pohuwatu Gorontalo.
Baca juga: Gelar Topping Off Branz Mega Kuningan, Tokyu Land Indonesia Targetkan Serah Terima Unit Tahun Depan
Baca juga: Pendaftaran Uji Coba Gratis KA Cepat Whoosh Tahap Dua Sudah Dibuka, Begini Caranya
Menurutnya, konflik terjadi lantaran pemerintah kerap salah memandang rakyat saat melakukan penggusuran.
“Jelas sekali semua kasus seperti ini berasal dari persoalan cara memandang rakyat dalam agenda pembangunan. Di tempat-tempat berbeda itu, rakyat tidak ujug-ujug marah,” tulis Alissa Wahid.
Apalagi, kata Alissa Wahid, saat intimidasi justru dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan konflik sengketa tanah tersebut.
Alissa Wahid pun tidak yakin bahwa kemarahan rakyat dalam konflik tanah itu dipicu dari propaganda asing.
Menurutnya tidak perlu propaganda asing untuk membuat konflik pada sengketa tanah di Indonesia.
Baca juga: Termakan Rayuan Manis Sutradara, Virly Virginia Akui Main Film Kelas Bintang
Baca juga: Tega Jual Puluhan Anak untuk Prostitusi, Muncikari Bernama Mami Icha Dibekuk Polisi
Sebab selama ini masalahnya justru ada pada pemerintah yang menganggap rakyat tidak punya nurani, nalar, dan kearifan.
“Ketika tanah mereka diambil, baik dengan intimidasi, soft maupun kasar, wajar rakyat mulai melawan. Mereka tidak butuh orang luar. Naiflah yang menganggap rakyat tidak punya nurani, nalar dan kearifannya, sehingga butuh provokasi dari luar untuk berjuang,” jelasnya.
Hal itu Alissa Wahid alami sendiri saat bertemu dengan pejabat negara baik pemerintah ataupun DPR dan DPRD.
Mereka, kata Alissa Wahid, kerap berpikir bahwa rakyat adalah orang-orang lemah yang tidak tahu kepentingan bangsa dan negara, sehingga pemerintah beranggapan bahwa rakyat boleh dikorbankan untuk kepentingan negara.
Bahkan, lanjut dia, tidak jarang narasi yang dikeluarkan pemerintah hanya soal untung dan rugi, di mana rakyat disebut tidak tahu diuntung karena sudah mendapatkan ganti rugi.
Baca juga: Stagnan, Emas Batangan Antam di Bekasi Hari Minggu Ini Masih Seharga Rp 1.079.000 Per Gram
Baca juga: Menandai 50 Tahun Berkarya, God Bless Bakal Gelar Konser Tunggal di Hari Pahlawan
Para pejabat ini, kata Alissa Wahid, memandang tanah yang ditempati rakyat hanya sebagai tempat tinggal dan mengabaikan jati diri, sejarah, serta penghidupan rakyat.
“Para pejabat ini menganggap urusan tanah hanya urusan harga yang lebih tinggi. Bukan soal jatidiri, sejarah, dan penghidupan sang rakyat,” bebernya.
Alissa Wahid pun mencontohkan kasus konflik Wadas yang pernah ditanganinya, di mana saat itu, rakyat hanya dianggap sebagai orang yang menumpang oleh pemerintah.
Menurut Alissa Wahid, selama pemerintah memandang rakyat rendah dan lemah sehingga layak dikorbankan demi investasi maka kasus-kasus seperti Rempang akan terus berlanjut.
“Selama Rakyat dipandang rendah & lemah, boleh dikorbankan, atas nama pembangunan yang berpihak hanya pada keleluasaan bisnis, selama itu pula kisah-kisah tragis seperti Pubabu, Pohuwato, Kendeng, Rembang, Sukolilo Kendal, Lampung, dan Rempang akan terus terulang. Sampai kapan?” pungkasnya. (Wartakotalive.com/Desy Selviany)
Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News
Alissa Wahid
putri mantan Presiden RI
Abdurrahman Wahid
kasus konflik Rempang
aktivis Hak Asasi Manusia
Presiden Prabowo Anugerahkan Bill Gates Bintang Jasa Utama di Sela-sela Sidang PBB |
![]() |
---|
Jokowi Ditunjuk Jadi Dewan Penasihat Global Bloomberg New Economy, Sejajar dengan Tokok Dunia |
![]() |
---|
RI Bangun 15.000 Hektare Pusat Produksi Pangan untuk Palestina, Mentan Amran: Ini Perintah Presiden |
![]() |
---|
Viral Gerakan Anti 'Tot Tot Wuk Wuk', KSP Muhammad Qodari Ngaku Sudah Lama Tak Pakai Patwal |
![]() |
---|
Dulu Gagas Jokowi 3 Periode, Kini M Qodari Resmi Jadi KSP Prabowo dengan Harta Rp 261 Miliar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.