Berita Nasional

Tanggapi Yusril Ihza, Mahfud MD Tegaskan yang Boleh Nyatakan Pelanggaran HAM Berat Hanya Komnas HAM

Mahfud MD juga menegaskan bahwa pemerintah tidak berwenang menyatakan ada atau tidaknya dugaan pelanggaran HAM berat.

Editor: Ichwan Chasani
Tribunnews.com/Gita Irawan
Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD memberikan keterangan usai menghadiri acara di kantor Kementerian Pertahanan RI Jakarta Pusat pada Selasa, 22 Oktober 2024. 

TRIBUNBEKASI.COM — Mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memberikan tanggapan atas pernyataan Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra soal pelanggaran HAM berat.

Mahfud MD mengatakan bahwa undang-undang dan TAP MPR mewajibkan agar dugaan pelanggaran HAM berat diselidiki. 

Setelah diselidiki, kata dia, pemerintah saat itu mencatat terdapat belasan kasus dugaan pelanggaran HAM berat.

Sebanyak empat di antaranya sudah diadili, namun sebanyak 34 tersangka dalam kasus-kasus tersebut dibebaskan oleh pengadilan.
 
Mahfud MD juga menegaskan bahwa pemerintah tidak berwenang menyatakan ada atau tidaknya dugaan pelanggaran HAM berat.

Karena berdasarkan undang-undang, kata Mahfud MD, hanya Komnas HAM yang memiliki kewenangan terkait itu.

Baca juga: Cabuli Muridnya Sendiri, Guru SD di Kebayoran Lama Jadi DPO sejak 2023

Baca juga: Hari Santri Nasional 2024 di Alun Alun M Hasibuan Bekasi Dihadiri Ribuan Orang

"Jadi yang boleh menyatakan pelanggaran HAM berat itu terjadi atau tidak terjadi, tentu bukan Menkumham (Menko Hukum dan HAM). Yang boleh mengatakan itu Hanya Komnas HAM Menurut undang-undang," ujar Mahfud MD usai menghadiri acara di kantor Kementerian Pertahanan RI Jakarta Pusat pada Selasa, 22 Oktober 2024.

"Nah, kalau Komnas HAM keliru dalam menyimpulkan itu nanti perlu dikomunikasikan Oleh Komnas HAM," sambungnya.

Mahfud MD menjelaskan pada saat dirinya menjabat sebagai MenkoPolhukam pemerintah telah mengakui telah terjadi 12 pelanggaran HAM berat.

Pengakuan tersebut, kata dia, didasarkan pada penyelidikan yang telah dilakukan Komnas HAM selama ini.

Atas dasar itu, pemerintah membuat kebijakan untuk memulihkan hak-hak para korban pelanggaran HAM berat masa lalu dengan memberikan sejumlah fasilitas baik kesehatan, pendidikan, kependudukan, dan lainnya.

Langkah tersebut, ungkap Mahfud MD, juga telah menuai apresiasi dari PBB.

Baca juga: WNA Iran Selundupkan Sabu 4,4 Kilogram dalam Keramik, Dikirim Lewat Ekspedisi dari Dubai

Baca juga: Lokasi Layanan Samsat Keliling di Kota/Kabupaten Bekasi dan Karawang, Rabu 23 Oktober 2024 Ini

"Sebaliknya yang dipaksakan disuruh jadikan pelanggaran HAM berat, padahal menurut Komnas HAM tidak, itu saya, (saat) Menkopolhukan menganggap tidak ada," kata Mahfud MD.

"Misalnya Kasus KM50 kan, dan itu didesakkan oleh Pak amin Rais dan sebagainya supaya itu ditetapkan pelanggaran HAM berat. Saya bilang, ya bilang dong Komnas HAM. Kalau Komnas HAM bilang begitu, kita laksanakan," ujar dia.

Mahfud MD pun mencontohkan Kasus Kanjuruhan yang telah menewaskan ratusan orang.

Kata dia, saat itu ada desakan kepada pemerintah untuk menyatakan tragedi itu sebagai pelanggaran HAM berat.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved