Berita Politik
PDIP Ungkap Ada Utusan yang Minta Hasto Harus Mundur dari Sekjen dan Jangan Pecat Jokowi
Deddy hingga saat ini meyakini jika kasus yang menyeret Hasto Kristiyanto ini merupakan bentuk politisasi hukum.
Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Dedy
TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA — Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus secara tegas menyatakan bahwa Sekjen Hasto Kristiyanto merupakan korban dari kesewenang-wenangan institusi penegak hukum, dalam hal ini lewat tangan oknum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Deddy hingga saat ini meyakini jika kasus yang menyeret Hasto Kristiyanto ini merupakan bentuk politisasi hukum.
Tentu, hal ini dikatakan bukan tanpa sebab. Deddy mengungkap ada permintaan khusus yang pernah dilayangkan kepada PDIP.
"Perlu diketahui bahwa sekitar tanggal 14 Desember, itu ada utusan yang menemui kami, memberitahu bahwa sekjen harus mundur, lalu jangan pecat Jokowi dan menyampaikan ada sekitar 9 orang dari PDIP yang menjadi target dari pihak kepolisian dan KPK," jelas Deddy dalam konferensi pers yang digelar di kantor DPP PDIP, Jalan Diponogoro, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (12/3/2025).
Bahkan, anggota Komisi II DPR RI itu menyebut jika utusan tersebut merupakan orang yang sangat berwenang. Karena itulah, Deddy meyakini kasus Hasto Kristiyanto ini merupakan murni bentuk kriminalisasi.
"Itulah juga yang menjadi keyakinan kami bahwa seutuhnya persoalan ini adalah persoalan yang dilandasi oleh itikad tidak baik oleh kesewenang-wenangan," ujarnya.
Baca juga: Tak Menyesal Ditahan karena Suap dan Perintangan Penyidikan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi
Menurutnya, jika memang KPK ingin sebenar-benarnya menegakkan hukum di Republik ini, maka tentu banyak persoalan atau kasus hukum lainnya yang bisa dipecahkan KPK.
"Kasus mas Hasto jelas adalah kasus politisasi hukum, kriminalisasi jahat dan itulah kenapa kami sebagai partai baik DPP maupun Fraksi akan bersama-sama melawan kesewenang-wenangan ini," jelas dia.
Sementara itu, Kuasa hukum Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah, menyoroti sejumlah kejanggalan dalam dakwaan yang diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya.
Febri memaparkan empat poin krusial yang menunjukkan pertentangan antara dakwaan KPK dengan fakta hukum yang telah diuji dan dinyatakan berkekuatan hukum tetap oleh pengadilan.
Sebelum memaparkan empat poin krusial itu, Febri menjelaskan terdapat eksaminasi terhadap dua keputusan yang telah berkekuatan hukum tetap dilakukan oleh sembilan ahli dari tiga bidang keahlian hukum, yaitu hukum pidana, hukum administrasi negara, dan hukum tata negara.
"Eksaminasi ini adalah metode yang digunakan oleh ahli hukum untuk menguji ulang keputusan yang sudah berkekuatan hukum tetap," ujarnya.
Febri juga menemukan banyak kejanggalan dalam dakwaan KPK terhadap Hasto.
1. Penggunaan Data yang Salah dalam Dakwaan
Pada poin nomor 22, dakwaan KPK menyebutkan bahwa Nazarudin Kemas memperoleh suara nol dalam pemilihan legislatif.
Padahal, fakta hukum yang telah diuji dalam putusan nomor 18 menunjukkan bahwa Nazarudin Kemas justru memperoleh suara terbanyak.
"Ini bertentangan dengan fakta yang ada dan menimbulkan kesan seolah-olah ada kepentingan lain di balik dakwaan ini," tegas Febri.
2. Pertemuan Tidak Resmi yang Diklaim KPK
Di poin nomor 23, dakwaan menyebutkan bahwa Hasto Kristiyanto pernah melakukan pertemuan tidak resmi dengan Wahyu Setiawan.
Namun, fakta hukum dalam putusan nomor 28 yang mengadili Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio menyatakan bahwa pertemuan Hasto dengan KPU adalah pertemuan resmi saat rekapitulasi suara pada April dan Mei 2019.
"Tidak ada pertemuan tidak resmi seperti yang dituduhkan," jelas Febri.
3. Tuduhan Tanpa Dasar tentang Pemberian Uang
Pada poin nomor 24, dakwaan menyatakan bahwa Hasto Kristiyanto menerima laporan dari Saiful Bahri dan menyetujui rencana pemberian uang kepada Wahyu Setiawan.
Namun, dalam putusan nomor 28, tidak ada fakta hukum yang menyebutkan hal tersebut. "Ini adalah tuduhan yang tidak berdasar dan sudah diuji di persidangan sebelumnya," kata Febri.
4. Sumber Dana yang Keliru
Di poin nomor 25, dakwaan menuduh Hasto Kristiyanto memberikan dana Rp400 juta melalui Kusnadi kepada Donny Tri Istiqomah, yang ujungnya diberikan kepada Wahyu Setiawan.
Namun, putusan nomor 18 dengan terdakwa Saiful Bahri menyatakan bahwa sumber dana tersebut adalah Harun Masiku, bukan Hasto Kristiyanto. "Ini jelas sekali dalam putusan nomor 18, sumber dana bukan dari Hasto," tegas Febri.
Oleh karena itu, Febri menyoroti adanya campur aduk antara fakta, opini, dan bahkan imajinasi dalam dakwaan KPK. "Ini sangat berbahaya karena dapat menjauhkan kita dari upaya menemukan kebenaran," ujarnya.
Dia menegaskan bahwa tim hukumnya akan mengawal proses persidangan yang akan dimulai pada Jumat, 14 Maret 2025, dengan penuh penghormatan terhadap forum pengadilan.
"Kami berharap proses persidangan ini dapat berjalan secara adil dan transparan, sehingga kebenaran yang sesungguhnya dapat terungkap," pungkas Febri.
(Sumber : Warta Kota, Yolanda Putri Dewanti/m27)
Begini Reaksi Bahlil Lahadalia Soal Isu Munaslub Golkar Digelar Dalam Waktu Dekat Ini |
![]() |
---|
Pengamat Politik Sebut Pembebasan Tom Lembong dan Hasto Jadi Upaya Prabowo Rangkul Kubu Anies-PDIP |
![]() |
---|
Bukan Gibran, Pengamat Nilai Anak Emas Jokowi di Dunia Politik Ternyata Kaesang Pangarep |
![]() |
---|
Cak Imin Bentuk Ormas Sayap PKB, Rangkul Gen Z Cari Kader Baru, Ambisi Ingin Menang Pemilu 2029 |
![]() |
---|
Tiga Calon Bertarung Jadi Ketua Umum PSI, Ada Kaesang, Bro Ron, Hingga Agus Mulyono, Siapa Menang? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.