Tugu Biawak di Jateng Mendapat Pujian, Netizen Bandingkan dengan Tugu Penyu Rp 15 Miliar di Sukabumi

Tugu biawak yang baru berdiri di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, mendapat apresiasi dari sejumlah warga. 

Penulis: | Editor: Ign Prayoga
TribunJateng/Imah dan Facebook
VIRAL MEDSOS - Viral di media sosial tugu Biawak di Wonosobo dibandingkan dengan tugu kura-kura atau patung penyu di Sukabumi, Jawa Barat. (TribunJateng/Imah dan Facebook) 

TRIBUNBEKASI.COM - Tugu biawak yang baru berdiri di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, mendapat apresiasi dari publik.

Tugu di tepi jalan raya Wonosobo-Banjarnegara tersebut dinilai sangat realistis. Apalagi, anggaran pembuatan tugu tersebut juga dianggap masuk akal.

Kabarnya, pembuatan tugu biawak tersebut hanya menghabiskan dana Rp 50 juta yang berasal dari dana desa. 

Maka tak heran, publik pun membandingkan dengan Tugu Penyu di Sukabumi, Jabar, yang disebut-sebut menelan anggaran hingga miliaran rupiah.

Polemik Tugu Penyu di Sukabumi ini sempat disorot Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi

Benarkah anggaran pembangunan Tugu Biawak diambil dari Dana Desa?

Berikut kabar terkini terkait pembangunan Tugu Biawak. 

Tugu yang berlokasi di jalur Wonosobo-Banjarnegara di wilayah Desa Krasak, Kecamatan Selomerto, ini dinilai memiliki tampilan yang mirip dengan biawak hidup.

Pembuatan tugu ini diinisiasi oleh pemuda karang taruna desa setempat dan pembuatannya dinahkodai oleh seniman asli Wonosobo bernama Arianto.

Ahmad Gunawan Wibisono selaku Ketua Karang Taruna Kecamatan Selomerto menjelaskan ide awal pembuatan tugu patung biawak. Ia mengatakan tugu tersebut resminya bernama Tugu Krasak Menyawak. Dalam bahasa Jawa menyawak berarti biawak.

Hewan reptil biawak ini telah lama dikenal masyarakat Desa Krasak Wonosobo yang habitatnya telah ada sejak dahulu bahkan disebut-sebut terjaga hingga saat ini.

Habitat biawak hidup di aliran sungai serayu tepatnya di bawah jembatan menyawak di desa tersebut. Lokasinya sekitar 100 meter ke arah timur dari tugu patung biawak. 

"Kenapa disebut jembatan menyawak ya karena di situ jadi habitat endemik terbanyak satwa biawak. Untuk lebih mengenal itu makanya kita bangun Tugu Krasak Menyawak," papar Ahmad.

Tidak hanya itu di tempat ini juga memiliki nilai sejarah.

Tempat ini menjadi saksi peristiwa sejarah berlangsungnya agresi militer Belanda pertama yang terus dikenang hingga saat ini.

"Waktu itu agresi militer Belanda pertama itu terjadi pertempuran antara tentara Sekutu NICA dengan tentara Jepang itu berlangsung di Tugu Menyawak ada di belakang kita, di Jembatan Menyawak," kata dia.

Secara fisik tugu patung biawak ini memiliki tinggi 7 meter dengan lebar 4 meter.

Tampak secara kasat mata patung biawak berwarna hitam dengan corak kuning sedang merayap di sebuah batu dengan lidah yang menjulur keluar dan menoleh ke arah kiri.

Sebetulnya pengerjaan tugu ini masih belum selesai sepenuhnya, masih harus dilakukan penyelesaian akhir seperti penambahan taman dan bangku-bangku untuk menambah keindahan. 

Meskipun begitu tugu ini berhasil menarik perhatian masyarakat.

Tidak sedikit pengguna jalan yang sengaja berhenti untuk berfoto dan mengabadikan gambar Tugu Krasak Menyawak ini.

"Peletakan batu pertama di tanggal 3 Februari 2025 dan selesai tepat satu setengah bulan. Tapi rencananya akan ada penambahan lainnya," imbuhnya.

Pakai Dana Desa?

Selain bentuk patungnya yang dipuji, beredar kabar bahwa anggaran pembuatan patung biawak menggunakan dana desa senilai Rp 50 juta.

Kepala Desa Krasak, Supinah membantah kabar tersebut.

"Bukan dari anggaran desa, itu dari anggaran CSR dari kabupaten dan dibantu swadaya dari masyarakat seperti gotong-royong dan konsumsi selama pembangunannya," ucapnya saat ditemui TribunJateng.com di kantor desa setempat.

Sementara itu di tempat yang berbeda Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat juga menyampaikan terkait dengan anggaran pembuatan tugu tersebut juga bukan berasal dari APBD kabupaten melainkan bantuan dari BUMD di Kabupaten Wonosobo.

"Kita coba wujudkan keinginan masyarakat. Pemerintah daerah kan enggak punya duit. Kami tidak anggarkan lewat APBD. Justru kami mencoba memantik, menyentuh teman-teman BUMD, yuk gotong royong, kemudian itu bisa terealisasi," ucapnya.

Bupati mengapresiasi betul hasil tugu biawak yang dibangun mendapatkan perhatian positif dari masyarakat luas dan dapat mengangkat nama Wonosobo

Tidak hanya itu ia juga berterima kasih kepada seniman asli Wonosobo Arianto yang telah mendedikasikan waktu dan tenaga untuk membuat karya yang luar biasa ini.

"Kami percayakan kepada Mas Ari, saya percaya beliau bisa mewujudkan apa yang menjadi keinginan masyarakat dan pemerintah kabupaten. Termasuk lukisan bupati-bupati di pendopo ini semua produknya Mas Ari, dan bagus-bagus," tuturnya.

Sosok pematung Tugu Biawak

Arianto yang akrab di sapa Ari ini rupanya lama berkecimpung pada dunia seni lukis yang dulunya mengenyam bangku kuliah di ISI Surakarta.

Seiring berjalannya waktu, secara otodidak ia mulai belajar membuat patung hingga karya terbaiknya dapat terkenal seperti saat ini.

Terkait biaya pembuatan tugu biawak, Arianto tak mau menyebut angka pastinya. Naum dia mengatakan tidak sampai menembus angka Rp 1 miliar.

"Saya sebagai seniman, sebetulnya kurang etis menyebut nominal. Kalau tahu prosesnya ini saja saya ngawali sampai ibaratnya berutang. Kalau ditulis Rp 50 juta, uh banyak sekali. Saya didawuhi Bupati dan dana seadanya saya pasti buat semampu saya. Misal saya dikasih Rp 1 miliar, 4 penjuru mata angin tak bangun, serius," ucapnya.

Diceritakannya dalam membuat tugu patung biawak ini ia rela membeli biawak sungguhan untuk diobservasi agar karya yang akan dibuatnya dapat betul-betul sesuai aslinya.
 
Ia mengungkapkan kesulitan dalam membuat seni patung adalah menciptakan ruh dalam patung tersebut agar bisa dinikmati orang yang melihat.

Dibandingkan dengan Tugu Penyu di Sukabumi

Tugu Biawak yang dikabarkan dibuat dengan cara yang 'sederhana' itu dibanding-bandingkan dengan beberapa patung di sejumlah wilayah yang menelan anggaran besar.

Satu di antaranya ialah Tugu Penyu di Sukabumi

Beberapa waktu lalu, Tugu Penyu sempat viral di media sosial karena tugu yang terletak di Ruang Terbuka Hijau (RTH) atau Alun-alun Gadongbangkong, Kabupaten Sukabumi tersebut rusak. 

Patung yang disebut-sebut bernilai Rp 15 miliar itu rusak di bagian tempurung yang robek dan penyok. 

Video yang menayangkan kondisi patung tersebut viral pada Selasa (4/3/2025). 

Menanggapi viralnya isu patung penyu yang diduga berbahan kardus, pihak rekanan proyek, Imran Firdaus, akhirnya memberikan klarifikasi.

Ia membantah bahwa anggaran untuk pembuatan ornamen patung penyu mencapai Rp 15 miliar.

Ia meluruskan bahwa anggaran pembuatan patung itu hanya sekitar Rp 30 juta. 

"Kami tegaskan bahwa biaya pembuatan ornamen penyu ini sekitar Rp 30 juta, sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan dalam proyek," kata Imran, Rabu (5/3/2025).

Terkait material yang tampak seperti kardus dalam video, Imran menjelaskan bahwa patung tersebut sebenarnya dibuat dari resin dan fiberglass, bukan kardus.

Material kardus yang terlihat hanyalah alat bantu dalam proses pencetakan.

"Ornamen ini dibuat dari resin dan fiberglass, yang memang umum digunakan untuk patung luar ruangan karena ketahanannya terhadap cuaca ekstrem. Kardus yang terlihat dalam video hanyalah media cetak sebelum bahan utama dikeringkan dan diperkuat," jelasnya.

Lebih lanjut, Imran menyebutkan bahwa jika patung tersebut benar-benar berbahan kardus, tentu tidak akan mampu bertahan lama di lingkungan terbuka, apalagi dengan kondisi cuaca pesisir yang ekstrem.

"Kalau benar terbuat dari kardus, tentu sejak awal sudah hancur terkena hujan dan panas," tegasnya.

Selain itu, Imran juga menyayangkan tindakan pengunjung yang sering menaiki patung tersebut untuk berfoto.

Menurutnya, hal ini turut mempercepat kerusakan struktur ornamen.

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi turut mengomentari viralnya video patung penyu yang rusak.

Melalui akun Instagramnya @dedimulyadi71, ia menyatakan telah meminta inspektorat provinsi untuk mengaudit proyek tersebut.

"Mengenai ramainya patung penyu yang isinya kardus, saya tidak akan memberikan komentar terlalu panjang. Saya sudah meminta inspektorat Provinsi Jawa Barat untuk turun ke lapangan mengaudit kegiatan proyek tersebut," ujar Dedi, Kamis (6/3/2025).

Ia menegaskan bahwa hasil audit akan diumumkan agar masyarakat mendapatkan penjelasan yang objektif.

"Saya akan senantiasa berbuat objektif bagi kepentingan masyarakat dan akan mengedepankan prinsip akuntabilitas. Untuk itu, mohon sabar, kita menunggu hasil auditnya," tutur Dedi.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) turut memberikan klarifikasi terkait anggaran pembangunan Alun-alun Gadobangkong.

Kepala Disperkim Jabar, Indra Maha, menegaskan bahwa anggaran sebesar Rp 15,6 miliar bukan hanya untuk replika penyu, melainkan untuk pembangunan keseluruhan alun-alun yang memiliki luas 9.812 meter persegi.

"Anggaran Rp 15,6 miliar itu digunakan untuk berbagai elemen infrastruktur, termasuk selfie deck, leuit, gedung kuliner, plaza, jalan, area parkir, pedestrian, taman, saluran drainase, dan papan penunjuk (signage)," ujar Indra.

Ia juga membantah isu bahwa patung penyu tersebut terbuat dari kardus.

Menurutnya, kardus hanya digunakan sebagai cetakan dalam proses pembentukan, sedangkan struktur akhirnya dibuat dari bahan resin berkualitas.

Indra menambahkan bahwa alun-alun ini telah selesai dibangun sejak lama dan telah melewati tahapan perencanaan, pengadaan, konstruksi fisik, hingga serah terima.

Namun, pada Maret 2024, kawasan tersebut sempat terendam banjir rob selama lima hari akibat gelombang pasang, yang menyebabkan beberapa bagian mengalami kerusakan.

Karena masih dalam masa pemeliharaan, kontraktor bertanggung jawab untuk melakukan perbaikan sebelum akhirnya alun-alun diserahterimakan dari Pemprov Jabar ke Pemkab Sukabumi pada 12 September 2024.

 

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com 

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved