TRIBUNBEKASI.COM - Gubernur Papua Lukas Enembe diminta untuk mengikuti proses hukum yang kini bergulir di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Permintaan agar Lukas Enembe mengikuti proses hukum yang bergulir di KPK itu dinyatakan oleh Onesimus Indey.
Dimana, Onesimus Indey adalah cucu kandung pahlawan nasional dari Papua, Marthen Indey.
"Sudahlah, bapa Lukas ikut saja proses hukum supaya masalah cepat selesai. Kasihan mereka yang jaga rumah Bapa Lukas"
Baca juga: Usut Dugaan Kasus Koruosi Gubernur Papua Lukas Enembe Dinilai Sangat Sulit, Kenapa?
Baca juga: Kasus Korupsi, Menkopolhukam Mahfud MD Menduga ubernur Papua Lukas Enembe Punya Manajer Khusus
Baca juga: Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Dugaan Gartifikasi Rp 1 M, Ini Profil Gubernur Papua Lukas Enembe
"Sudah berhari-hari kasih tinggal anak, isteri, dan pekerjaan mereka. Pulang ke rumah masing-masing sudah" tutur Onesimus Indey melalui keterangan tertulisnya, Kamis (13/10/2022).
Onesimus Indey juga minta Lukas Enembe untuk bertanggung jawab atas perbuatan yang dituduhkan kepadanya, dan berani menghadapi hukum.
"Kalau bapa Lukas sudah tahu ada masalah, ya bapa sendiri yang hadapi. Jangan libatkan kami masyarakat yang tidak tahu apa-apa dan bawa-bawa adat" pinta Onesimus Indey.
Selain itu, Onesimus Indey mengaku merasa terganggu dengan pengukuhan Lukas Enembe sebagai kepala suku besar orang Papua.
"Kami masyarakat pesisir ini mulau dari Skouw sampai Sarmi, kami punya kepala suku masing-masing, kami punya Ondoafi"
"Kalau bapa Lukas sebagai gubernur itu kami akui, tapi kalau sebagai kepala suku besar secara umum, saya tidak setuju"
"Panggil dulu semua Ondoafi dari kampung-kampung, dari semua suku-suku untuk nobatkan dia, baru kami akui" ujarnya kembali.
Menurut tokoh masyarakat Depapre, Kabupaten Jayapura ini, tidak mungkin seluruh wilayah Papua dengan sekitar 250 suku ini bisa memiliki satu orang kepala suku.
Hal itu dikarenakan semua suku sama kedudukannya dan sederajat.
"Semua suku dan kampung-kampung di wilayah pantai ini punya pemimpinnya masing-masing."
"Begitu juga suku-suku di pegunungan. Kalau Gubernur ya hanya satu, untuk umum bagi kami semua," terangnya.
Informasi tentang pengangkatan Lukas Enemve sebagai kepala suku besar tersebut, adalah satu dari beragam informasi yang belakangan ini bermunculan dan membuat situasi di sekitar Jayapura, ibarat api dalam sekam.
"Ini membuat kami resah, karena bisa mengganggu ketenteraman masyarakat di kampung-kampung" ucapnya.
PSI ke Gubernur Papua Lukas Enembe: Kalau Bersih, Kenapa Risih?
Juru Bicara DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Rian Ernest mengaku bingung dengan sikap Lukas Enembe yang tidak kunjung memenuhi panggilan KPK.
Diketahui, Lukas yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan gratifikasi Rp 1 miliar, sudah dua kali mangkir dari panggilan KPK.
"Sebenarnya mudah saja. Kalau bersih, kenapa risih? Datangi saja pemeriksaan di KPK bila memang tidak ada hal yang melanggar," ujar Rian saat dimintai konfirmasi Kompas.com, Kamis (13/10/2022).
Rian menegaskan semua kedudukan warga negara Indonesia sama di mata hukum.
Jika Enembe dan keluarganya tidak memenuhi panggilan KPK, maka itu akan menjadi contoh buruk.
"Langkah seorang Gubernur Lukas, termasuk saksi dari pihak keluarga, bila akhirnya abai terhadap pemeriksaan, tentu bukanlah tingkah laku yang pantas jadi teladan bagi kita semua," tuturnya.
Untuk itu, Rian khawatir apabila pada akhirnya KPK gagal memeriksa Lukas Enembe yang jadi tersangka korupsi.
Pasalnya, kata Rian, hal itu bisa menjadi preseden buruk bagi hukum Indonesia.
"Apalagi terhadap pemberantasan korupsi yang menjadi sumber masalah di negeri ini," imbuh Rian.
KPK sampai saat ini masih belum berhasil memeriksa Lukas Enembe yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi APBD dan gratifikasi Rp 1 miliar.
Malah saat ini, Enembe yang diwakili para kuasa hukumnya ajukan beragam permintaan soal proses pemeriksaan.
Padahal, lembaga antirasuah itu sudah 2 kali melayangkan panggilan pemeriksaan sebagai tersangka kepada Enembe.
KPK memanggil Lukas Enembe untuk diperiksa sebagai tersangka pada 12 September lalu, tetapi dia tidak hadir dengan alasan sakit.
Kemudian KPK menjadwalkan pemeriksaan kedua dengan mengirim surat panggilan kedua kepada Lukas Enembe agar dia hadir untuk diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada 25 September 2022.
Akan tetapi Enembe kembali tidak hadir dalam pemeriksaan kedua karena alasan kesehatan.
Selain itu, KPK juga ajukan permintaan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Enembe kepada Direktorat Jenderal Imigrasi.
Selain dilarang bepergian ke luar negeri, beberapa rekening sebesar Rp 71 miliar yang diduga terkait dengan Lukas Enembe telah diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Bahkan rekening istri Enembe turut diblokir atas permintaan KPK.
Dalam proses penyidikan, KPK turut melayangkan panggilan pemeriksaan kepada istri dan anak Enembe, yaitu Yulice Wenda dan Astract Bona Timoramo Enembe sebagai saksi pada 5 Oktober 2022.
Namun, keduanya juga tidak memenuhi panggilan pemeriksaan. Ruang gerak Enembe saat ini sudah dibatasi, dan nampaknya dia masih berusaha keras supaya tidak diperiksa di Jakarta.
(TribunBekasi.com/BAS/Kompas.com/Adhyasta Dirgantara)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "PSI ke Gubernur Papua Lukas Enembe: Kalau Bersih, Kenapa Risih?"