Namun seiring berakhirnya kekuasan Hindia Belanda, aturan masuk itu tak lagi berlaku.
Karena menyimpan banyak sejarah Jakarta, saat ini Gereja Immanuel ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.
Hal itu sesuai Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993 tanggal 29 Maret 1993 dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010.
Bangunan Gereja Immanuel Jakarta bergaya klasisisme. Gereja itu bercorak bundar di atas fondasi setinggi 3 meter.
Bagian depan gereja menghadap Stasiun Gambir.
Sementara di bagian ini terlihat jelas serambi persegi empat dengan pilar-pilar paladian yang menopang balok mendatar.
Paladinisme adalah gaya klasisisme abad ke-18 di Inggris yang menekan simetri dan perbandingan harmonis.
Di ruang utama berdiameter 9,5 meter, terdapat jajaran bangku melingkar dan mimbar khotbah yang dulu dibuat khusus bagi gubernur jenderal pemerintahan Hindia Belanda.
Ruang ini dilapisi marmer abu-abu dan melingkar sebagai konsep arsitektural, bahwa melingkar bisa membuat kita memusatkan perhatian pada mimbar sewaktu mendengarkan sabda Tuhan.
Pintu utama dari 3 sisi, dengan di desain melengkung, dimana kusen-kusennya dari kayu jati solid dan induk kuncinya dari bahan kuningan berukir.
Dahulu, gereja ini di sebut dengan Gereja Bundar.
Deretan tiang yang menjulang pada bagian luar menjadi kesan megah dan tinggi.
Sampai sekarang, konsep tiangnya berwarna puth, menjadikan gedung ini tampak istimewa.
Bagian dalam kubah Gereja Immanuel Jakarta memiliki sepuluh pasang garis konsentrik yang membagi kubah menjadi sepuluh bagian sama besar.
Pada puncak tengah kubah terdapat menara bundar dengan pilar-pilar kecil yang dari sela-selanya masuk berkas sinar ke dalam ruangan.