Berkat fondasi itu juga, Gereja Sion masih berdiri hingga saat ini.
Bahkan, gempa bumi besar yang diakibatkan oleh letusan gunung Krakatau pada 1883 disebut-sebut tak sedikit pun meretakkan Gereja Sion.
Selain itu keunikan bangunan Gereja Sion ialah Seluruh tembok bangunan terbuat dari batu bata yang direkatkan dengan campuran pasir dan gula tahan panas.
Bangunan berbentuk persegi empat ini punya luas total 24 x 32 meter persegi.
Pada bagian belakang, dibangun bangunan tambahan berukuran 6 x 18 meter persegi.
Gereja Sion mampu menampung 1.000 jemaat. Sedang luas tanah seluruhnya 6.725 meter persegi.
Gereja Portugis termasuk gereja bangsal (hall church). Gereja ini membentuk satu ruang panjang dengan tiga bagian langit-langit kayu yang sama tingginya dan melengkung seperti setengah tong.
Langit-langit itu disangga enam tiang.
Gereja menghadap utara, gaya interior berupa baroque sedangkan eksterior banyak dipengaruhi arsitektur Romawi Kuno.
Baca juga: Sejarah Jakarta: Vihara Amurva Bhumi di Setiabudi Saksi Bisu Toleransi Agama di Tanah Betawi
Baca juga: Sejarah Jakarta: Taman Suropati Berusia Lebih 1 Abad Mulanya Berbentuk Bukit
Gereja Sion terbagi atas ruang ibadat, mimbar, balkon, dan kantor gereja.
Selain itu, gereja memiliki koleksi kursi besar berukir yang dibuat pada pertengahan abad ke 17, kemudian sebuah Orgel yang masih berfungsi ditaruh di atas balkon gereja.
Gereja memiliki 7 jendela besar dan tegel terbuat dari batu andesit, bentuk atap trapezium, pintu utama terdapat di utara dan pintu lainnya berada di sebelah barat.
Di sebelah barat gereja terdapat beberapa makam, salah satunya yaitu Gubernur Jenderal Henric Zwaardcroon (1728).
Sebuah lonceng buatan tahun 1675 masih terpasang di sisi utara serambi gereja.
Selain lonceng tua, Gereja Sion juga memiliki organ pipa tua yang sampai sekarang masih terawat baik. Organ ini diletakkan di balkon yang disangga empat tiang langsing.
Organ ini pemberian putri seorang pendeta bernama John Maurits Moor tahun 1860.
Kini organ pipa di Gereja Sion sudah berusia 163 tahun dan menjadi salah satu organ dan alat musik tertua yang masih beroperasi di Indonesia.
Namun organ pipa di Gereja Sion ini terakhir kali dipakai pada 8 Oktober 2000.