Punya Alat Sadap Berbentuk Korek, Densus 88 Diduga Menguntit Jaksa Kasus Korupsi Suami Sandra Dewi

Editor: Ign Prayoga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi peralatan canggih yang dimiliki Densus 88 yakni alat sadap berbentuk korek api.

TRIBUNBEKASI.COM - Kasus korupsi timah yang membelit Harvey Moeis, suami artis Sandra Dewi, menimbulkan ketegangan di antara aparat penegak hukum.

Kasus ini diduga bermuara ke pensiunan jenderal bintang empat berinisial B.

Meski statusnya pensiunan jenderal, B punya koneksi yang sangat kuat.

Diduga dia menggerakan satuan khusus di Polri untuk memata-matai Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) yang jadi panglima dalam perang melawan pelaku korupsi timah.

Hal ini disebut-sebut menimbulkan ketegangan di antara aparat penegak hukum (APH).

Beredar kabar, JAM Pidsus Febrie Adriansyah diduga dikuntit anggota Detasemen Khusus Antiteror atau Densus 88.

Kabar ini belum dapat dipastikan kebenarannya.

Pengamat keamanan dari Centre for Strategic and International Studies, Nicky Fahrizal, Jumat (24/5/2024) seperti dikutip dari Kompas.id, mengatakan jika benar ada anggota Densus 88 menguntit JAM Pidsus, maka hal itu merupakan pelanggaran terhadap UU No 9/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

Sebab dalam tataran operasional, tugas Densus 88 berada di bawah UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, bukan menguntit aparat hukum, seperti pejabat Kejaksaan Agung.

Dari awal berdirinya, Densus 88 memang difokuskan untuk memberantas terorisme.

Densus 88 AT dibentuk berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Instruksi tersebut dipicu oleh maraknya aksi teror bom sejak 2001.

Kemudian pemberantasan terorisme diperkuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan pun membentuk organisasi-organisasi antiteror.

Dalam perjalanannya institusi-institusi anti teror tersebut melebur menjadi Satuan Tugas (Satgas) Antiteror di bawah koordinasi Departemen Pertahanan. Namun, satgas ini tidak berjalan efektif.

Halaman
123