RUU Pilkada

Sikap DPR atas Putusan MK: yang Untungkan Gibran Didiamkan, yang Rugikan Kaesang Diadang Pakai RUU

Editor: Ign Prayoga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi gedung DPR - Ribuan mahasiswa dan masyarakat sipil akan mengepung gedung DPR RI, Kamis (22/8/2024).

TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA - Para wakil rakyat di DPR tengah disorot publik karena berusaha mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) pemilihan kepala daerah (pilkada).

RUU Pilkada dibahas dalam tempo sesingkat-singkatnya setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang memungkinkan pengusungan calon kepala daerah oleh partai politik tanpa kursi di DPRD.  

Kini, bola panas ada di tangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai regulator teknis yang akan memproses seluruh pencalonan kepala daerah.

KPU tinggal memilih, mengikuti putusan MK sebagaimana mereka lakukan saat meloloskan Gibran sebagai cawapres 2024, atau mengikuti DPR. 

Pakar hukum tata negara,Bivitri Susanti menjelaskan, KPU sebagai lembaga pelaksana undang-undang bukan berarti harus mengikuti pada DPR, terlebih putusan MK lebih tinggi sifatnya karena menguji undang-undang terhadap UUD 1945.

"Betul dia harus mengikuti undang-undang dan mengikuti undang-undang juga berarti mengikuti putusan MK. Langsung saja bikin peraturan KPU yang secara teknis mengatur (perubahan aturan teknis karena penyesuaian putusan MK)," kata Bivitri kepada Kompas.com, Rabu (21/8/2024).

"Di sini lah letak kita bisa mengukur apakah KPU ikut menjadi pembangkang konstitusi atau penjaga konstitusi," ujar Pendiri Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu.

Secara terpisah, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejatinya membuat peratuan terkait pilkada dengan merujuk kepada undang-undang.

Doli menyampaikan ini ketika merespons pertanyaan bagaimana KPU mesti bersikap atas polemik syarat pencalonan kepala daerah yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) tetapi dianulir oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.

"KPU itu kan mengikuti Undang-Undang," kata Doli di Kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (22/8/2024).

Wakil ketua umum Partai Golkar ini menyebut KPU adalah pelaksana undang-undang sehingga harus merumuskan peraturan KPU terkait pilkada merujuk undang-undang terbaru.

"Dia kan pelaksana undang-undang. Nah UU yang terakhir itu yang dilaksanakan," ujar Doli.

Namun Doli enggan mengomentari revisi yang baru saja dilakukan Baleg DPR RI terkait UU Pilkada.

Seperti diketahui, pada Rabu (21/8/2024), Badan Legislasi (Baleg) DPR RI merevisi UU Pilkada dan "menganulir" putusan-putusan progresif MK terkait UU yang sama sehari sebelumnya, karena merugikan kepentingan mereka.

Alasan-alasan hukum yang masuk akal dan selayaknya lazim diterapkan agaknya sudah tidak relevan lagi buat parlemen yang pandai bersiasat dan akal-akalan. 

Halaman
123