TRIBUNBEKASI.COM, TAMBUN SELATAN --- Sejumlah opsi diberikan pihak penggugat, Nyi Mimi Jamilah selaku pemenang dalam perkara putusan Pengadilan Negeri (PN) Bekasi 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997 kepada warga yang terdampak eksekusi pengosongan lahan di kawasan Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.
Kuasa Hukum Penggugat, Ahmad Syahrofi mengatakan opsi tersebut diberikan pihaknya sebelum eksekusi pengosongan lahan dilakukan pada Senin (30/1/2025).
Menurutnya opsi yang sudah diberikan pihaknya kepada warga yang terkena eksekusi pengosongan lahan adalah bentuk nyata perhatian.
"Opsi pertama adalah terkait pemberian uang kerohiman , jadi kami ada itikad baik, jadi warga tinggal serahkan sertifikatnya lalu kami kasih uang Rp 100 juta per sertifikat, semua rata-rata tidak terhitung per luasnya," kata Ahmad saat dikonfirmasi, Rabu (5/2/2025).
Baca juga: Pengembang Cluster Setia Mekar Tambun Bekasi Menilai Banyak Pelanggaran Dalam Proses Eksekusi Rumah
Ahmad menjelaskan berdasarkan pecahan empat sertifikat dari nomor 325, terdapat dua pihak warga yang menerima opsi tersebut.
Selanjutnya pembayaran dilakukan dengan aturan pemberian Rp 10 juta terlebih dahulu lalu Rp 90 juta diberikan pasca eksekusi pengosongan lahan dilakukan.
"Yang udah berdamai dua orang, dia menduduki di lahan 704 dekat sawah, terus diberikan Rp 10 juta diawal buat dana pindahan, nanti sisanya setelah eksekusi," jelasnya.
Lalu opsi lainnya, kata kuasa hukum penggugat lainnya, Amiryun Azis, sebelum eksekusi dilakukan, lebih tepatnya ketika mediasi terhadap sejumlah warga yang terdampak.
Hanya saja saat mediasi dilakukan tidak secara menyeluruh warga terdampak sepakat terkait hasil mediasi.
Dikarenakan hasil mediasi itu adalah melahirkan opsi ke dua, yakni meminta warga yang ingin tetap berada di lahan itu untuk membayar sejumlah uang per meternya dengan nominal uang Rp 2,5 juta per meter.
Nominal itu juga diketahui berbeda dari putusan Pengadilan yang mencapai Rp 4 juta per meternya.
Warga terdampak tetap menolak hasil mediasi itu dikarenakan mereka menilai benar sebab memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM).
"Kami telah melakukan tindakan kemanusiaan sebelum melakukan eksekusi ya, memberikan peluang untuk duduk bareng dan kami juga sudah melakukan mediasi ke warga enam bulan sebelum dilakukan eksekusi dan pengadilan sudah memberikan juga ruang terbuka kepada warga untuk berdamai, namun dalam sini ada beberapa warga yang mau berdamai, ada yang tidak," tutur Amiryun.
Amiryun mengungkapkan untuk opsi ke tiga adalah dengan melakukan eksekusi tanpa pilihan lain.
"Terakhir ya ekskusi pilihannya," ungkapnya.