Tergusur meski punya SHM
Informasi yang dihimpun, di atas lahan 3,6 hektar tersebut terdapat aset berupa tanah kosong hingga berdiri hunian Cluster Setia Mekar Residence 2 yang oleh Pengadilan Negeri Cikarang telah disita eksekusi pada 30 Januari 2025.
Eksekusi ini membuat penghuni terusir, meski mereka memiliki Surat Hak Milik (SHM) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi.
Diketahui, Cluster Setia Mekar Residence 2 dengan luas tanah 3.100 meter persegi itu dimiliki seorang bernama Abdul Bari dengan bukti kepemilikan Surat Hak Milik (SHM) bernomor 705.
Cluster tersebut tengah menjadi sorotan setelah Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II mengeksekusi pengosongan lahan cluster pada 30 Januari 2025.
Eksekusi ini membuat penghuni rumah dan pemilik ruko tergusur meski mereka mempunyai SHM.
Eksekusi pengosongan lahan merujuk putusan Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997.
Putusan tersebut sebagaimana hasil gugatan yang diajukan Mimi Jamilah, ahli waris Abdul Hamid, selaku pemilik kedua tanah induk yang dibeli dari tangan Djuju Saribanon Dolly pada 1976.
Dalam perjalanannya, SHM 325 dengan luas lahan 3,6 hektare berganti-ganti kepemilikan.
Awalnya, lahan dimiliki Djuju, kemudian dijual ke Abdul Hamid. Oleh Abdul Hamid, lahan dijual ke Kayat.
Oleh Kayat dipecah menjadi empat bidang, yakni SHM 704, 705, 706, dan 707.
Selanjutnya, Kayat melepas dengan SHM 704 dan 705 ke Toenggoel Paraon Siagian.
Sedangkan SHM 706 dan 706 dijual acak oleh Kayat. Setelah berulang kali berganti nama pemilik, Mimi kemudian menggugat semua pemilik.
Dari gugatan ini diketahui bahwa transaksi jual beli lahan antara Djuju dan Abdul Hamid bermasalah. Djuju membatalkan sepihak jual beli lahan setelah Abdul Hamid gagal membayar keseluruhan nilai lahan.
Gugatan yang diajukan Mimi bermodalkan Akta Jual Beli (AJB) antara Djuju dan Abdul Hamid.