Berita Nasional

Pengamat Sebut Pemerintah Manfaatkan Sentimen Negatif pada Keluarga Cendana untuk Kasus BLBI

Pengamat ekonomi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Kusfiardi menyesali cara pemerintah menagih hutang pada obligor BLBI.

Editor: Valentino Verry
warta kota/henry lopulalan
Ilustrasi - Sebagian uang yang diserahkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kepada Bank Mandiri sebagai uang ganti rugi korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan terpidana Samadikun Hartono di Gedung Bank Mandiri, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, 17 Mei 2018. 

TribunBekasi.com, Jakarta - Pengamat ekonomi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Kusfiardi menyoroti sikap pemerintah dalam penagihan utang obligor dan debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 110 triliun.

Menurutnya, jika pemerintah melalui Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI serius ingin mengembalikan kerugian negara, maka tidak hanya fokus ke arah beberapa orang. 

Baca juga: Empat Bintang Baru Optimistis Menangi Ajang Rising Star Indonesia Dangdut 2021

Diantaranya yakni mengumumkan pemanggilan kepada Tommy Soeharto untuk memberikan penekanan khusus, padahal ada total 48 obligor dan debitur secara keseluruhan. 

"Cara ini menunjukkan adanya tendensi politisasi dengan memanfaatkan sentimen negatif terhadap keluarga cendana untuk tujuan pencitraan," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Jumat (27/8/2021). 

Karena itu, dia menilai penanganan tagihan utang BLBI melalui Satgas harus dikembalikan murni pada prinsip penegakan hukum. 

Kusfiardi menjelaskan, Satgas harus menggunakan dokumen dengan kekuatan hukum yang ada sebelumnya, diantaranya audit investigatif BPK terhadap kasus BLBI. 

"Lalu, dokumen lain seperti putusan pengadilan dan fakta hukum lainnya yang relevan," katanya. 

Baca juga: Babe Cabita dan Marshel Widianto Ukir Sejarah, Wajahnya Terpampang di Times Square New York

Kemudian dengan basis itu, pemerintah bisa mempertimbangkan sejauh mana upaya membuka proses kerja penanganan kasus tersebut ke publik. 

Pertimbangannya tentu untuk penyelesaian kasus hukum karena jika hanya membuka informasi pemanggilan dan pemeriksaan ke publik malah menghambat proses. 

Dia menambahkan, langkah mengumumkan beberapa nama saja harusnya tidak perlu dilakukan hanya demi supaya publik bisa mengonfirmasi kerja pemerintah. 

"Nanti melalui proses di pengadilan yang terbuka buat umum, itu tentu jauh lebih baik,” katanya.

Baca juga: Pengemudi Ojek Online Terpanggil Jadi Relawan Membagikan Nasi Bungkus pada Warga Kurang Mampu

“Cara pengumuman tertentu seperti ini, jangan-jangan disengaja agar proses hukum terhadap 48 obligor BLBI tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya," ucapnya.

Menurut Kusfiardi, penagihan terhadap obligor dan debitur dalam kasus BLBI saat ini seperti hanya menyoroti beberapa nama. 

Padahal, keseluruhan ada 48 obligor dan debitur dengan total utang ke negara senilai Rp 111 triliun, tapi pengumuman ke publik lebih fokus ke Tommy dengan tagihan Rp 2,6 triliun. 

"Nama 48 obligor sudah pernah diumumkan? Ini tidak layak, ada mekanisme yang harus dipenuhi secara hukum maupun ketatanegaraan, harusnya mengumumkan semua yang belum memenuhi kewajiban mereka sebagai obligor BLBI," ucapnya. 

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved