Berita Karawang
Soal Kemiskinan Ekstrem, Ekonom Sarankan Bupati Karawang Komunikasi dengan BPS
Ekonom dari Universitas Buana Perjuangan (UBP) Karawang, Dedi Mulyadi, meminta Bupati Karawang untuk menindaklanjuti data BPS soal kemiskinan ekstrem.
Penulis: Muhammad Azzam | Editor: Valentino Verry

TRIBUNBEKASI.COM, KARAWANG - Wilayah Kabupaten Karawang, masuk lima besar kemiskinan ekstrem se-Provinsi Jawa Barat.
Hal itu diungkapkan Wakil Presiden Maruf Amin dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Tercatat tingkat kemiskinan ekstrem 4,51 persen dari jumlah penduduk atau 106.780 jiwa.
Baca juga: Proyek Duplikasi Crossing Tol dan Tarum Barat Dipersoalkan Warga, Ini Kata BMSDA Kota Bekasi
Melihat hal itu, Ekonom Doktor Dedi Mulyadi dari Universitas Buana Perjuangan (UBP) Karawang mengatakan istilah miskin ekstrem sudah ada sejak lama.
Kategori warga miskin ekstrem ada dua. Pertama, warga miskin ekstrem yang memiliki hampir seluruh kompleksitas multidimensi kemiskinan.
Kompleksitas yang dimaksud memiliki ciri, yakni lansia, tinggal sendirian, tidak bekerja, difabel, memiliki penyakit kronis/menahun, rumah tidak layak huni, tidak punya fasilitas air bersih dan situasi yang memadai.
Kedua, warga miskin ekstrem yang masih dimungkinkan dapat melakukan aktualisasi diri untuk bertahan hidup.
Yakni produktif usia 15-64 tahun, tidak memiliki penyakit menahun, bukan golongan difabel.
Baca juga: Kejar Target, Vaksinasi door to door di Tambelang Bidik ODGJ, Disabilitas dan Warga Lansia
"Sedangkan menurut Bank Dunia, kemiskinan ekstrem ialah kondisi di mana penghasilan berada di bawah parity purchasing power 1,99 dollar AS per kapita per hari atau setara dengan Rp 12.000 per kapita per hari yang nilainya setara dengan penghasilan di bawah 80 persen garis kemiskinan perdesaan masing-masing kabupaten/kota," ucapnya, Kamis (7/10/2021).
Sementara soal data rilis kemiskinan ekstrem di Karawang itu perlu ditanggapi dengan bijak oleh Bupati Karawang, Cellica Nurrachadiana.
Jika memang Bupati meragukan itu, maka disarankan agar Bupati Karawang segera berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) baik tingkat Karawang, provinsi maupun pusat.
Baca juga: Proses Mediasi Damai Gagal, Ririn Dwi Ariyanti dan Aldi Bragi Jalani Persidangan Ecourt
"Kemarin kan sudah kumpulkan 25 kepala desa itu, mereka menyatakan tidak sesuai. Maka itu bupati perlu komunikasi dengan BPS untuk dapat mendengarkan pemaparan soal data miskin ekstrem di Karawang itu," ungkap dia.
Apabila data itu benar, kata Dedi, maka itu tentu menjadi pegangan Pemkab Karawang dalam merencanakan penanganan kemiskinan di daerahnya.
Namun, apabila keliru tentu ini bisa menjadi masukkan bagi BPS sehingga data kemiskinan di Indonesia dapat perbaikan dan akan menjadi lebih baik dalam penilaian kemiskinan di Indonesia.
"Makanya harus kroscek benar-benar kan ya, karena kan belum tahu penghitungannya gimana dan gimana saat proses pengambilan data, sampling dan lainnya," jelas dia.