Wawancara Eksklusif
Andreas Adi Siswa: Jojo Enggak Punya Bakat, Makanya Harus Kerja Keras
Pada waktu itu, orangtua saya berpikir bahwa jadi atlet tidak menjamin dalam kehidupan, saya benar-benar tidak boleh jadi atlet.
Penulis: Muhamad Fajar Riyandanu | Editor: Dedy
TRIBUNBEKASI.COM --- Minggu (17/10) malam WIB lalu, Jonatan Christie menjadi penentu keberhasilan tim bulu tangkis Indonesia "memulangkan" Piala Thomas ke Tanah Air setelah terakhir kali juara pada tahun 2002.
Kemenangan 21-14, 18-21, dan 21-14 yang diraih Jojo--sapaan akrab Jonatan Christie--atas Li Shifeng membuat laga final melawan China berakhir dengan skor 3-0 untuk tim Merah Putih.
Dua kemenangan Indonesia lainnya dipersembahkan Anthony Sinisuka Ginting (tunggal putra) dan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto (ganda putra).
Begitu Jojo mengamankan gim ketiga, euforia membuncah di skuat Indonesia.
Baca juga: Tim Indonesia Akhirnya Bawa Pulang Piala Thomas Setelah Menanti Selama 19 Tahun Terakhir
Baca juga: Tim Bulu Tangkis Indonesia Bawa Pulang Piala Thomas Cup, Sekjen PBB Afriansyah Noor: Terima Kasih
Rekan atlet, pelatih, dan ofisial, memeluk Jojo di dalam lapangan. Atlet kelahiran Jakarta, 15 September 1997 ini telah mengharumkan nama Indonesia di panggung dunia.
Lantas seperti apa sosok Jojo? Jurnalis Warta Kota Muhammad Fajar Riyandanu berkesempatan mewawancarai ayah Jojo, Andreas Adi Siswa di rumahnya kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (18/10) lalu. Berikut wawancara ekslusif Warta Kota bersama Andreas Adi Siswa:
Bisa diceritakan apa saja kegiatan Jonatan di luar bulu tangkis?
Kalau bicara kegiatan Jonatan di luar lapangan bulu tangkis itu minim sekali, bahkan saya bilang tidak ada. Soalnya apa? Sehari-hari dia dari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dia tetap di Pelatnas.
Dia bisa keluar dari Pelatnas itu Sabtu siang. Sabtu siang dia pulang ke rumah. Kegiatannya ya ngobrol sama mamanya, terus main playstation.
Misal pulang Sabtu siang jam 12, main playstation itu 2 sampai 4 jam lah. Jam 6 sore sudah ngobrol sama mamanya, nonton televisi, terus tidur.
Besoknya, hari Minggu pagi ke gereja. Habis ke gereja, siangnya pulang lagi ke Pelatnas, tidak ada lagi kegiatannya. Jadi kehidupan di luar bulu tangkis hanya itu tok.
Siapa yang memilihkan olahraga bulu tangkis untuk Jonatan, ada andil orangtua?
Kalau saya boleh cerita, boleh dibilang kasarnya saya ini dendam ya sama anak saya ini. Dulu, cita-cita saya itu mau jadi atlet, pengin banget memberikan sebuah kebanggaan untuk bangsa ini.
Saya dulu pernah lihat dari zaman saya masih remaja dulu ada yang namanya Gerald Item (legenda dunia renang Indonesia).Dia itu bintang Indonesia di Asia Tenggara.
Kalau dia renang tiap gelaran SEA Games, dia bisa tiga atau empat medali emas, mengibarkan bendera Merah Putih dan mengumandangkan lagu Indonesia Raya.
Itu tekanan buat diri saya, saya harus bisa seperti itu. Nah itu yang saya harapkan. Untuk bisa seperti itu saya harus bagaimana? Ya saya harus jadi atlet. Saya ada talenta sedikit lah, saya pernah basket dan sepak bola.
Tahun 1981, saya pernah jadi pemain sepak bola U-15 (anak di bawah usia 15 tahun) yang berlaga Lion City Singapura. Nah setelah saya pulang, harusnya bisa kontinu latihan bola, masuk sekolah bola. Karena memang orangtua enggak mendukung, jadi di situ rasa kegagalan saya.
Pada waktu itu, orangtua saya berpikir bahwa jadi atlet tidak menjamin dalam kehidupan, saya benar-benar tidak boleh jadi atlet.
Di situlah rasa kekecewaan saya, saya merasa gagal. Setelah saya berkeluarga, ketika saya punya anak, saya jadikan atlet, itu yang memang menjadi harapan saya.
Latar belakang bapak kan pemain sepak bola, mengapa tidak mengarahkan Jonatan ke olahraga tersebut?
Iya sebenarnya dulu Jonatan kecil, itu ambilnya sepak bola. Dulu ada namanya almarhum Bung Ronny Pattinasarani dia kan klub ASIOP Senayan. Saya pernah bawa Jonatan pas kecil ke situ, dilihat nih sama almarhum. Kata beliau,
"Anak kamu energik, boleh nih nanti ajak bawa ke sini". Jonatan senang, dia mau tapi waktu itu belum gabung ke ASIOP ya, baru main saja sembari lihat-lihat. Bung Ronny bilang Jojo nanti gabung ke ASIOP kira-kira umur kelas 2-3 SD saja, kalau masih kecil belum perlu. Tapi ternyata dalam perjalanan bisa lari ke bulu tangkis.
Di bulu tangkis, kalau saya lihat memang Jonatan kurang ya. Enggak ada talenta yang spesial.
Mungkin kalau Taufik Hidayat kan dari kecil punya tangan yang bagus, istimewa. Nah kalau Jonatan ini biasa saja, jadi ya harus kerja keras, untuk bersaing.
Caranya apa? Ya dari kecil harus dilatih fisiknya, kakinya harus lebih cepat dari teman-temannya, karena untuk mengimbangi bakat dari para pesaingnya.
Kalau saya lihat Anthony Ginting tangannya bagus, Jonatan ya kita buat latihannya lebih. Jadi punya karakter, yaitu stamina, daya tahan.
Itulah makanya dia sekarang bermain dengan daya tahan, kontrol, tipenya gim reli, kontrol. Dan itu harus dijaga, kalau enggak nanti akan jadi bumerang buat dia.
Jonatan ini dikenal sering terlibat kegiatan sosial. Seperti apa kisahnya?
Iya, dari kecil, mungkin naluri dia ya. Saya kasih contoh di usia 15 tahun dia pernah dapat hadiah waktu itu Rp 15 juta. Dari uang itu dia masih mau membagi ke orang yang membutuhkan.
Dia pernah dishare dokter ada pasien kena penyakit apa gitu, matanya besar. Pasien tadi berobat BPJS tapi kan tetap ada obat yang harus dibeli sendiri.
Jonatan bilang ke saya, "Pa, Jo mau bantu". Saya tanya kok mau bantu, bisa saja info ini bohong. Dia bilang, "Enggak Pa, saya yakin". Berarti kan dia punya keyakinan bahwa setiap kita memberi, kita jangan pikirkan bakal disalah gunakan karena niatnya membantu. Itu dari Rp 15 juta dikirim separuhnya Rp 7 jutaan.
Nah setelah itu dia berangkat tuh mau lomba di Bali, namanya Liga Badminton. Dia masih pemain cadangan. Pas di sana, pemain yang harusnya main itu sakit, jadi Jonatan sebagai pemain cadangan ikut main.
Nah itu pemain muda jadi tulang punggung kebetulan menang terus, puji Tuhan banget.
Hadiah yang didapat luar biasa. Dia memberi Rp 7,5 juta ke orang, Tuhan kembalikan kalau enggak salah hampir 20 kali lipat dari Rp 7,5 juta.
Itu memang suatu mukjizat bahwa apa yang dia beri, kita enggak meminta imbalan, Tuhan pasti balas luar biasa. Itu sebuah kemurahan Tuhan.
Ada lagi dia baca berita kalau ada kecelakaan di Yogyakarta. Dia suka baca yang ada orang-orang menderita.
"Pah, ini kasihan ada orang kecelakaan bapak ibunya meninggal, kalau enggak salah anaknya (masih bayi) sekarat dan harus dioperasi".
Bapaknya itu meninggal di tempat akibat kecelakaan motor. Saya lalu naik pesawat ke situ, nganterin Jonatan. Langsung bawa uang buat bantu orang itu.
Bapak ibunya meninggal, anaknya sekarat, masih bayi. Waktu mau kasih bantuan, kami sempat disangka yang menabrak. Tapi setelah dijelaskan, pihak keluarga mengerti, sampai ada yang menangis.
Jonatan sudah merebut medali emas Asian Games, kemudian membawa Indonesia memenangkan Piala Thomas 2020. Sebagai orangtua, apa harapan bapak selanjutnya?
Kalau impian saya, satu. Mudah-mudahan kalau Tuhan berkenan dan Jonatan diberkati, ya harapan saya sih juara Olimpiade.
Saya bilang, "Jo, kamu bertahan ya, ikut Olimpiade latihan dari sekarang, salah satunya itu kamu jangan married dulu ya.
Tapi kembali lagi sama yang di atas ya, kalau menghendaki Jojo bisa di Olimpiade ya puji Tuhan, itu jadi kenangan prestasi yang enggak bisa dilupakan seumur hidup walaupun dia sudah Asian Games, sudah Thomas Cup.
SEA Games dan PON sudah, mudah-mudahan bisa olimpiade. Waktu olimpiade kemarin saya bilang ke anak saya, "Jojo percaya papa, semua orang punya kesempatan, enggak ada yang mustahil.
Kalau olimpiade pemain top pun belum tentu, ketegangannya ada. Beda sama individu, pertandingan biasa.
Ini olimpiade bawa nama negara, enggak gampang. Siapa yang siap, siapa yang fokus, siapa yang Tuhan berkati. Jangan takut Jo, latihan dari sekarang.
Kalau boleh tahu, pemasukan Jojo sebagai pemain bulu tangkis itu berapa?
Ya mungkin bukan rahasia umum ya. Bisa dilihat nilai uang hadiah (sebuah kejuaraan). Salah satu contoh hadiah All England? Tinggal kita hitung saja, berapa kali ini dapat juara. Dikalikan saja. Saya rasa setiap tahun juga ada tuh data-data penghasilan Jonatan, penghasilan Kevin (Sanjaya Sukamuljo).
Tapi yang orang lain enggak tahu kan kontraknya. Kontraknya itu mungkin pribadi dengan sponsornya masing-masing.
Untuk anak-anak yang ingin menjadi atlet bulu tangkis yah pastinya harus semangat, karena apa? Karena hadiahnya cukup lumayan dan kontraknya kalau prestasinya bagus pasti nilainya akan tinggi.
Semua dari prestasi ya, dari peringkat. Biasanya peringkat 1 sampai 5 itu berapa, 5 sampai 10 itu berapa. Tapi yang pasti cukup lah buat masa depan atlet.
Terakhir, apa tanggapan bapak perihal bendera Merah Putih yang tidak bisa berkibar saat Indonesia menjuarai Piala Thomas?
Pertama memang sangat disayangkan ya, dalam kesempatan emas, langka, kita bisa juara di Thomas Cup yang sudah 19 tahun (enggak pernah juara). Kalau boleh dibilang ada kelalaian di sini.
Sangat disayangkan sekali, bahwa kelalaian itu yang mengakibatkan kita enggak bisa mengibarkan bendera Merah Putih.
Yang pasti sebagai warga negara apalagi orangtua yang ingin anaknya jadi atlet, pengin lihat bendera Merah Putih naik, pasti kecewa.
Tujuan saya bawa Jonatan kecil itu jadi altet ya itu, mengibarkan bendera Merah Putih terus Indonesia Raya berkumandang. Itu saya bisa nangis pada saat itu terjadi.
Ya tapi memang namanya ada kesalahan apa boleh buat. Ya itulah yang sangat disayangkan.
Nah kita berharap kepada Bapak Menpora atau jajarannya yang berwenang di situ kami mohon agar hal ini jangan terulang lagi karena ini sangat merugikan. Kami mohon agar hal ini segera diperbaiki. (m29/eko)