Kasus Dugaan Suap Pajak, Kuasa Hukum Angin Prayitno Aji Mengaku Ada Fakta Diputarbalikkan, Apa Itu?

Angin Prayitno Aji menjalani sidang kasus dugaan suap pengurusan nilai pajak sejumlah perusahaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Penulis: Panji Baskhara | Editor: Panji Baskhara
Tribunnews.com/Irwan Rismawan
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak (2016-2019), Angin Prayitno Aji mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan, Selasa (4/5/2021). Angin Prayitno Aji bersama Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak, Dadan Ramdani diduga menerima suap untuk merekayasa jumlah pajak dari sejumlah perusahaan di antaranya PT Jhonlin Baratama (JB) Tanah Bumbu Kalimantan Selatan (milik Haji Isam), PT Gunung Madu Plantations (GMP) Lampung, dan Bank Panin Indonesia (BPI), terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. 

TRIBUNBEKASI.COM - Sidang kasus dugaan suap mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Angin Prayitno Aji masih berlanjut.

Sidang kasus dugaan suap pengurusan nilai pajak sejumlah perusahaan ini berlangsung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (27/1/2022).

Sidang tersebut beragendakan duplik atau jawaban tergugat atas replik yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Angin Prayitno Aji dalam sidang di Tipikor Jakarta duduk sebagai terdakwa.

Baca juga: Alasan Komite Anti Korupsi Indonesia Minta KPK Selidiki Kasus Suap dari Napi Nurhadi dan Menantunya

Baca juga: Rachel Vennya Terlibat Kasus Suap dan Pungli? Bareskrim Polri: Pasti akan Dilakukan Pemeriksaan

Baca juga: Kapan Rachel Vennya Diperiksa Soal Kasus Dugaan Suap dan Pungli? Berikut Ini Jawaban Bareskrim Polri

Di duplik itu, Angin Prayitno melalui kuasa hukumnya Syaefullah Hamid mengakui ada fakta yang diputarbalikkan oleh jaksa.

"Replik PU hanya mengulang kembali apa yang pernah Penuntut Umum sampaikan dalam Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan bahkan terdapat pemutarbalikan fakta," kata Syaefullah membacakan duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/1/2022).

Jaksa disebut-sebut tak berkata jujur lantaran menyatakan print out data transaksi customer Dolarasia Kepala Gading, berasal dari hasil penggeledahan.

Hasil penggeledahan yang dimaksud yakni dilakukan penyidik di Kantor Dolarasia dalam perkara Tersangka Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak.

Pernyataan jaksa, bahkan dianggap sesat dikarenakan berdasarkan bukti dalam Berita Acara Penyitaan (BAP), dan tanda penerimaan barang bukti, dijelaskan data transaksi penukaran uang Rp 3,049 miliar ke dolar AS sudah disita dalam perkara Angin Prayitno Aji.

"Lantas dari mana asalnya karangan Penuntut Umum yang menyebutkan data transaksi tersebut ditemukan dalam perkara Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak?," kata dia.

Selain itu Angin Prayitno Aji juga menyatakan bahwa jaksa sudah mengingkari sendiri surat dakwaannya.

Jaksa dinilai gagal membuktikan adanya penukaran uang rupiah Rp13,8 miliar ke dolar Singapura oleh Yulmanizar alias Deden Suhendar.

Pasalnya di dalam surat dakwaan, jaksa menerangkan hasil penukaran dalam bentuk dolar Singapura diteruskan sebagai suap ke Dadan Ramdani dan sebagian ke Angin Prayitno.

Jaksa kemudian dalam sidang agenda replik mengajukan bukti lain berupa penukaran uang rupiah ke dolar AS sebesar Rp3,049 miliar menjadi 227.100 dolar AS.

Alat bukti itu dipandang tak dapat membuktikan adanya penerimaan uang 750 ribu dolar Singapura sebagaimana yang didakwakan kepada Angin Prayitno.

"Jika Penuntut Umum menganggap penukaran uang sebesar Rp 3,049 miliar jadi 227.100 dolar AS sebagai bagian dari tindak pidana yang dituduhkan,"

"Maka berarti Penuntut Umum mengingkari Dakwaan dan Tuntutannya sendiri dan secara implisit mengakui dakwaannya tidak terbukti," jelas Syaefullah.

Angin Prayitno juga mengatakan jaksa tetap gagal membuktikan adanya suap dari Veronika Lindawati Bank Panin.

Jaksa diketahui persoalkan kedatangan Veronika pada 15 Oktober 2018 dan mengaitkannya dengan initial finding Rp 900 miliar yang dinegosiasikan.

Kubu Angin Prayitno Aji menduga jaksa ingin menyatakan kedatangan Veronika sebelumnya pada 24 Juli 2018 guna menegosiasikan nilai pajak dari Rp900 miliar ke Rp300 miliar.

Tapi menurut Syaefullah, dugaan penuntut umum tak logis karena Veronika seharusnya mendatangi DJP sebelum nilai pajak ditetapkan dalam SPHP agar angka tersebut berubah.

"Tetapi fakta hukum membuktikan bahwa Veronika Lindawati mendatangi DJP pada tanggal 24 Juli 2018, sehari setelah SPHP ditetapkan pada tanggal 23 Juli 2018."

"Nilai pajak dalam SPHP sebesar Rp. 303 miliar bahkan bertambah menjadi Rp 307 miliar pada saat SKP terbit," katanya.

"Di sinilah logical fallacy Penuntut Umum dalam mengurai perkara ini. Dalam Repliknya, Penuntut Umum sama sekali tidak membahas pertemuan tanggal 24 Juli 2018," sambung Syaefullah.

Atas penjabaran duplik ini, kubu Angin Prayitno minta majelis hakim menolak replik jaksa karena hanya didasarkan pada asumsi dan imajinasi semata.

Majelis hakim juga diminta menjatuhkan putusan dengan menyatakan Angin Prayitno tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana Pasal 11 dan Pasal 12 huruf A UU Tipikor.

"Membebaskan terdakwa I Angin Prayitno Aji dari segala dakwaan atau setidak-tidaknya melepaskan dari segala tuntutan hukum," pungkas Syaefullah.

Jaksa KPK Dakwa 2 Mantan Pegawai Pajak Terima Suap Rp15 M dan 4 Juta Dolar Singapura

Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa dua mantan tim pemeriksa pajak pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Antara lain Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak, yang diketahui menerima suap sebesar Rp15 miliar dan 4 juta dolar Singapura.

Suap tersebut disebut diterima bersama-sama dengan anggota tim pemeriksa pajak lainnya, yaitu Yulmanizar dan Febrian.

Perkara ini merupakan pengembangan dari kasus dua mantan pejabat pada Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno serta Dadan Ramdani.

Keduanya saat ini juga tengah menjalani proses persidangan.

"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji yaitu menerima uang yang keseluruhannya sebesar Rp15 miliar dan SGD4 juta."

"Di mana para terdakwa menerima masing-masing sebesar SGD606,250," bunyi surat dakwaan keduanya dikutip Tribunnews.com, Rabu (26/1/2022).

Pembacaan dakwaan dilakukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari ini.

Penerimaan suap diberikan bersama-sama dengan Angin Prayitno Aji, Dadan Ramdhani, Yulmanizar dan Febrian merekayasa hasil penghitungan pajak pada wajib pajak PT Gunung Madu Plantations (GMP)untuk tahun pajak 2016; wajib pajak PT Bank PAN Indonesia (Bank Panin) Tbk tahun pajak 2016; dan wajib pajak PT Jhonlin Baratama (JB) untuk tahun pajak 2016 dan 2017.

"Yang bertentangan dengan kewajibannya," kata jaksa.

Jaksa mengungkapkan, saat menjabat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Angin Prayitno Aji membuat kebijakan untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan kepada wajib pajak. 

Kemudian, Angin Prayitno Aji memberitahukan ke para Supervisor Tim Pemeriksa Pajak agar pada saat melaporkan hasil pemeriksaan, sekaligus melaporkan fee untuk pejabat struktural Direktur dan Kasubdit, serta untuk jatah Tim Pemeriksa Pajak dimana pembagiannya adalah 50 persen untuk pejabat struktural terdiri atas Direktur dan Kepala Sub Direktorat.

"Sedangkan 50 persen lainnya untuk jatah Tim Pemeriksa Pajak," ujar jaksa.

Jaksa menyebut, dalam rentang waktu Januari 2018 sampai dengan bulan September 2019 atau setidak-tidaknya pada waktu antara tahun 2018 sampai dengan 2019, terdakwa Wawan Ridwan bersama-sama dengan terdakwa Alfred Simanjuntak, Angin Prayitno Aji, Dadan Ramdani, Yulmanizar dan Febrian telah menerima hadiah berupa uang terkait pemeriksaan wajib pajak tiga perusahaan swasta.

Adapun rincian uang yang diterima yakni, sebesar Rp15 miliar dari Konsultan Pajak Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Maghribi yang mewakili PT Gunung Madu Plantations, pada Januari-Februari 2019.

Selanjutnya, juga menerima uang sebesar 500 ribu dolar Singapura dari kuasa wajib pajak Bank Panin, Veronika Lindawati, pada pertengahan 2018. 

Uang 500 ribu dolar Singapura yang diduga diterima Angin dan Dadan itu merupakan fee dari total komitmen awal sebesar Rp 25 miliar.

Terakhir, penerimaan uang dengan nilai total sebesar 3 juta dolar Singapura dari Agus Susetyo selaku perwakilan atau konsultan hukum PT Jhonlin Baratama. 

Uang itu diterima keduanya pada Juli-September 2019.

Wawan dan Alfred didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Khusus Wawan, juga dikenakan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

(TribunBekasi.com/BAS/Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Jaksa KPK Dakwa 2 Mantan Pegawai Pajak Terima Suap Rp15 M dan 4 Juta Dolar Singapura"

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved