FGD Golkar DKI Warta Kota
FGD Golkar DKI-Warta Kota: Bagaimana Sistem Pemerintahan Jakarta Setelah Tak Lagi Menjadi Ibu Kota?
Golkar DKI memiliki kewajiban kepada masyarakat untuk melakukan kajian guna mendorong percepatan perubahan regulasi terhadap status Provinsi Jakarta.
Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Dedy
TRIBUNBEKASI.COM --- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara telah disahkan Presiden Joko Widodo bersama DPR RI dan diundangkan di Jakarta 15 Februari 2022 lalu.
Undang-Undang itu berdampak langsung terhadap pemerintahan di Jakarta yakni tak lagi menjadi daerah khusus. Lantas akan seperti apa sistem pemerintahan Jakarta setelah tak lagi menjadi Ibu Kota?
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar DKI Jakarta mengundang para ahli untuk membahas kemungkinan-kemungkinan sistem pemerintahan yang akan terjadi di Jakarta melalui focus group discussion (FGD) yang berlangsung secara hybrid, Selasa (22/3) mulai pukul 14.00 WIB.
FGD yang diselenggarakan bekerja sama dengan Warta Kota Network ini disiarkan secara langsung melalui akun YouTube Warta Kota Production, Facebook Warta Kota, dan Instagram @wartakotalive.
Pembicara yang hadir langsung di Kantor DPD Golkar DKI, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat adalah Ketua Dewan Penasihat Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) Prof Dr M Ryaas Rasyid, Guru Besar IPDN Prof Dr Sadu Wasistiono MS, dan Ketua Komisi II DPR RI Dr H Ahmad Doli Kurnia S.Si, MT. Bertindak sebagai keynote speaker adalah Ketua DPD Golkar DKI Jakarta Ahmed Zaki Iskandar B.Bus, SE, M.Si.
Acara ini juga dihadiri fungsionaris partai Golkar, sejumlah birokrat, legislatif, hingga perwakilan partai.
Zaki mengatakan diskusi digelar untuk memberi gambaran kepada para kader Golkar maupun masyarakat tentang sistem pemerintahan di Jakarta pasca-pemindahan ibu kota negara ke Provinsi Kalimantan Timur dengan nama IKN Nusantara.
Menurutnya Golkar DKI memiliki kewajiban kepada masyarakat untuk melakukan kajian guna mendorong percepatan perubahan regulasi terhadap status Provinsi Jakarta.
Dia berharap, diskusi ini bisa menjadi pertimbangan pemerintah pusat dalam menentukan status Jakarta nantinya.
"Diskusi ini juga akan memberikan informasi kepada masyarakat tentang persiapan Partai Golkar untuk memasuki era baru Provinsi Jakarta setelah IKN dipindah," kata Zaki kepada Warta Kota, kemarin.
Zaki berpandangan Jakarta idealnya menjadi daerah umum seperti provinsi-provinsi lain di Indonesia.
Artinya, pemerintah pusat dapat melimpahkan wewenang pemerintahan kepada daerah otonomi tingkat dua, dalam hal ini pemerintah kota (Pemkot) dan pemerintah kabupaten (Pemkab).
Saat ini pemerintahan di Jakarta masih dipegang oleh Gubernur karena UU Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan DKI Jakarta sebagai IKN belum dicabut.
Pemkot dan Pemkab hanya berstatus administrasi sehingga wali kota dan bupati masih dipegang oleh PNS eselon II.
Bila status DKI pada Jakarta dicabut, wali Kota dan Bupati di Jakarta akan menjadi jabatan politik yang diisi oleh kader partai politik maupun independen.
Dari sisi pengawasan, nantinya akan ada DPRD Kota maupun Kabupaten di Provinsi Jakarta.
Guna mengisi kursi-kursi tersebut, pemerintah pusat harus menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan pemilihan legislatif (Pileg) untuk pemerintahan tingkat dua di Jakarta.
Zaki yakin pesta demokrasi itu dapat digelar karena dari sisi infrastruktur sudah tersedia, mulai dari Kantor Pemkot, Pemkab, hingga KPU tingkat Kota dan Kabupaten.
Politisi yang juga Bupati Tangerang ini menegaskan adanya Pilkada dan Pileg di pemerintahan tingkat dua Jakarta merupakan implikasi dari berubahnya status IKN di Provinsi Jakarta.
"Ketika kekhususan Jakarta sebagai DKI sudah tidak ada lagi, artinya Jakarta harus menjadi provinsi umum. Ketika Jakarta menjadi provinsi umum, Golkar harus siap. Kami akan mempersiapkan kader pilihan, baik di legislatif otonom tingkat dua maupun pimpinan daerahnya," ucap Zaki.
Sementara itu Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD DKI Jakarta Basri Baco berharap pemerintah pusat mendengar pendapat dari pemangku kepentingan seputar nasib Jakarta.
"FGD itu merupakan upaya kami untuk menyerap aspirasi dari masyarakat Jakarta dalam menentukan nasibnya sendiri. Diskusi ini akan berseri dan akan menjadi rekomendasi kepada Gubernur dan DPR RI. Kan Presiden memberikan waktu kepada gubernur tapi kelihatannya eksekutif belum bergerak," tegas Baco.
"Jadi kami berupaya memfasilitasi dan semoga ini akan berkembang terus sehingga jangan pusat yang menentukan nasib kita di Jakarta. Tapi paling tidak apa sih yang kita mau, tentunya sesuai harapan masyarakat melalui partai-partai. Ini akan menjadi bahan di DPRD dan bahan di DPR dalam menentukan kebijakan nanti bagi Jakarta," sambungnya. (faf/eko)