Berita Nasional
Harga BBM Subsidi Naik, Direktur Eksekutif LSI: Beban APBN Berkurang atau Menambah Utang?
Djayadi Hanan, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) sebut 60 persen respondennya tolak kenaikan harga BBM.
TRIBUNBEKASI.COM - Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan menanggapi naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi.
Ia mengungkap berdasarkan survei pada 13 sampai 21 Agustus 2022, atau sebelum kenaikan harga BBM, hampir 60 persen responden tidak setuju harga bahan bakar minyak (BBM) dinaikkan.
Tercatat, 58,7 persen responden yang menyatakan meski harga bahan bakar dunia saat ini alami peningkatan.
Tapi pemerintah harus berupaya agar harga bahan bakar tidak dinaikkan, termasuk jika harus menambah utang.
Baca juga: Pengamat Politik Ungkap Penyebab Airlangga Hartarto Unggul Telak dalam Hasil Survei Soal Pemilu 2024
Baca juga: Imbas Kenaikan BBM, Organda Kota Bekasi Tetapkan Tarif Sementara Angkutan Umum Naik Rp 500-1000
Baca juga: Harga BBM Naik Pengusaha Angkutan Umum di Bekasi Tak Ingin Menaikan Setoran Angkot: Kasihan Sopirnya
Hal tersebut disampaikannya dalam Rilis Survei Nasional LSI: "Kondisi Ekonomi dan Peta Politik Menjelang 2024" di kanal Youtube Lembaga Survei Indonesia LSI_Lembaga pada Minggu (4/9/2022).
"Ini yang terkait langsung dengan sekarang, apakah harga BBM perlu dinaikan supaya beban APBN berkurang, atau tidak dinaikan meskipun harus menambah utang?"
"Lagi-lagi hampir 60 persen masyarakat menyatakan sebaiknya BBM tak usah dinaikan walau itu akan menambah utang," kata Djayadi.
Sementara itu, sebanyak 26,5 persen responden yang setuju harga BBM dinaikkan.

Mereka menyatakan karena harga bahan bakar dunia saat ini alami peningkatan, maka untuk mengurangi beban APBN sebaiknya harga bahan bakar juga dinaikkan.
Sedangkan tercatat 14,8 persen responden yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.
"Jadi kalau kebijakan menaikan harga BBM, itu bukan kebijakan populer saya kira," kata Djayadi.
"Nanti kita lihat, apakah keputusan pemerintah menaikan harga BBM terutama Pertalite dan Solar itu nanti punya efek negatif terhadap kepuasan terhadap kinerja presiden. Itu baru bisa kita lihat beberapa waktu ke depan," ujar dia.
Populasi survei tersebut adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum.
Yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.