Berita Politik
Presidential Threshold, Fadli Zon Pernah Menolak UU Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2017: Tidak Fair!
Penolakan UU penyelenggaraan pemilu tahun 2017 oleh Fadli Zon, karena kebijakan presidential threshold atau ambang batas pencalonan.
Penulis: Miftahul Munir | Editor: Panji Baskhara
"Jadi sejak awal ini sudah ada babak penyisihan, babak penyisihannya itu adalah misalnya dipatok dua paket atau tidak paket padahal bisa lebih banyak lagi (calonnya)," tuturnya.
Ditempat yang sama, Politisi Partai Nasdem Hillary Brigitta Lasut mengomentari aturan yang sama dan merasa kecolongan.
Sebab, aturan itu mempersilahkan masyarakat yang berpendidikan lulusan SMA untuk ikut Pemilu sebagai kepala negara.
Padahal mesin penggerak demostrasi di Indonesia adalah dari kalangan mahasiswa dan aturan itu menyuruh calon presiden tidak harus lulusan perguruan tinggi.
"Bagaimana nantinya kalau teman-teman dari BEM berdemonstrasi kepada presiden yang belum pernah jadi mahasiswa gimana perasaan kalian? dan gimana kalian menanggapinya," tanya Hillary.
Hillary pun menilai kemampuan psikis dan psikologis orang yang mengenyam pendidikan perguruan tinggi lebih baik daripada tak kuliah.
Mereka dengan pengalaman organisasinya semasa kuliah dan pendidikan di perguruan tinggi dapat menyelesaikan masalah.
"Sebenarnya yang dianggap cakap dan segala tindakan dapat dipertanggungjawabkan serta mereka di atas 21 tahun tidak ada larangan mencalonkan diri jadi apapun termasuk presiden," ucap wanita berkemaja putih.
Penjelasan Ahli Hukum Tata Negara Soal Urgensi Presidential Threshold
Ahli Hukum Tata Negara, Dr Mirza Nasution, tanggapi soal kebijakan presidential threshold.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini juga berikan penjelasan soal urgensi presidential threshold di dalam sistem pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia.
Menurut Dr Mirza Nasution, presidential threshold atau nilai ambang batas dalam pencalonan presiden dan wakil presiden bukan lah hal yang baru, dalam praktek pemilu di Indonesia.
"Pertama kali dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003" jelasnya Dr Mirza Nasution, pada Kamis (6/1/2022).
UU itu tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusulkan partai politik atau gabungan partai politik yang peroleh sekurang-kurangnya 15 persen jumlah kursi DPR, atau 20 persen dari perolehan suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR.
Ketentuan inilah yang kemudian mencetuskan persyaratan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold), bagi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu, yang selanjutnya digunakan sebagai acuan presidential threshold untuk pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2004.