Berita Karawang
Warga Citaman Keluhkan Uang Ganti Rugi Lahan Japek Selatan, BPN Karawang: Sudah Sesuai Ketentuan
Mekanisme appraisal atau penilaian harga tanah dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), dengan perhitungan berdasarkan bidang per bidang.
Penulis: Muhammad Azzam | Editor: Ichwan Chasani
TRIBUNBEKASI.COM, KARAWANG — Warga Kampung Citaman, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat mengeluhkan soal ganti rugi lahan yang dipakai pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) Selatan atau Japek II.
Bahkan warga juga beberapa kali memblokade jalan utama Loji-Karawang, mulai pada Januari 2021 dan terbaru pada Rabu (21/12/2022) kemarin.
Atas hal itu, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Karawang menegaskan soal uang ganti rugi warga Citaman yang lahannya terkena trase pembangunan jalan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II sisi Selatan sudah sesuau aturan dan ketentuan.
Ketetapan uang ganti rugi juga diterapkan sesuai Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
"Artinya, kami sudah menjalankan sesuai aturan dan ketentuan. Termasuk dalam penentuan besaran harga ganti rugi itu menggunakan tim appraisal yang independen," kata Kasi Pengadaan BPN Karawang, Ikin Sodikin pada Jumat, (23/12/2022).
Baca juga: Lowongan Kerja Bekasi: PT NGK Busi Indonesia Buka Peluang Kerja untuk Posisi Sales Staff
Baca juga: Lowongan Kerja Karawang: PT Ihara Manufacturing Indonesia Buka Lowongan Machining Operator
Ikin menjelaskan, dalam penghitungan ganti rugi lahan terdampak proyeks strategis nasional menggunakan makanisme appraisal.
Mekanisme appraisal atau penilaian harga tanah dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), dengan perhitungan berdasarkan bidang per bidang.
Cara ini membuat perhitungan harga antara satu rumah dengan rumah lainnya bisa berbeda. Apalagi proses appraisal pada pemerintah Presiden Jokowi telah memasukan perhitungan non fisik, artinya penilaian harga ganti rugi termasuk biaya-biaya proses administrasi seperti notaris hingga solatium.
Solatium merupakan perhitungan ikatan emosional terhadap rumah tersebut. Semakin lama warga menempati rumah tersebut maka solatium semakin tinggi.
"Harga yang diberikan oleh Appraisal itu harga yang plus-plus. Pasalnya, bukan hanya nilai tanahnya saja yang dihitung, melainkan, nilai-nilai emosional masyarakat juga dinilai oleh appraisal. Jadi itu sangat menguntungkan warga," kata Ikin.
Baca juga: Libur Natal 2022 dan Tahun Baru 2023, Tidak Ada Penyekatan Kendaraan di Wilayah Karawang
Baca juga: Malam Tahun Baru di Jalur Puncak, Polres Bogor Berlakukan Car Free Night
Dikatakan Ikin, sebetulnya jika masyarakat tidak puas besaran nilai harga yang ditetapkan apresial bisa melakukan gugatan ke pengadilan negeri, sebelum masa 14 hari.
Akan tetapi ketika itu warga tidak menggunakan langkah tersebut. Tapi justru setelah itu timbul ramai tidak setuju soal besaran nilainya.
“Sebenarnya ada jalurnya jika tidak setuju, tapi tidak digunakan. Sesuau aturan jika pemilik objek menolak akan besarannya dan tidak menerima uang ganti kerugian, uang tersebut akan dititipkan ke pihak pengadilan, itulah mekanisme, tahapan-tahapannya," ungkap dia.
Ikin juga menjawab keluhan warga terkait perbedaan dalam pengukuran tanah, dia menjelaskan terkait pengukuran luas tanah pada tahapan pengadaan tanah itu tidak sembarang dan ada tahapannya tersendiri.
Mulai dari tahapan inventarisasi dan identifikasi yang dilakukan oleh satgas. Dari melakukan pengukuran, hingga pengukuran dari tanda-tanda batas.
Baca juga: Eks Dirut PT LIB Bebas, Kejagung Sebut Masih Belum Temukan Niat Jahat di Kasus Tragedi Kanjuruhan
Baca juga: Lagi, BPOM Cabut Izin Edar 15 Obat Sirop dari Dua Industri Farmasi, Ini Daftarnya