Sejarah Jakarta

Sejarah Jakarta: Tradisi Mudik yang sudah ada Sejak Awal Kemerdekaan, Hanya Dilarang saat Pandemi

Meski sudah dilakukan sejak tahun 1960, ternyata istilah mudik mulai muncul pada tahun 1970-an.

Penulis: Desy Selviany | Editor: Lilis Setyaningsih
TribunBekasi.com
Mudik bisa dilakukan dengan moda macam-macam, dari pesawat, bus, kapal, mobil, motor bahkan bajaj. Menaiki motor bebek, Suparno bersama istri dan anaknya berangkat dari Tangerang sejak pukul 19.30 WIB. 

TRIBUNBEKASI.COM,  JAKARTA ---- Menjelang Lebaran, salah satu tradisi yang dilakukan adalah mudik.

Semua jajaran Pemerintah dibuat sibuk dengan adanya tradisi tersebut.

Mudik pun sudah melekat dengan sejarah Jakarta.

Diketahui di setiap H-7 Idul Fitri, pemerintah, TNI, Polisi, dan warga disibukan dengan kegiatan mudik.

Sejarah mudik di Jakarta sendiri sebenarnya sudah ada sejak masa awal kemerdekaan Indonesia.

Kala itu, banyak masyarakat yang berbondong-bondong merantau ke Jakarta lantaran fokus pembangunan ada di ibu kota negara.

Setelah beberapa tahun tinggal, para pendatang itu rindu pada kampung halaman mereka.

Berangkat dari situ, muncul fenomena pulang ke kampung halaman secara massal dari para pekerja di Jakarta.

Melihat ini, pemerintah pun memberikan perhatian serius pada fenomena tersebut.

Meski sudah dilakukan sejak tahun 1960, ternyata istilah mudik mulai muncul pada tahun 1970-an.

Tahun 1960-an jalur-jalur kereta api dari masa kolonial kembali dihidupkan di seluruh wilayah untuk memudahkan warga pulang ke kampung halaman.

Dalam perkembangannya, mudik juga dilakukan dengan moda transportasi bus, kapal, pesawat.

Bahkan mulai tahun 1980-an orang banyak mudik menggunakan kendaraan pribadi.

Baca juga: Sejarah Jakarta: Terminal Pulo Gebang Terbesar di Asia Tenggara, Punya 64 CCTV Hingga Penginapan

Sejarah mudik Jakarta pun sudah 70 tahun lebih berlangsung di Jakarta.

Tujuan mudik terbesar dari Jakarta juga beragam lantaran Ibu Kota tersebut menjadi pusat ekonomi seluruh wilayah di Indonesia.

Mulai dari Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan menjadi tujuan pemudik dari Jakarta.

Biasanya di kala mudik H-7 hingga H+7, Jakarta akan lengang sesaat.

Bahkan di hari lebaran, pusat kemacetan di Jakarta menjadi kosong.

Sejumlah infrastruktur pun biasanya disediakan untuk para pemudik.

Misalnya saja pada tahun 2016, Jalan Tol Trans Jawa pertama kali dibuka hingga Brebes Timur.

Dengan tol baru ini, jarak Jakarta hingga Brebes bisa ditempuh hanya dengan 4 jam perjalanan.

Hal ini menjadi magnet bagi para pemudik untuk merasakan jalan baru itu.

Baca juga: Sejarah Jakarta, Stasiun Gambir Semula Bernama Stasiun Batavia Koningsplein yang Kerap Direnovasi

Adapun titik pemudik terpadat di Jakarta biasanya tersebar mulai dari Tol Jagorawi, Tol Japek, Pelabuhan Tanjung Priok, Terminal Pulo Gebang, Terminal Kampung Rambutan, Terminal Kali Deres, hingga Bandara Soekarno-Hatta.

Sekian puluhan tahun mudik menjadi tradisi warga Jakarta hingga akhirnya pandemi Covid-19 melanda pada lebaran Idul Fitri tahun 2020.

Untuk pertama kalinya, kegiatan mudik Jakarta dan seluruh Indonesia dilarang pemerintah.

Bahkan pemerintah hingga membuat sejumlah penyekatan untuk melarang warga Jakarta mudik.

Keluar Jakarta di waktu H-7 lebaran pun harus menggunakan sejumlah surat keperluan dinas agar dipastikan tidak ada warga yang mudik.

Surat keperluan dinas itu misalnya berlaku untuk perjalanan kereta api dan pesawat.

Bahkan wajib tes PCR juga diberlakukan pemerintah untuk warga yang hendak keluar Jakarta di momen mudik lebaran.

Baca juga: Sejarah Jakarta: Stasiun Senen Punya Terowongan Penyeberangan Pertama yang dibangun di Indonesia

Meski sudah ada pelarangan dan penyekatan, nyatanya masih ada saja warga yang nekat mudik saat lebaran Idul Fitri tahun 2020.

Bahkan Kementerian Perhubungan, melalui Balai Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan, melakukan survey untuk mengetahui seberapa besar pilihan masyarakat untuk melakukan perjalanan mudik lebaran jika Pemerintah tidak membolehkannya.

Dalam keterangan tertulis Kementerian Perhubungan akhir Maret 2021 lalu mengungkapkan, ternyata jumlahnya masih cukup signifikan, yaitu 11 persen masyarakat memilih untuk tetap mudik dan berlibur jelang atau pada hari H Lebaran meski Pemerintah tidak membolehkannya.

Jika ditotal, jumlah 11 persen tersebut mencapai 27,6 juta jiwa dari populasi masyarakat Indonesia.

Untuk daerah yang dituju, hasil survei yang dilakukan Balitbanghub tersebut menunjukkan Jawa Tengah menjadi tujuan mudik sebanyak 37 persen pemudik, Jawa Barat 23 persen dan Jawa Timur 14 persen.

Sementara itu, jumlah masyarakat yang memutuskan untuk tidak mudik lebih besar yakni 89 persen.

Baca juga: Sejarah Jakarta: Masjid Jami Assalafiyah Bukti Perjuangan Pendiri Jakarta

Akhirnya di tahun 2021, pelarangan mudik lebih diperketat.

Sejumlah Polisi dan TNI dikerahkan untuk menutup jalan-jalan protokol di Jakarta yang terhubung dengan luar Jakarta.

Misalnya saja Jalan Daan Mogot yang terhubung ke Banten, Jalan Raya Bogor yang terhubung ke Bogor, dan Jalan Raya Bekasi yang terhubung ke Bekasi ditutup dan dijaga ketat.

Setiap pengendara yang melintas pun dimintai surat keterangan bekerja di sejumlah sektor yang diperbolehkan pemerintah untuk melintas keluar Jakarta seperti di sektor energi dan kesehatan.

Bahkan bentrokan dan adu mulut antara warga dan aparat Polisi dan TNI terjadi lantaran sejumlah ruas jalan ditutup untuk dilintasi secara bebas.

Bukan tanpa sebab, penyekatan yang ketat itu lantaran di tahun 2020 lalu, pemerintah kecolongan hingga penularan Covid-19 melonjak drastis akibat mudik.

Presiden Joko Widodo dalam sebuah kesempatan pernah menyinggung data lonjakan kasus yang selalu terjadi pasca libur panjang pada 2020.

Pertama, libur Idul Fitri tahun lalu yang menaikkan angka kasus harian hingga 93 persen dan meningkatkan angka kematian mingguan sampai 66 persen.

Larangan mudik juga diatur pemerintah melalui SE Satgas Nomor 13 Tahun 2021 dan Adendum SE Satgas Nomor 13 Tahun 2021, sebagai upaya melindungi keluarga di kampung halaman terutama keluarga yang yang telah lanjut usia, yang rentan dengan penularan Covid-19.

Hingga akhirnya saat pandemi Covid-19 mulai melandai dan capaian vaksin Covid-19 mencapai hampir 100 persen, pemerintah mulai membuka kegiatan mudik di tahun 2022.

Pada sejarah mudik Jakarta, Di awal Ramadan tahun 2022, Presiden Jokowi membolehkan masyarakat di Indonesia untuk melaksanakan tradisi mudik.

Baca juga: Sejarah Jakarta: Masjid Al Mubarok Disebut Sebagai Bangunan Pertama di Kawasan Kuningan

Namun, kegiatan mudik tetap harus dalam persyaratan ketat bahkan diatur oleh Satgas Penanganan COVID-19 berupa SE No. 16/Tahun 2022 dan ditindaklanjuti kebijakan Kementerian Perhubungan dengan penerbitan Surat Edaran (SE) melalui keempat Direktorat Janderal (Ditjen) antara lain No. 36 (Udara), No. 37 (Darat), No. 38 (Laut), dan No.30 (KA) Tahun 2022 mengenai Petunjuk Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) dengan transportasi udara, darat, laut dan kereta api pada masa pandemi Covid 19 yang berlaku mulai 5 April 2022.

Siapa saja yang hendak mudik juga wajib sudah melakukan vaksin Covid-19 kedua.

Kemudian di tahun 2023, tradisi mudik pun kembali normal. Sudah tidak ada lagi pembatasan mudik.

Hal ini diprediksi membuat arus mudik tahun 2023 akan melonjak drastis ketimbang tahun 2022.

Bahkan diprediksi dari 123 juta warga yang akan mudik, sebanyak 18 juta merupakan penduduk Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). 
 

Sumber: Wartakota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved