Berita Jakarta
Sejarah Museum Wayang Kota Tua: Sudah Ada Sejak 1912, Bekas Gereja Era VOC yang Runtuh Akibat Gempa
Ternyata, Museum Wayang ini dulunya bekas bangunan Gereja Lama Belanda yang hancur akibat gempa bumi hebat tahun 1808.
Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Dedy
TRIBUNBEKASI.COM, TAMANSARI --- Museum Wayang sudah berdiri sejak 1912 di kawasan Kota Tua, Tamansari, Jakarta Barat.
Ternyata, Museum Wayang ini dulunya bekas bangunan Gereja Lama Belanda yang hancur akibat gempa bumi hebat tahun 1808.
Ansor (40), Pemandu Wisata Museum Wayang, mengatakan, Museum Wayang melewati beberapa perubahan sebelum akhirnya pada 13 Agustus 1975, resmi diserahkan kepada pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sebagai cagar budaya.
Perubahan itu dimulai dari sejak berdirinya Gereja Lama Belanda (De Oude Hollandsche Kerk) tahun 1640.
BERITA VIDEO : WISATA GEDUNG JUANG 45 DI BEKASI, MUSEUM KEKINIAN DAN RAMAH MILENIAL
Di mana, gereja itu semula diperuntukkan bagi umat katolik Belanda. Lokasinya berada di sekitar pusat pemerintahan Belanda era Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Berjalan hingga 1742, Gereja Lama Belanda lalu mengalami perubahan serta renovasi arsitektur besar-besaran, hingga berganti nama menjadi Gereja Baru Belanda (de Nieuw Hollandsche Kerk) hingga 1908.
"Jadi untuk bangunannya Museum Wayang ini dibangun pada 1912, tapi sebelum dibangun bangunannya ini, sejarahnya dulunya adalah sebuah bangunan gereja," ujar Ansor saat ditemui Warta Kora di Museum Wayang Kota Tua, Tamansari, Jakarta Barat, Minggu (15/7/2023).
Baca juga: Pameran Kain Tenun di Museum Tekstil Hadirkan Puluhan Koleksi dari Sumatera Hingga Nusa Tenggara
"Kapan itu gerejanya? Kali pertama dibangun 1640, berfungsi gereja tersebut kurang lebih 1808 sebelum pada akhirnya gereja tersebut sejarahnya mengalami kerusakan akibat gempa bumi," imbuh dia.
Berjalan satu abad, lanjut Ansor, bangunan hancur itu dikelola dan digunakan oleh pihak swasta sebagai sebuah kantor sampai 1934.
"Kemudian 1939, bangunan ini sempat difungsikan sebagai Museum Batavia Lama yang nantinya menjadi cikal bakal museum sejarah saat ini Museum Fatahillah," ujar Ansor.
BERITA VIDEO : MUSEUM KEBANGKITAN NASIONAL ADAKAN WORKSHOP MELUKIS DENGAN MEDIA BATU KALI
Menurutnya, Museum Batavia itu berdiri hingga tahun 1970, sebelum akhirnya pada 1975 museum bergaya neo-renaissance Belanda itu diserahkan kepada Dinas Kebudayaan Pemprov DKI Jakarta untuk dikelola menjadi Museum Wayang.
"Sampai kurang lebih 1970 an, sebelum pada akhirnya tahun 1975 diserahkan kepada pemerintah untuk dikelola di bidang kebudayaan, difungsikan menjadi Museum Wayang tepatnya 13 Agustus 1975," jelas dia.
Ashor berujar, meski sudah berkali-kali alih fungsi, namun prasasti serta gaya bangunan yang kental dengan nuansa kolonial masih melekat di bangunan museum tersebut.
Sementara itu, cikal bakal mengapa akhirnya bangunan tersebut difungsikan sebagai Museum Wayang adalah karena dahulu kerap ada pekan wayang yang digelar setiap empat atau lima tahun sekali.
Kala itu, lanjut Anshor, Wali Kota Jakarta Ali Sadikin kagum dengan inventaris kebudayaan wayang.
Dia pun lantas mempunyai inisiatif untuk menjadikan bekas bangunan Belanda tersebut sebagai Museum Wayang.
"Ceritanya dahulu ada namanya pekan wayang, setiap empat atau lima tahun ada sejenis pagelaran wayang, perkumpulan orang-orang pecinta wayang. Sempat dulu juga inisiatif dari Bapak H. Ali Sadikin yang juga ternyata mencintai wayang ataupun tertarik dengan budaya wayang tersebut," jelas Ansor.
"Berdasarkan pengalaman beliau setelah ada pekan wayang ke-empat, tertarik beliau menjadikan bekas dari bangunan ini menjadi Museum Wayang," imbuhnya.
Hingga kini, museum tersebut dijadikan tempat wisata untuk masyarakat umum yang koleksi wayangnya sudah mencapai lebih dari 6.000 buah.
Pantauan Wartakotalive.com di lokasi, Minggu (15/7/2023), Museum Wayang itu menyuguhkan koleksi pewayangan dalam dua lantai.
Koleksi-koleksi wayang itu disimpan berjajar sesuai jenis dan kriterianya.
Kebanyakan, benda bersejarah itu disimpan dalam lemari kaca atau ditancapkan di atas styrofoam (gabus sintetis).
Di lantai satu, mata pengunjung akan disuguhkan dengan ragam koleksi wayang golek mulai dari ukuran besar maupun kecil.
Selain itu, ada pula panggung pagelaran wayang yang lengkap dengan alat musik gamelan dan pelengkap pertunjukkan lainnya.
Sementara di lantai dua, Museum Wayang menyuguhkan ragam koleksi wayang kulit, wayang kreasi, benda koleksi, hingga boneka wayang baik dari dalam maupun luar negeri.
Uniknya, di lantai tersebut juga ada sederet wayang serial 'Si Unyil' yang diberikan langsung oleh pemiliknya, Suryadi.
Untuk informasi, Museum Wayang dibuka mulai pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB.
Pengunjung cukup membayar Rp 5.000 untuk sekali mengunjungi.
(Sumber : Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Nuri Yatul Hikmah/m40)
Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News
Lestarikan Alam Pulau Tidung, Mahasiswa IPB Tanam Pohon Mangrove hingga Transplantasi Karang |
![]() |
---|
Keresahan Danu, Pengendara Motor, Soal Bunyi 'Tot Tot Wuk Wuk' Polisi saat Kawal Pejabat |
![]() |
---|
Dana RT RW Naik, Ketua RW 14 Palmerah Jakbar Bersyukur: Ingin Renovasi Posyandu Sudah Mau Ambruk |
![]() |
---|
Soal Parkir Liar Depan Labschool Rawamangun, Pramono: Mobil Mewah Jangan Merasa Memiliki Tempat Itu |
![]() |
---|
Ajak Viralkan Mobil Pelat Merah Terobos Jalus Busway, Pramono: Bukan Zamannya Lagi Langgar Aturan! |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.