Berita Nasional

Soal Intervensi Jokowi, Novel Baswedan Sebut Agus Rahardjo Sempat Ingin Mundur Sebagai Ketua KPK

Novel Baswedan menuturkan, Agus Raharjo bahkan sempat ingin mundur sebagai Ketua KPK saat menangani kasus tersebut.

Penulis: Ramadhan L Q | Editor: Dedy
Kompas.com/Garry Andrew Lotulung
Mantan Penyidik KPK Novel Baswedan --- Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan pun buka suara soal pernyataan Agus Rahardjo baru-baru ini soal intervensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kasus korupsi megaproyek KTP Elektronik (E-KTP). 

Agus mengatakan kala itu dirinya sempat dipanggil untuk menghadap Jokowi.

Namun yang membuatnya heran ia dipanggil sendiri tanpa empat komisioner KPK lainnya.

"Saya terus terang pada waktu kasus E-KTP saya dipanggil sendirian oleh Presiden. Saya heran biasanya memanggil berlima, ini kok sendirian. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan," kata Agus dalam program Rosi, Kompas TV, Kamis (30/11/2023) malam.

"Di sana begitu saya masuk, presiden sudah marah. Karena baru saya masuk, beliau sudah teriak 'Hentikan'," sambungnya.

Ketua KPK periode 2015-2019 itu mengaku awalnya merasa bingung maksud kata 'hentikan' yang diucap Jokowi.

Namun akhirnya ia pun mengerti bahwa maksud dari Jokowi adalah agar dirinya dapat menghentikan kasus E-KTP yang menjerat mantan Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov).

"Saya heran yang dihentikan apanya," ujarnya

"Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang suruh hentikan itu adalah kasus Setnov, ketua DPR pada waktu itu, mempunyai kasus E-KTP," tegasnya.

Namun, ia pun mengaku tak menuruti perintah Jokowi untuk menghentikan pengusutan kasus tersebut, mengingat Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) telah diterbitkan.

"Saya bicara apaadanya saja bahwa sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, saat itu di KPK tidak ada SP3, tidak mungkin saya memberhentikan itu," jelasnya.

"Karena tugas di KPK seperti itu, makanya kemudian tidak saya perhatikan, saya jalan terus," ucap Agus.

Mengutip dari Kompas.com, Kasus E-KTP ini berawal saat Kemendagri di tahun 2009 merencanakan mengajukan anggaran untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP), salah satu komponennya adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Pemerintah pun menargetkan pembuatan e-KTP bisa selesai di tahun 2013.

Proyek e-KTP sendiri merupakan program nasional dalam rangka memperbaiki sistem data kependudukan di Indonesia.

Lelang e-KTP dimulai sejak tahun 2011, dan banyak bermasalah karena diindikasikan banyak terjadi penggelembungan dana.

Sumber: Wartakota
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved