Badan SDM Kementan Serahkan Rp 6,8 Miliar ke SYL, Uang Perjalanan Dinas PNS Dikumpulkan lalu Disetor

SYL disebut-sebut membegal uang perjalanan dinas para pegawai Kementerian Pertanian (Kementan).

Editor: Ign Prayoga
Warta Kota/Ramadhan LQ
Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) saat tiba di Bareskrim Polri, Selasa, 31 Oktober 2023. 

TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA - Syahrul Yasin Limpo (SYL) disebut-sebut merampas uang perjalanan dinas para pegawai Kementerian Pertanian (Kementan).

Hal ini terjadi selama SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian (Mentan) atau sejak 2019.

Uang perjalanan dinas itu tidak diserahkan kepada para pegawai yang memang berhak menerimanya. Uang tersebut dikumpulkan oleh atasan untuk kemudian disetorkan ke SYL selaku Menteri Pertanian.

Praktik pengumpulan uang perjalanan dinas untuk disetor ke SYL ini diungkap Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan, Dedi Nursyamsi saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor, Senin (3/6/2024).

Sidang tersebut merupakan sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) dengan terdakwa SYL.

Dedi mengatakan, total uang penjalanan dinas yang dibegal SYL selama empat tahun tersebut sebesar Rp 6,8 miliar. "Totalnya kalau enggak salah itu Rp 6,8 miliar, selama empat tahun," kata Dedi saat bersaksi di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin.

Menurut Dedi, permintaan agar Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM menyiapkan uang untuk SYL berlangsung selama empat tahun atau selama SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian.

Perintah agar Dedi Nursyamsi menyetor uang, datang dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono.

Ada kalanya permintaan disampaikan melalui telepon, namun ada juga yang disampaikan dalam rapat.

Dedi mengatakan, ada kalanya perintah itu disampaikan lewat telepon lalu Kasdi Subagyono menagihnya secara langsung dalam forum rapat.

"Ditagih oleh siapa, biasanya siapa yang nagih?" tanya hakim.

"Pak Kasdi," kata Dedi.

"Cara menagihnya itu bagaimana? Saudara ditelepon atau didatangi saudara atau bagaimana? kata hakim.

"Ditelepon seringnya," sahut Dedi.

"Apa yang disebutkan di telepon?" ujar hakim.

"Segera selesaikan. Lalu setelah rapat juga misalnya rapat eselon I dengan Sekjen biasanya Pak Sekjen waktu mengingatkan lagi," kata Dedi.

Sebagai informasi, keterangan Dedi ini diberikan terkait perkara dugaan korupsi yang menjerat eks Mentan SYL sebagai terdakwa.

Dalam perkara ini, jaksa KPK sebelumnya telah mendakwa SYL menerima gratifikasi Rp 44,5 miliar.

Total uang tersebut diperoleh SYL selama periode 2020 hingga 2023.

"Bahwa jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp 44.546.079.044," kata jaksa KPK, Masmudi dalam persidangan Rabu (28/2/2024) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Uang itu diperoleh SYL dengan cara mengutip dari para pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.

Menurut jaksa, dalam aksinya SYL tak sendiri, tetapi dibantu eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono yang juga menjadi terdakwa.

Selanjutnya, uang yang telah terkumpul di Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.

Berdasarkan dakwaan, pengeluaran terbanyak dari uang kutipan tersebut digunakan untuk acara keagamaan, operasional menteri dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, nilainya mencapai Rp 16,6 miliar.

"Kemudian uang-uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan Terdakwa," kata jaksa.

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dakwaan pertama:

Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua:

Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dakwaan ketiga:

Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved