Unsika Pakai Kontainer Bekas untuk Ruang Kelas, Cellica Anggap Kampus Tak Punya Perencanaan Matang

Keputusan Unsika memakai peti kemas bekas sebagai ruang kelas, dikritik anggota DPR, Cellica Nurrachadiana.

Penulis: Muhammad Azzam | Editor: Ign Prayoga
TribunBekasi.com
Heboh, penggunaan kontainer untuk ruang kuliah di Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika). Rencananya puluhan kontak peti kontainer itu akan digunakan untuk perkuliahan di Kampus 2 Unsika di Jalan Raya Tanjung Pura, Karawang. 

TRIBUNBEKASI.COM, KARAWANG -- Pimpinan Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) memutuskan memakai peti kemas bekas sebagai ruang kelas.

Keputusan ini dikritik anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Cellica Nurrachadiana.

Mantan Bupati Karawang, Jawa Barat, ini menyesalkan kebijakan penggunaan peti kontainer sebagai ruang kelas di Unsika.

Legislator daerah pemilihan Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Purwakarta itu menilai pihak Unsika tidak memiliki perencanaan matang jika memang alasannya untuk memenuhi kebutuhan ruang kelas.

"Tentu kami atau saya sebagai DPR sangat menyayangkan ya. Apalagi Unsika itu sebagai kampus negeri sejak 2014 atau 10 tahun," kata Cellica dalam keterangannya pada Selasa (17/12/2024).

Mantan bupati karawang dua periode itu menilai kebijakan ini harus dievaluasi secara menyeluruh demi masa depan pendidikan di Karawang.

Ada lima poin krusial terkait kebijakan kontroversial tersebut yang menjadi catatannya.

Pertama perencanaan yang tidak matang.

Menurutnya, transformasi dan inovasi di lingkungan kampus harus dibarengi dengan pengelolaan anggaran yang bijak dan transparan.

Unsika juga harus mempertimbangkan lonjakan jumlah mahasiswa dan peningkatan program studi yang terjadi setiap tahun.

Kedua, kapasitas tidak seimbang, tingginya minat masyarakat Karawang maupun luar daerah untuk masuk ke Unsika memang patut diapresiasi.

Namun, Cellica mengingatkan bahwa peningkatan jumlah mahasiswa harus diiringi dengan kesiapan sarana dan prasarana yang memadai.

“Jangan sampai mahasiswa dikorbankan hanya karena kapasitas yang tidak seimbang dengan fasilitas kampus,” kata Cellica.

Lanjut Cellica, poin ketiga ialah kampus beralasan sebagai kelas darurat sambil menunggu pembuatan ruang kelas baru yang katanya akan dibangun pada tahun 2025.

Sehingga menganggarkan senilai Rp 6,4 miliar untuk pengadaan kontainer bekas yang dimodifikasi sebagai ruang kelas darurat.

Dia menilai langkah ini tidak efisien jika dibandingkan dengan pembangunan ruang kelas permanen yang lebih kokoh dan bisa digunakan jangka panjang.

“Kenapa tidak dialokasikan langsung untuk pembangunan yang lebih bermanfaat dan berkelanjutan?" kata Cellica.

Selanjutnya poin keempat ialah solusi alternatif dengan melaksanakan kuliah online atau pembagian waktu.

Menurut Cellica, mekanisme pembelajaran online atau pengaturan waktu kuliah antarprogram studi bisa menjadi solusi sementara untuk mengatasi keterbatasan ruang belajar.

Hal ini dinilai lebih efektif dibandingkan pengadaan kontainer yang bersifat sementara.

Dan poin kelima ialah kebijakan cacat komunikasi.

Cellica menegaskan pentingnya komunikasi terbuka antara pihak rektorat dan berbagai pemangku kepentingan.

Menurutnya, kebijakan besar seperti ini harus dikaji bersama untuk mencegah polemik yang merugikan semua pihak.

“Komunikasi yang buruk hanya akan menimbulkan keresahan di kalangan mahasiswa dan masyarakat,” ujar Cellica.

Heboh, penggunaan kontainer untuk ruang kuliah di Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika).

Rencananya puluhan kontak peti kontainer itu akan digunakan untuk perkuliahan di Kampus 2 Unsika di Jalan Raya Tanjung Pura, Karawang.

Sementara itu, Humas Unsika, Anna Rosmalina menyebutkan kekurangan fasilitas ruang belajar di Unsika memaksa para mahasiswa menjalani perkuliahan di dalam kontainer.

Langkah darurat ini diambil karena kampus Unsika 2 mengalami defisit ruang kelas hingga 62 unit.

“Kekurangan ruang kelas sebanyak 62 unit memaksa kami untuk menggunakan kontainer sebagai solusi sementara,” ujar Anna.

Anna juga memaparkan, ada sebanyak 40 kontainer yang kini disulap menjadi ruang kelas, ruang dosen, ruang rapat, toilet, kantin, dan gudang.

Dari jumlah tersebut, hanya 20 kontainer yang digunakan untuk ruang kuliah.

“Kontainer dipilih karena penyediaannya lebih cepat dibandingkan pembangunan gedung permanen,” kata Anna. (MAZ) 

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved