Pagar Laut di Bekasi

Ungkap Pemilik SHGB di Laut Bekasi, Nusron Wahid Bilang ATR/BPN Tak Bisa Langsung Batalkan, Kenapa?

Untuk menyelesaikan kasus kepemilikan SHGB di perairan Bekasi ini, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyebut ada dua opsi yang tengah dipertimbangkan.

Editor: Ichwan Chasani
Tribunnews.com/Fersianus Waku
RAPAT KERJA - Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) serta Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid menggelar rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025). Nusron Wahid menyebut ada dua perusahaan pemilik SHGB di perairan Bekasi, namun ATR/BPN tak bisa serta merta membatalkan SHGB tersebut. 

TRIBUNBEKASI.COM —Menteri Agraria dan Tata Ruang serta Kepala Badan Pertanahan Nasional (Menteri ATR/BPN), Nusron Wahid mengungkap siapa pemilik sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di area laut Desa Hurip Jaya, Babelan, Kabupaten Bekasi.

Menteri ATR/BPN Nusron Wahid membeberkan pemilik SHGB tersebut dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

"Ini di laut ada SHGB yang luasnya itu 509,795 hektare atas nama pertama PT CL 78 bidang, luasnya 90 hektare. Terbit tahun 2012, tahun 2015, 2016, 2017, dan yang tahun 2018," ungkap Nusron Wahid.

Nusron Wahid juga menyebut bahwa terdapat PT MAN yang mengantongi SHGB di atas laut tersebut selain PT CL.

"Kemudian PT. MAN yang jelas bukan Madrasyah Aliyah Negeri ya kan 268 bidang, luasnya 419,6 hektar, terbit tahun 2013, 2014, dan 2015," ujar Nusron Wahid.

Baca juga: Aksi Tawuran di Pebayuran Bekasi Tewaskan Satu Orang, Polisi Tangkap Empat Pelaku

Baca juga: Nusron Wahid Akui Pagar Laut di Segarajaya Bekasi Ulah Pegawai ATR/BPN Setempat, Begini Ceritanya

Nusron Wahid menambahkan bahwa SHGB tersebut memang sebagian besar ada di luar garis pantai.  

Namun, kata Nusron Wahid, ATR/BPN tak bisa serta merta membatalkan SHGB tersebut.

"Kenapa? (Karena) kami tidak bisa menggunakan asas contrarius actus," ungkapnya.

Menurut Nusron Wahid, asas contrarius actus adalah asas hukum administrasi negara yang menyatakan bahwa badan atau pejabat Tata Usaha Negara (TUN) yang menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) juga berwenang untuk membatalkannya. 

Lebih lanjut Nusron menjelaskan bahwa ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021.

Baca juga: Pemkab Bekasi Siagakan Personel dan Berikan Bantuan Logistik kepada Korban Banjir di Babelan

Baca juga: Jasad Perempuan Diduga Penyandang ODGJ. Ditemukan Membusuk di Rumah Kosong

"Jadi pejabat yang menerbitkan sertifikat atau pejabat yang mengeluarkan administrasi negara tidak bisa mencabut karena contrarius actus kita dibatasi oleh PP 18 hanya usia 5 tahun," tegasnya.

"Kalau yang usianya (SHGB) di bawah 5 tahun kita bisa langsung (batalkan), kayak Kohod saya langsung bisa karena kami punya hak contrarius actus," imbuhnya.

Untuk menyelesaikan kasus ini, Nusron menyebut ada dua opsi yang tengah dipertimbangkan.

Pertama, ATR/BPN akan meminta fatwa dari Mahkamah Agung (MA) dan berkonsultasi mengenai kemungkinan pembatalan melalui penetapan pengadilan.

Kedua, mengategorikan lahan tersebut sebagai tanah musnah.

Namun, langkah ini membutuhkan pembuktian bahwa wilayah yang kini bersertifikat SHGB dulunya merupakan tanah daratan sebelum berubah menjadi perairan.

Baca juga: Kamis Ini Harga Emas Batangan Antam di Bekasi Turun Rp 1.000 Per Gram Jadi Segini, Cek Detailnya

Baca juga: Terkena Badai, Dua Kapal Nelayan Karam di Laut Karawang, Satu Orang Tewas

Ulah Oknum Internal ATR/BPN

Sebelumnya diberitakan, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menegaskan bahwa keberadaan pagar laut yang membentang di pesisir pantai Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi murni karena ulah pegawai di ATR/PBN setempat.

Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid menegaskan hal itu saat menggelar rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

"Ini murni ulah oknum ATR/BPN," kata Nusron Wahid.

Menurut Nusron Wahid, permasalahan pagar laut di pesisir pantai Desa Segarajaya ini bermula dari program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada 2021. 

Saat itu, kata Nusron Wahid, pemerintah menerbitkan 89 sertifikat hak milik (SHM) bagi 67 warga.

Sertifikat hak milik tersebut mencakup tanah darat di kawasan perkampungan dengan total luas 11,263 hektare.

Baca juga: Usut Kasus Penembakan 5 PMI di Malaysia, Said Iqbal Minta Prabowo Bentuk Tim Pencari Fakta

Baca juga: Akses Jalan Utama Bumi Sani Tambun Selatan Bekasi Tak Bisa Dilintasi, Ada Demo Apa?

Namun, Nusron Wahid menjelaskan bahwa pada Juli 2022, terjadi perubahan data pendaftaran tanah tanpa melalui prosedur resmi. 

"Tiba-tiba bulan Juli tahun 2022 terdapat perubahan data pendaftaran tanah yang tidak melalui prosedur kegiatan pendaftaran tanah menjadi penerimanya 11 orang berupa perairan, laut. Luas totalnya 72,571 hektare," ucapnya.

Nusron Wahid pun menegaskan bahwa Inspektorat Jenderal ATR/BPN sedang melakukan investigasi kasus tersebut.

"Siapa yang terlibat? Ini sedang diinvestigasi oleh Irjen yang kasus ini. Ini dulunya sertifikat awalnya di darat tiba-tiba berubah, pindah," tegas Nusron Wahid.

"Jadi saya katakan saya akui ini ulah oknum internal ATR/BPN setempat. Kami sedang usut," tandasnya. (Tribunnews.com/Fersianus Waku)

Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News

Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp. 

 

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved