Soroti Penugasan Tentara Aktif di Pemerintahan, 19 Organisasi Masyarakat Sipil Menolak Revisi UU TNI

Sebanyak 19 organisasi masyarakat sipil menolak revisi UU TNI yang prosesnya telah dimulai di DPR. Apa alasannya?

Editor: Ign Prayoga
Tribunnews.com/Gita Irawan
REVISI UU TNI - Sebenyak 19 organisasi masyarakat sipil menolak revisi Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI yang saat ini tengah digodok di DPR. Saat konferensi pers di Gedung YLBHI Menteng Jakarta Pusat pada Kamis (6/3/2025), mereka memajang foto lima perwira TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di pemerintahan. 

TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA - Sebanyak 19 organisasi masyarakat sipil menolak revisi Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI atau UU TNI yang prosesnya telah dimulai di DPR.

Alasan penolakan adalah kekhawatiran atas sejumlah hal antara lain menyangkut potensi kembalinya dwi fungsi ABRI yang pernah berlaku pada masa Orde Baru.

Implementasi  dwi fungsi ABRI adalah penempatan perwira aktif TNI di jabatan sipil.

Kekhawatiran lainnya adalah revisi UU TNI akan menghapus pasal larangan berbisnis bagi prajurit, hingga potensi tindakan represif militer terhadap kebebasan berpendapat dalam konteks demokrasi.

Selain itu, 19 organisasitersebut juga memandang proses revisi UU TNI saat ini tidak transparan.

Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Maulana memandang proses revisi UU TNI saat ini seperti proses revisi UU lain yang menurutnya mengabaikan prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

Menurut dia, sampai hari ini koalisi organisasi masyarakat sipil belum bisa mengakses draft resmi revisi UU TNI yang sedang dibahas di DPR, baik naskah akademik maupun rancangan UU-nya. 

Arif Maulana menyatakan, saat ini terdapat dua draf revisi UU TNI yang diterima koalisi yakni draf dari Babinkum TNI dan draf dari Baleg.

Hal ini menimbulkan kebingungan draf mana yang menjadi acuan dalam pembahasan revisi UU TNI di DPR.

Menurutnya, ketika akses informasi tidak diberikan maka akan terjadi pelanggaran terhadap hak partisipasi bermakna publik.

Hak itu, ungkap dia, mencakup hak masyarakat untuk memberikan masukan, kritik, saran, termasuk kemudian hak untuk dipertimbangkan masukannya dan dijelaskan kenapa UU tersebut harus diubah seperti itu.

Arif Maulana menjelaskan sampai saat ini, pihaknya dan banyak organisasi masyarakat sipil lainnya yang menolak revisi UU TNI belum menerima undangan dari DPR untuk memberikan masukkan.

"Kita ingatkan DPR, kita ingatkan Presiden Prabowo, Anda dipilih karena sistem demokrasi," kata Arif di Gedung YLBHI Menteng Jakarta Pusat.

"Jangan hanya mau dipilih melalui sistem demokrasi tapi tidak mau tunduk pada proses demokrasi dalam penyusunan pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu terbuka, partisipatif," ujarnya, Kamis (6/3/2025).

Sebagai informasi, 19 organisasi yang menyerukan penolakan revisi UU TNI tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved