Berita Pendidikan
PresUniv Kukuhkan Prof Chandra Setiawan dan Prof Purwanto sebagai Guru Besar Manajemen Keuangan
Prosesi pengukuhan guru besar itu dilakukan dalam sidang senat terbuka yang dipimpin Ketua Senat dan Rektor Presuniv, Handa S. Abidin SH LLM PhD.
TRIBUNBEKASI.COM — President University (Presuniv) mengukuhkan sekaligus dua guru besarnya dalam bidang manajemen keuangan, beberapa waktu lalu.
Keduanya adalah Prof Dr Drs Chandra Setiawan MM PhD, dan Prof Dr Purwanto ST MT. Mereka sehari-hari menjadi dosen di Fakultas Bisnis, Presuniv.
Prosesi pengukuhan dilakukan dalam sidang senat terbuka yang dipimpin Ketua Senat dan Rektor Presuniv, Handa S. Abidin SH LLM PhD, di Hotel Holiday Inn, kawasan industri Jababeka, Cikarang, Bekasi.
Ratusan undangan menghadiri prosesi pengukuhan tersebut, di antaranya, Sekretaris Ditjen Saintek Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, Dr M. Samsuri SPd MT IPU, dan Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABP-PTSI) Prof Dr Thomas Suyatno.
Hadir pula Deputi IV Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Prof Warsito SSi, DEA PhD; Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan Universitas Presiden (YPUP) Prof Dr Ir Budi Susilo Soepandji DEA, dan jajaran pengurus lainnya.
Hadir pula Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa serta beberapa komisioner dan mantan komisioner lainnya; Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro; Direktur Beasiswa LPDP Ir Dwi Larso PhD, anggota DPR Darmadi Durianto dan mantan anggota DPR Prof Dr Hendrawan Supratikno, serta jajaran direksi PT Jababeka Tbk.
Baca juga: Naik Rp 2.000 Per Gram, Emas Batangan Antam di Bekasi Senin Ini Dibanderol Segini, Simak Detailnya
Baca juga: Buntut Obat Kedaluwarsa, Tri Adhianto Tegaskan Sanksi bagi Jajaran Puskesmas Rawa Tembaga Bekasi
Penasehat Rektor Presuniv, Prof Dr Ir Djoko Santoso MSc, yang pernah menjabat sebagai Dirjen Pendidikan Tinggi (2010-2014), dan Abdul Wahid Maktub, Duta Besar Indonesia untuk Qatar (2004-2007), juga hadir dalam upacara pengukuhan tersebut.
Tamu-tamu lainnya adalah Gandi Sulistiyanto, Duta Besar Indonesia untuk Republik Korea (2021-2023), tokoh-tokoh organisasi kemasyarakatan, serta para guru besar dan akademisi baik dari universitas negeri maupun swasta. Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia.
Riset dan Pengabdian Masyarakat Jadi Indikator
Prof Dr Jony Oktavian Haryanto Sekretaris YPUP, pada sambutan pembuka mengungkapkan bahwa universitas menjadi yang terdepan karena peran riset dan pengabdian kepada masyarakat, bukan semata-mata pada pengajaran.
“Maka, sebagai guru besar, salah satu perannya adalah membawa kampusnya menjadi yang terdepan dalam mengembangkan riset dan pengabdian kepada masyarakat,” kata Prof Jony.
“Dengan dikukuhkannya Prof. Chandra dan Prof. Purwanto sebagai guru besar, saat ini Presuniv memiliki lima profesor yang dikukuhkan secara langsung oleh Presuniv. Sementara, profesor-profesor lain yang ada di Presuniv, mereka sudah menjadi guru besar ketika bergabung,” ujarnya.
Dalam orasi ilmiahnya sebagai guru besar, Prof Chandra membahas Penyebab Kredit Macet (NPL/NPF) dan Efisiensi Bank: Perbandingan Bank Islam dan Konvensional di Asia, Timur Tengah plus Turkey.
Baca juga: Spesialis Pencurian Gudang Usaha, Tiga Pria Ini Diringkus Aparat Polda di Karawang
Baca juga: Wali Kota Bekasi Geram Perkara Puskesmas Memberikan Obat Kadaluwarsa ke Bayi
Ia melihatnya dalam perspektif manajemen keuangan.
Menurut Prof Chandra, ada dua faktor yang mempengaruhi kegagalan bank, yakni tingginya angka pinjaman bermasalah (non-performing loan atau non-performing financing, NPL atau NPF) dan rendahnya tingkat efisiensi biaya yang merupakan proksi dari kualitas manajemen.
“Manajemen yang buruk jelas akan meningkatkan kemungkinan kegagalan bank,” tegas Prof Chandra.
Riset Prof Chandra mencakup analisa biaya dan efisiensi laba pada 767 bank konvensional dan 147 bank Islam di negara-negara yang menjadi anggota Organisasi Konferensi Islam.
Negara-negara itu terbagi dalam wilayah Asia (Bangladesh, Indonesia, Malaysia dan Pakistan), Timur Tengah (Bahrain, Yordania, Kuwait, Mauritania, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Yaman), dan Turkey.
Analisisnya menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) dengan pendekatan non-parametrik. Itu untuk tahap pertama.
Baca juga: DPRD Kabupaten Bekasi Dorong Pemerintah Pengangkatan PPPK Sesuai Jadwal
Baca juga: Rumah Makan di Babelan Terbakar, Satu Orang Luka, Bermula dari Bakar Busa Limbah Kulkas
Pada tahap kedua, data dianalisis dengan model ekonometrik sederhana.
Di tahap ini Prof Chandra menganalisis hubungan antarwaktu NPL/NPF dengan efisiensi biaya serta efisiensi laba bank-bank konvensional dan bank-bank Islam.
Dalam risetnya, Prof. Chandra juga menggunakan empat hipotesis. Pertama, hipotesis “nasib buruk” atau bad luck yang dipicu oleh faktor eksternal.
Faktor ini tidak dapat dikendalikan oleh manajemen bank.
Hipotesis kedua adalah “manajemen yang buruk’” atau bad management.
“Rendahnya efisiensi perbankan adalah sinyal praktik manajemen bank yang buruk, seperti adanya permasalahan di pinjaman. Padahal, masalah pinjaman mestinya dapat dikendalikan oleh manajemen bank. Apalagi itu sudah menjadi kegiatan sehari-hari dalam bisnis perbankan,” ucap Prof Chandra.
Baca juga: Kompolnas Yakini Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar yang Cabuli Anak di Bawah Umur, Dipecat alias PTDH
Baca juga: Ciri-Ciri Malam Lailatul Qadar di Bulan Ramadan, Ini Kata Ketua Masjid Hidayatullah, Muhammad Thohir
Hipotesis ketiga, penghematan atau skimping.
“Menurunnya alokasi sumber daya untuk penjaminan dan pemantauan pinjaman bisa memengaruhi kualitas pinjaman,” ujarnya.
Bank yang ingin memaksimalkan laba, menurut dia, bisa saja menekan biaya dalam jangka pendek dengan menurunkan alokasi sumber daya untuk penjaminan atau pemantauan pinjaman.
“Ini bisa berpotensi buruk terhadap kinerja pinjaman di masa depan,” ucap Prof Chandra.
Keempat, perilaku tidak bermoral atau moral hazard.
“Di sini, bank-bank bermodal kecil meningkatkan risiko pinjamannya, sehingga menyebabkan pinjaman bermasalah menjadi lebih tinggi di masa mendatang,’ urai Prof Chandra.
Baca juga: Memasuki Puncak Musim Hujan, Pengembang The Arthera Hill Percepat Upaya Mitigasi Banjir
Baca juga: Ditetapkan Tersangka, Kadis LH Kabupaten Bekasi Belum Diberhentikan, Kenapa?
Hasil Analisa
Hasilnya penelitian itu, ternyata bank-bank konvensional di kawasan Asia memiliki rasio NPL 8,813 persen, sedangkan bank-bank Islam 6,596 persen.
“Data itu menunjukkan bahwa untuk kawasan Asia, rasio NPL atau kredit bermasalah dari bank-bank Islam lebih rendah ketimbang bank konvensional,” ungkap Prof Chandra. Akan tetapi, lanjutnya, bank-bank konvensional di Asia ternyata memiliki skor efisiensi biaya 95 persen, lebih tinggi ketimbang bank-bank Islam yang 87,3 persen.
Untuk kawasan Timur Tengah dan Turkey, papar Prof Chandra, gambarannya kurang lebih sama.
Rasio NPL bank-bank konvensional di Timur Tengah dan Turkey mencapai 8,264 persen, atau lebih tinggi ketimbang bank-bank Islam yang 7,969 persen. Sementara, efisiensi biaya dari bank-bank konvensional, lanjutnya, mencapai 93,7 persen, lebih tinggi dari bank-bank Islam yang 88,4 persen.
Masih ada lagi sejumlah data yang disajikan Prof. Chandra dalam orasi ilmiahnya. Merujuk data tersebut, ia menyimpulkan bahwa bank-bank konvensional di kawasan Asia, Timur Tengah dan Turkey melakukan proses skimping atau penghematan.
Lalu, untuk hipotesis bad luck, itu tidak terjadi pada bank-bank konvensional di kawasan Asia, Turkey dan Timur Tengah, tetapi terjadi pada bank-bank Islam di kawasan tersebut.
Baca juga: Lokasi Layanan Samsat Keliling di Kota/Kabupaten Bekasi dan Karawang, Senin 17 Maret 2025 ini
Baca juga: Perpanjangan SIM Kabupaten Bekasi, Senin 17 Maret 2025 ini di Dua Lokasi Satpas, Cek Syaratnya
LKMS untuk Lepas dari Jerat Kemiskinan
Sementara, dalam paparannya Prof. Purwanto mengungkapkan bahwa pemerintah menggunakan layanan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), termasuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS), sebagai strategi untuk mengurangi kemiskinan.
“Ini akibat kurangnya akses layanan dari lembaga-lembaga keuangan konvensional,” cetusnya.
Di antara LKMS, riset Prof Purwanto fokus pada Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dan Koperasi Syariah (Kopsyah).
Menurutnya, segmen pasar BMT dan Kopsyah memang masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah.
“Semakin kecil angsuran pinjaman, layanan BMT dan Kopsyah akan dapat menjangkau lebih banyak masyarakat miskin,” tegasnya.
Dengan profit margin yang kecil, berkisar 3 persen, menurut Prof. Purwanto, LKMS membutuhkan volume yang besar agar bisa beroperasi dengan efisien.
Baca juga: SIM Keliling Karawang Senin ini, 17 Maret 2025 Digelar Hingga Pukul 14.00, Perhatikan Syaratnya
Baca juga: Jadwal dan Lokasi SIM Keliling Kota Bekasi, Senin 17 Maret 2025, Cek Syaratnya
“Jika volume bisnisnya terlalu kecil, dari sisi operasional menjadi tidak efisien,” ungkapnya.
Untuk memperbesar volume, salah satu caranya adalah dengan menambah jumlah cabang.
Namun, Prof Purwanto menekankan bahwa penambahan jumlah cabang akan efisien bila diikuti dengan penambahan jumlah layanan dan peminjam.
“Itu bisa dilakukan dengan perluasan usaha, penambahan portofolio, pembiayaan dan pengerjaan proyek di berbagai sektor,” tuturnya.
Menurut Prof Purwanto, LKMS yang beroperasi sesuai prinsip-prinsip Islam menjadi tumpuan usaha mikro untuk memperbaiki kualitas hidup dan membuat nasabah terlepas dari jerat kemiskinan.
“Upaya pemberdayaan ini membutuhkan waktu yang lama. Maka, BMT atau Kopsyah mesti mendapatkan profit yang memadai agar usahanya dapat berkelanjutan,” katanya.
Baca juga: Jadwal Imsakiyah Kabupaten Bekasi, 17 Ramadan 1446 H, Senin 17 Maret 2025, dan Niat Puasa Ramadan
Baca juga: Jadwal Imsakiyah Kota Bekasi, 17 Ramadan 1446 H, Senin 17 Maret 2025, dan Niat Puasa Ramadan
Di sisi lain, lanjut Prof. Purwanto, jika BMT dan Kopsyah menargetkan profit yang terlalu tinggi, itu akan membuat biaya pinjaman juga meningkat.
“Kalau biaya pinjaman terlalu tinggi, masyarakat jelas tidak akan memilih layanan tersebut karena dianggap terlalu eksploitatif atau menyerupai sistem suku bunga.”
Sebaliknya, jika profitnya terlalu rendah, tak banyak orang yang tertarik untuk menanamkan modalnya di BMT atau Kopsyah.
“Jadi, kalau ingin meningkatkan profitnya, BMT atau Kopsyah mesti meningkatkan benefitnya,” simpul Prof Purwanto.
Baca berita TribunBekasi.com lainnya di Google News
Ikuti saluran TRIBUN BEKASI di WhatsApp.
President University (Presuniv)
pengukuhan guru besar
Guru Besar bidang Manajemen Keuangan
Rektor PresUniv
Handa S. Abidin SH LLM PhD
Bupati Karawang Aep Syaepuloh Jadi Mahasiswa S2 Unsika, Pilih Jurusan Ini |
![]() |
---|
Hadiri PKKMB Unsika, Wakil Ketua DPR Saan Mustofa Minta Mahasiswa Aktif Berorganisasi |
![]() |
---|
Cerita Suci, Penerima KIP Kuliah Lulus IPK 3,97 di Fisip Unsika |
![]() |
---|
Jadi Angkatan Pertama, Unsika Wisuda 7 Mahasiswa Asing |
![]() |
---|
Wujudkan Kampus Global, Unsika Ikuti Proses Akreditasi Internasional |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.