HUT RI
Lagu Tabola Bale Diperdengarkan pada Upacara HUT RI di Istana Merdeka, Letkol Teddy pun Ikut Joget
Sekretaris Kabinet Letkol Teddy Indra Wijaya berjoget mengikuti irama lagu Tabola Bale pada upacara peringatan HUT ke-80 RI
Penulis: | Editor: Ign Prayoga
Pemilihan baju adat Betawi oleh Presiden Prabowo dinilai sebagai bentuk penghormatan terhadap akar budaya nasional sekaligus pengakuan terhadap identitas lokal yang hidup berdampingan dalam bingkai NKRI.
Namun saat upacara dimulai, penampilan Presiden langsung menarik perhatian tamu undangan dan masyarakat yang menyaksikan melalui siaran langsung.
Baju Demang yang dikenakan Prabowo tampak elegan namun tetap sederhana, selaras dengan nuansa khidmat upacara kenegaraan.
Pemakaian busana adat oleh Presiden dan jajaran pejabat negara telah menjadi tradisi tahunan sejak era Presiden Joko Widodo, sebagai bentuk penghormatan terhadap kekayaan budaya Indonesia.
Tahun ini, tema nasional HUT ke-80 RI “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju” semakin terasa kuat melalui simbol-simbol visual seperti pakaian adat, kirab budaya, dan pertunjukan seni daerah yang mengiringi rangkaian upacara.
Fakta Pakaian Demang Betawi yang Dipakai Presiden Prabowo
Baju Demang Betawi bukan hanya kostum seremonial, tetapi juga pesan politik kebudayaan: bahwa Indonesia adalah rumah bersama bagi ratusan etnis dan tradisi, dan bahwa kepemimpinan nasional harus berpijak pada nilai-nilai lokal yang inklusif dan berdaulat.
Dikutip dari informasi Buku Pakaian Adat Tradisonal, Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, pakaian adat yang dipakai Presiden Prabowo hari ini menjadi menjadi pakaian resmi bagi pejabat Provinsi DKI Jakarta.
Pakaian ini diambil dari pakaian para demang Jakarta pada masa lalu yang diperbaruhi modelnya, yang dikenal sekarang dengan sebutan Baju lung Serong.
Dahulu dalam pemerintahan terdapat pakaian resmi yang disusaikan dengan tingkatan atau hirarki pemerintahan.
Darmo Sastro seorang bangsawan Jawa yang pernah menggambarkan tentang kehidupan kota Jakarta menceritakan juga bahwa dalam kota Jakarta terdapat berbagai macam pakaian misalnya pakaian para tuan, nyonya, nona dan sinyo Belanda maupun peranakan bila pergi ke pesta/perayaan.
Mereka berpakaian bermacam-macam ada yang berpakaian cara Arab, Cina, Eropa namun juga berpakaian cara Jawa.
Mungkin yang dimaksudkan dengan berpakaian Jawa adalah cara pakaian pribumi yang merupakan golongan elite, karena mereka bisa berbahasa Belanda.
Darmo Sastro juga menggambarkan bagaimana pejabat kota jakarta berpakaian.
Untuk tingkatan/golongan tertentu sebagian besar dari mereka adalah pendatang seperti pakaian dari orang Jawa atau pakaian orang Sunda, atau pakaian para Bupati.
Misalnya tutup kepala surjan, berjas hitam yang sama dengan pantalon, memakai pinggiran benang mas yang berbentuk sulur bunga.
Ciri pakaian ini juga dianggap sebagai pakaian demang, kepala pemerintahan pada suatu daerah tertentu.
Baju resmi yang terkenal pada orang jakarta disebut baju demang.
Sebutan demang itu sendiri adalah pejabat resmi pemerintahan.
Atau mungkin pada saat ini sejajar dengan Bupati, pakaian demang dianggap sebagai pakaian resmi bila menghadiri upacara-upacara adat.
Baju demang umumnya terdiri dari jas tutup berwarna gelap.
Kantong terdapat di bagian muka, dengan kantong atas dan dua di bagian bawah.
Pantalon sewarna dengan jas, yang panjangnya hanya di atas panggul.
Pada bagian pinggang diikatkan kain sarung Lasem, yang diikat serong pada bagian kepala sarung, memakai liskol (surjan). Perhiasan mirip dengan hiasan yang dipakai oleh bupati-bupati pada saat ini, mungkin perhiasannya adalah emas.
Pakaian demang ini kemudian ditiru atau diambil menjadi pakaian pejabat resmi, perbedaan antara pakaian demang dengan pakaian resmi pejabat-pejabat saat ini pada kopiah.
Dahulu pejabat resmi pemerintah mengambil pakaian adat sebagai dasar pakaian mereka sehingga surjan dipakai sebagai tutup kepala dalam pakaian resmi tersebut.
Setelah kemerdekaan dimana hampir setiap tokoh atau pejabat masyarakat mengenakan tutup kepala peci/kopiah seperti figur Bung Karno dan Bung Hatta.
Salah satu ciri khas pakaian ini memakai perlengkapan kain sarung batik yang dilipat diatas celana panjang letaknya di bawah baju jas agak miring/serong, hingga pakaian ini lebih dikenal dengan nama pakaian Ujung-Serong.
Biasanya dipakai oleh masyarakat golongan atas atau para tokoh, pejabat kaum Betawi.
Sekarang model pakaian Ujung Serong ini menjadi pakaian resmi yang dipakai oleh para pejabat pemerintah DKI Jakarta pada waktu upacara-upacara khusus.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Saat Momen Libur HUT ke-80 RI, 320 Ribu Kendaraan Meninggalkan Jabodatabek |
![]() |
---|
Wali Kota Bekasi Pimpin Tabur Bunga Tragedi Sasak Kapuk di Momen HUT ke-80 RI |
![]() |
---|
Wawali Abdul Harris Kenakan Beskap Paduan Kain Batik dan Songkok Nasional di Istana Merdeka |
![]() |
---|
Pemuda Kampung Asem Bekasi Berharap Usai HUT RI ke 80 Tidak Lagi Ada Remaja Tawuran |
![]() |
---|
Lomba Panjat Pinang Hingga Gebuk Bantal Meriahkan HUT ke-80 RI di Kampung Asem Bekasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.