Beberapa hari kemudian, S menghubungi ketiganya untuk segera mangantar sabu ke Jakarta dan sudah disiapkan upah serta uang jalan.
Paket sabu seberat empat kilogram itu sudah disiapkan dalam ransel dan ketiganya berangkat menggunakan bus umum.
Tak ada sedikitpun perasaan takut akan dicegat aparat kepolisian, karena mereka merasa aman berada di dalam bus umum menuju Jakarta.
Tugas pertamanya sukses dan S memberi upah Rp 20.000.000 perkilogramnya atau dengan total sekira Rp 80 juta.
Uang itu kemudian dibagi tiga dan Y serta I akhirnya bisa melunasi hutang piutang serta membayar kuliah anaknya.
Sedangkan N gunakan uang tersebut untuk berbelanja pakaian di Pasar Tanah Abang dan nantinya dijual lagi.
Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes Pol Pasma Royce mengatakan, beberapa bulan setelah itu, ketiganya mendapat job mengantar sabu ke Jakarta lagi.
Kali ini jumlah barang haram yang akan diantar cukup banyak sekira 15 kilogram dan upahnya masih sama yaitu Rp 20 juta perkilogram.
"Mereka berangkat ke Jakarta dengan membawa dua koper berisi sabu menggunakan angkutan umum sama seperti keberangkatan pertama," jelasnya di Mapolres.
Lagi-lagi para emak-emak ini lolos dari pantauan polisi dan dua koper itu ditinggal dalam kamar hotel kawasan Jakarta Pusat.
Mereka kembali dengan upah yang diterima sekira Rp 300 juta dan masing-masing tersangka mendapat uang Rp 100 juta.
N, I dan Y mendadak kaya raya setelah mengantongi uang ratusan juta dari hasil pekerjaan menjadi kurir narkoba.
Tapi ia tetap menerima panggilan dari pengendali narkoba berinisial S dan pada Juli 2022 lalu ia ditelepon untuk antar sabu lagi ke Jakarta seberat 9,5 kilogram.
Masih menggunakan modus yang sama, tapi kali ini pengantaran sabu itu bocor dan diketahui oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Barat.
"Akhirnya kami mendapati keberadaan ketiganya di Hotel kawasan Tanah Abang, anggota tak mau kehilangan jejak dan langsung menangkapnya," tuturnya.