TRIBUNBEKASI.COM, KARAWANG — Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa meminta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia memperketat pengamanan website data pemilih dari hacker.
Apalagi saat ini tengah ramai hacker Bjorka yang disebut dapat membobol data penting di Indonesia.
"Iya soal itu saya sudah sejak lama sampaikan agar website berisikan data-data pemilih maupun data penting KPU dapat ditingkatkan keamanannya," kata Saan Mustopa, pada Senin (19/9/2022).
Saan Mustopa melanjutkan, dalam waktu dekat Komisi II akan membahaskan dengan KPU RI, agar semua data KPU dapat dijaga dengan aman.
"Jangan sampai terjadi hal-hal tak diinginkan, segera kita bahas dan ingatkan lagi KPU RI agar data benar-benar dijaga," ungkap dia.
Baca juga: Sering Tergenang Jalan I Gusti Ngurah Rai Depan Pasar Bintara Diperbaiki
Baca juga: Brutal! Sekelompok Remaja Merusak Truk yang Melintas di Jalan, Videonya Viral di Medsos
Diketahui, Peretas Bjorka sebelumnya menjual data pengguna sampai mengumbar ada kebocoran data registrasi SIM card prabayar yang isinya meliputi NIK, nomor KK, nomor telepon, dan tanggal registrasi.
Tak hanya itu hacker itu juga membuka data-data dari instansi penting di Indonesia. Pasalnya, hacker Bjorka yang menyebut telah membongkar data Menteri BUMN Erick Thohir hingga Menkominfo Johnny Plate.
Oleh karena itu, dia meminta Bawaslu untuk mengantisipasi terjadinya kebocoran data terkait data pemilu.
Mantan Napi Korupsi
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa menyebut kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengizinkan eks narapidana korupsi mencalonkan diri dalam pemilu 2024 sesuai Undang Undang Dasar (UUD).
Saan Mustopa mengatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI hanya mematuhi UUD.
Baca juga: Plt Wali Kota Bekasi Beri Respon Intruksi Jokowi Soal Kendaraan Listrik Sebagai Kendaraan Dinas
Baca juga: Sidang Etik Banding Irjen Ferdy Sambo Bakal Digelar Hari Ini, Rencananya Dipimpin Jenderal Bintang 3
Sebab, KPU pernah membuat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) soal pelarangan eks napi korupsi dan kejahatan luar biasa nyalon dalam pemilu.
Namun Mahkamah Agung membatalkan PKPU itu. Alasannya bertentangan dengan UUD.
"Karena memang sesuai UUD, KPU sebagai pelaksana UUD tentu mereka harus menjalankan sesuau aturan, tidak boleh bertentangan UUD," ujar Saan, pada Senin (19/9/2022).
Jadi, kata Saan Mustopa, selama hak politiknya tidak dicabut, eks napi korupsi bisa mengikuti pemilu.
Eks napi korupsi itu juga dinilai telah mendapat hukuman atas perbuatannya.
Baca juga: Liga 2: FC Bekasi City Optimistis Pertahankan Tahta Group Tengah Kontra PSIM Jogja
Baca juga: SIM Keliling Karawang Senin 19 September 2022 di Pos Lantas Dawuan Cikampek Hingga Pukul 15.00
"Kita kembalikan kepada masyarakat dan partai politik menilai persoalan itu," kata dia.
Adapun terkait itu Partai Nasdem sendiri, kata Saan Mustopa, masih menunggu dinamika.
Pada pemilu 2019 lalu, tak ada eks napi korupsi yang nyaleg di partai besutan Surya Paloh itu.
"Untuk Nasdem kita masih lihat dinamikanya (menerima calon eks napi korupsi)," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, mantan napi kasus korupsi diperbolehkan mendaftar sebagai calon anggota legislatif (caleg) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Baca juga: SIM Keliling Kabupaten Bekasi Senin, 19 September 2022, di MPP Lotte Mart Cikarang, Simak Syaratnya
Baca juga: SIM Keliling Kota Bekasi Senin, 19 September 2022, di Carrefour Harapan Indah, Cek Syaratnya
Komisioner KPU RI Idham Holik menjelaskan, dalam membuat aturan penyelenggaraan pemilu, pihaknya berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Hak untuk dipilih, ujar Idham, sedianya telah diatur dalam konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945 menyatakan:
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Lalu, Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 berbunyi:
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Kemudian, kata Idham, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) juga telah mengatur hak untuk memilih dan dipilih.