Di situlah pelajaran besar bagi bangsa Indonesia bahwa kita harus mandiri.
Situasi ini memicu UI untuk terjun langsung membantu masyarakat sekaligus memantapkan keinginan sebagai entrepreneurial university. UI lalu membuat ventilator, swab stick, dan peralatan lainnya.
Untuk mengembangkan peralatan ini, UI tidak bisa sendiri. Kita mengerahkan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk industri yang memiliki idealisme yang sama untuk meningkatkan keberdayaan dan kemandirian Indonesia.
Kalau ditanya, inovasi apa yang telah menghasilakan non BOP (biaya operasional pendidikan) paling banyak? Swab stick. Itu yang paling banyak.
Ventilator juga kita buat dan produksi pertamanya dihibahkan ke pemerintah untuk penanganan Covid-19.
Saat ini produknya sudah tersedia di pasar. Untuk produksinya, kita kerja sama dengan industri karena UI tidak punya pabrik.
Setelah itu, muncul produk-produk lainnya dari karya-karya penelitian yang sebelumnya memang sudah diarahkan untuk dihilirkan.
Sekarang sudah banyak hasil penelitian UI yang dihilirisasi. Ada produk herbal dari Fakultas Farmasi bersama Fakultas Teknik. Ini sudah menjadi sebuah usaha yang multidisiplin.
Fakultas Kedokteran juga memiliki banyak produk-produk yang berguna bagi masyarakat dan bisa dihilirkan.
Baca juga: Universitas Indonesia Terima Donasi Ambulans dari ILUNI FEUI 83. Apa Kata Rektor UI
Jadi kalau kita bicara entrepreneurial university, yang langsung terpikirkan adalah bagaimana universitas menghasilkan karya ilmiah, riset dan inovasi yang bisa dihilirkan atau diproduksi untuk kepentingan masyarakat sehingga UI bisa mendapatkan penghasilan.
Salah satu isu utama global saat ini adalah perubahan iklim. UI sudah menghasilkan karya terkait hal ini melalui produk bis listrik.
Bus listrik ini sudah dipakai saat pertemuan G-20 Summit di Bali tahun lalu dengan aman, lancar dan tidak pernah mogok.
Namun UI tidak hanya menghasilkan produk tangible, tetapi juga intangible. Produk-produk ini dihasilkan oleh fakultas ilmu sosial-humaniora.
Mereka menghasilkan kajian-kajian yang bisa memberikan input bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan dan membuat program kerja.
Di rumpun ilmu kesehatan, ada juga fakultas yang menghasilkan karya intangible yaitu Fakultas Kesehatan Masyarakat yang memberikan imput untuk policy making.
Jadi itu social entrepreneurship. Perguruan tinggi tidak boleh lepas dari unsur sosial.